DIRJEN RENHAN: BINROH ISLAM BUKAN SEKEDAR ACARA SEREMONIAL

Kamis, 17 April 2014

00367f46ee3dadd60f735edcb977d355.jpg

Rabu, 3 Oktober 2012 Ditjen Renhan Kemhan menyelenggarakan Binroh Islam yang didahului shalat Dhuha bersama. Acara dilaksanakan di Mushalla Gedung M. Sjafruddin Prawiranegara berlangsung secara sederhana dan khidmat dengan menghadirkan ustadz Drs. Almuzaini, MA.

 

Dirjen Renhan Kemhan Marsda TNI Sunaryo, dalam arahannya menegaskan pentingnya mengedapankan pengamalan-pengamalan ajaran agama secara konsisten. Pelaksanaan Binroh Islam yang didahului shalat Dhuha, hakekatnya implementasi pengamalan ajaran agama yang tidak sekedar bernuansa seremonial tetapi ritual. Ini adalah langkah dan terobosan yang diharapkan shalat Dhuha menjadi pembiasaan positif bagi seluruh anggota, baik sewaktu di kantor maupun di rumah. Jadi Binroh tidak hanya sekedar mendengarkan ceramah tetapi juga melatih diri untuk membiasakan shalat sunnah.

 

Menyinggung korelasi agama terhadap situasi saat ini, Dirjen berpesan agar semua anggota benar-benar memahami pentingnya tiga hal. Pertama senantiasa meningkatkan kedekatan kepada yang Maha Kuasa (ta’abbud). Kedua memelihara toleransi (tasamuh) dengan sesama anak bangsa dan ketiga, senantiasa ta’awun (saling membantu) satu sama lain. Bila ketiga hal ini dapat kita wujudkan dalam kehidupan sehari-hari maka akan tercipta kesejukan, keteduhan dan harmonisan dalam keseharian kita.

 

Sementara itu, ustdaz Drs. Almuzaini, MA. mengawali ceramah agamanya dengan mengutip al-Quran surat Al-Mauun/107: 5) Alladziina hum ’an shalaatihim saahuun…. (yaitu orang-orang yang lalai dalam shalatnya). Ayat tersebut, mengingatkan kepada kita semua untuk memerhatikan pentingnya shalat. Lima waktu dalam sehari semalam manusia diwajibkan untuk menunaikannya tanpa terkecuali. Dalam waktu-waktu tersebut bagi yang tidak pandai mengelola tentu banyak alasan untuk melupakan dan atau bahkan meninggalkannya, dan ini sangat fatal akibatnya di hadapan Allah SWT. Sebaliknya, keahlian memenej adalah keberuntungan yang besar, sebagaimana dijanjikan Allah dalam surat al-Baqarah/2: 5 yang artinya ”Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka dan merekalah orang-orang yang beruntung”.

 

Inti dari ceramah ini menguraikan tiga kunci keutamaan hidup manusia agar diridhai dunia dan akhirat yaitu : Shalat, jihad dan berbakti kepada orangtua (birrul walidain). Pertama, shalat sebagai fardlu ain (kewajiban individu) kepada sang khaliq sehingga tidak ada alasan untuk meninggalkannya, terkecuali memang nash melarangnya seperti bagi kaum perempuan. Bagi kaum laki-laki sampai titik tertentu secara fisik tidak mampu, maka dilaksanakan dengan isyarat. Hal ini menunjukkan pentingnya shalat sebagai ”laporan rutin” dari makhluk (ciptaan) kepada sang Khaliq (Pencipta), jelas ustadz yang berdinas di Kementerian Agama itu. Dalam prakteknya, ada tiga kelalaian manusia dalam shalat, urainya. Pertama lalai waktunya yaitu orang yang sering menunda-nunda sehingga melupakannya. Kedua, lalai syariatnya (syarat dan rukunnya) yaitu orang yang sengaja tidak mau belajar ketentuan-ketentuan agar sah dan benar dalam shalatnya, dan ketiga, lalai dalam kaifiyatnya (tata caranya), yaitu orang yang mengerjakan shalat tetapi menyimpang dari yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.

 

Kedua, jihad (berjuang) sebagai ikhtiar menyempurnakan pengabdian kepada Allah SWT. Sebagai Mukmin yang yakin akan hadirnya Allah, maka dalam melengkapi tugasnya manusia harus berjihad. Konotasi jihad dalam bahasa al-Qur’an sangat jauh dan berbeda dengan yang banyak disalahfahami dan dipraktekkan oleh saudara-saudara kita akhir-akhir ini yang identik dengan bom, syahid, anarkis dan lain-lain. Konteks jihad pada masa Rasululah dan saat ini jelas berbeda. Rasul berjihad dalam rangka menebar kedamaian dari tindakan ketidakadilan dan upaya-upaya aneksasi suatu negeri penguasa atas hak-hak asasi anak bangsa. Di suatu negeri yang sudah damai saat ini, konteks berjihad lebih tepat dimaknai berjuang untuk memberikan yang terbaik bagi keluarga, masyarakat dan lingkungan dalam bingkai ridha Allah SWT.

 

Ketiga, lanjutnya, Birrul Walidain (berbakti kepada orangtua). Ilustrasi seorang anak yang ingin menunjukkan baktinya kepada sang ibu perlu diteladani. Ketika sang ibu sudah pada kondisi uzur, anak berkhidmat untuk menunaikan ibadah bersama di Tanah Suci. Dengan bersusah payah agar dapat sempurna ibadahnya, maka tidak dirasakan bagaimana beratnya harus menggendong sang ibunda tercinta. Si anak menganggap bahwa apa yang dilakukannya itu tetap tidak sebanding dengan apa yang sudah dikorbankan sang ibu kepada dirinya. Inilah teladan baik bagi kita semua. Karena kita pasti pernah berposisi sebagai anak, demikian pesan ustadz dengan bahasanya yang segar.

Admin




Hak Cipta © Kementerian Pertahanan Republik Indonesia