Analisis Dampak Konflik di Laut China Selatan terhadap Pertahanan Negara Ditinjau dari Perspektif Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan

Rabu, 3 September 2025

Charla Susanti,SE

Analis Pertahanan Negara Ahli Muda

shantierna69@gmail.com

1. Pendahuluan

Laut China Selatan merupakan salah satu wilayah perairan strategis dunia yang menjadi titik temu kepentingan geopolitik dan ekonomi berbagai negara. Selain sebagai jalur pelayaran internasional, kawasan ini mengandung potensi sumber daya alam laut yang sangat besar. Kepentingan atas wilayah ini telah memicu klaim tumpang tindih dari berbagai negara, terutama Tiongkok, Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Taiwan.

Indonesia tidak termasuk dalam negara yang mengklaim wilayah Laut China Selatan, namun memiliki kepentingan vital karena Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di Kepulauan Natuna bagian utara seringkali bersinggungan dengan klaim sepihak China melalui nine-dash line. Keberadaan kapal asing di wilayah tersebut telah berulang kali menimbulkan ketegangan dan insiden yang melibatkan aparat keamanan laut Indonesia.

Dalam konteks sistem pertahanan negara, potensi konflik yang berkelanjutan di Laut China Selatan menjadi tantangan tersendiri, karena berdampak langsung terhadap aspek kedaulatan, stabilitas regional, dan kesiapsiagaan nasional. Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan (Ditjen Pothan) sebagai unsur pelaksana utama di Kementerian Pertahanan RI memiliki peran sentral dalam mengelola potensi pertahanan nasional yang tersebar di seluruh wilayah, termasuk daerah perbatasan dan maritim.

2. Data dan Fakta Konflik Laut China Selatan

A. Signifikansi Strategis Laut China Selatan

1) Mencakup lebih dari 3 juta kilometer persegi wilayah laut.

2) Menjadi jalur pelayaran sekitar 30% perdagangan global (World Bank, 2020).

3) Diperkirakan mengandung cadangan minyak dan gas alam dalam jumlah besar.

4) Merupakan wilayah penangkapan ikan utama di Asia Tenggara.

B. Klaim Wilayah dan Ketegangan Kawasan

1) China mengklaim hampir seluruh wilayah Laut China Selatan melalui nine-dash line, yang tidak diakui oleh UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea).

  1. Sengketa kerap terjadi antara China dan negara-negara ASEAN seperti Filipina dan Vietnam.

  2. Indonesia mempertahankan kedaulatan wilayahnya di ZEE Natuna berdasarkan UNCLOS 1982.

C. Dampak terhadap Indonesia

1) Peningkatan patroli oleh TNI AL dan Bakamla di Natuna.

  1. Beberapa kali terjadi pengusiran kapal ikan dan coast guard asing.

3) Pemerintah meningkatkan kehadiran aparat dan infrastruktur di Natuna melalui pendekatan pertahanan dan pembangunan ekonomi.

3. Analisa Dampak terhadap Pertahanan Negara

A. Aspek Strategis

Konflik yang terjadi di Laut China Selatan menimbulkan risiko terhadap:

1) Kedaulatan dan integritas wilayah nasional di perairan ZEE.

2) Stabilitas regional, yang bisa memengaruhi kerja sama pertahanan dan diplomasi ASEAN.

  1. Ancaman non-konvensional, seperti spionase maritim, pelanggaran wilayah, dan intimidasi nelayan lokal.

B. Kesiapsiagaan Pertahanan Maritim

Peningkatan intensitas kehadiran asing di sekitar Natuna mendorong:

1) Perlunya modernisasi kekuatan laut dan radar pengawasan.

2) Penempatan komponen cadangan dan pendukung berbasis masyarakat pesisir.

3) Pemetaan dan pembinaan potensi lokal sebagai benteng awal pertahanan sipil.

C. Analisis SWOT Potensi Pertahanan Wilayah Maritim

Kekuatan

Kelemahan

Posisi geografis strategis

Belum meratanya literasi bela negara

Dukungan masyarakat lokal

Minimnya infrastruktur digital potensi

Peluang

Ancaman

Kolaborasi dengan akademisi dan industri

Intervensi asing dan ketegangan kawasan

Program Komcad maritim

Perubahan kebijakan negara-negara besar

4. Peran Ditjen Potensi Pertahanan dalam Konteks Konflik

Berdasarkan tugas dan fungsi sesuai Permenhan No. 14 Tahun 2019, Ditjen Pothan berperan dalam:

A. Pembinaan Wilayah Pertahanan Maritim

1) Meningkatkan peran masyarakat pesisir sebagai bagian dari sistem pertahanan semesta.

  1. Melibatkan pemuda, nelayan, dan aparat lokal dalam program pembinaan bela negara.

B. Pengembangan Komponen Cadangan dan Pendukung

1) Merekrut personel cadangan dari wilayah prioritas konflik maritim.

  1. Menyusun skema latihan bersama antara masyarakat lokal dan aparat keamanan.

C. Pemanfaatan Potensi Sumber Daya Nasional

1) Menyusun database SDM dan infrastruktur yang siap dimobilisasi dalam keadaan darurat.

  1. Mengintegrasikan potensi pertahanan dengan sektor maritim, logistik, dan komunikasi.

D. Kolaborasi Lintas Sektor

  1. Berkoordinasi dengan Bakamla, TNI AL, Kemenko Polhukam, dan KKP.

  2. Melibatkan pemerintah daerah dan akademisi dalam desain kebijakan kawasan strategis.

5. Evaluasi dan Tantangan

A. Tantangan Internal Ditjen Pothan

1) Kurangnya digitalisasi potensi wilayah perbatasan laut.

2) Masih minimnya program bela negara khusus berbasis maritim.

3) SDM terbatas di direktorat teknis terkait wilayah konflik.

B. Kesenjangan Koordinasi Antar-Lembaga

1) Lemahnya sinergi antara Ditjen Pothan, Kemendagri, dan pemerintah daerah perbatasan.

2) Belum ada sistem pelaporan terpadu terkait pelanggaran ZEE dan respon masyarakat.

6. Kesimpulan

Konflik Laut China Selatan memiliki dampak strategis terhadap pertahanan negara, khususnya dalam konteks pengelolaan wilayah perbatasan laut seperti Natuna. Ancaman terhadap integritas wilayah dan kedaulatan negara menuntut kesiapan nasional, tidak hanya dari aspek militer, tetapi juga dari sisi potensi pertahanan negara.

Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan memegang peranan penting dalam membangun kesiapsiagaan pertahanan melalui pengembangan komponen cadangan, dan integrasi sumber daya nasional. Namun, agar mampu merespons dinamika kawasan, Ditjen Pothan perlu memperkuat kapasitas kelembagaan dan berinovasi dalam memanfaatkan teknologi dan kolaborasi lintas sektor.

7. Rekomendasi

  1. Optimalisasi pembinaan wilayah berbasis maritim di daerah rawan konflik melalui program bela negara yang disesuaikan konteks lokal.

  2. Digitalisasi data potensi pertahanan di wilayah Natuna dan sekitarnya untuk mendukung respons cepat dan tepat.

  3. Peningkatan kerja sama dengan stakeholder maritim nasional dan internasional, termasuk akademisi dan lembaga riset pertahanan.

  4. Penguatan fungsi komunikasi strategis publik, untuk membangun kesadaran bela negara dan diplomasi pertahanan di masyarakat luas.

Daftar Pustaka

  1. Badan Keamanan Laut Republik Indonesia. (2022). Laporan Tahunan Pengawasan Laut Natuna. Jakarta: Bakamla.

  2. Kementerian Pertahanan RI. (2019). Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 14 Tahun 2019 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kemhan. Jakarta.

  3. Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. (2021). Strategi Nasional Pengamanan Wilayah Maritim. Jakarta.

  4. United Nations. (1982). United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS).

  5. World Bank. (2020). Maritime Trade and Regional Stability in the South China Sea. Washington, DC: World Bank Publications.

  6. Yulianto, E. & Wibisono, A. (2021). Analisis Strategi Pertahanan Maritim Indonesia di Natuna. Jurnal Pertahanan dan Bela Negara, 11(2), 87–105.




Hak Cipta © Kementerian Pertahanan Republik Indonesia