Pidato Menhan Pada Peluncuran Pusat Riset Perbatasan Unhan

Jumat, 27 April 2012

d169500c40a47ac9353c0dce50e40abaPidato pembukaan Menhan pada saat peluncuran Pusat Riset Pertahanan Perbatasan (CDBR) Unhan pada tanggal 23 Februari 2011 di Gedung Urip Sumohardjo di nilai memiliki arti strategis bagi pengembangan dan pembangunan wilayah perbatasan ke depan karena itu, kami muatkan disini, semoga bermakna;

Assalamu Alaikum Wr,Wb

Sebagaimana kita pahami bersama keamanan wilayah perbatasan merupakan barometer penting bagi kemampuan suatu negara mempertahankan kedaulatan dalam wilayah teritorialnya.Dalam batas kedaulatan territorial inilah negara dapat menjamin hak atas pemanfaatan sumber daya dalam kepastian hukum bagi masyarakat yang hidup di dalamnya. Namun mencermati persoalan-persoalan wilayah perbatasan Indonesia terlihat cukup banyak permasalahan yang belum tertangani dengan baik.

Dalam konstek tersebut, kegiatan yang kita laksanakan hari ini penting maknanya, dalam upaya mencari solusi dari permasalahan perbatasan. Seluruh rangkaian kegiatan ini mengawali sebuah diskusi panjang dan studi berkelanjutan yang akan dilakukan oleh Unhan melalui sebuah lembaga kajian perbatasan yang disebut dengan Center for Defense Boundary Research (CDBR) yang kita resmikan pembentukannya hari ini bersama dengan peluncuran Jurnal Pertahanan, penanda tanganan MOU serta seminar.

Seminar dan diskusi seperti ini sangat banyak diselenggarakan dan sudah sejak lama berlangsung. Isu-isu sentral dalam diskusi perbatasan seperti persoalan pulau Sipadan dan Ligitan, persoalan-persolan perbatasan darat dengan berbagai dinamika perkembangannya, serta persoalan blok Ambalat yang belum lama ini mengemuka dalam perbincangan public, seolah-olah tak kunjung habis untuk didiskusikan dan diperdebatkan.

Sayangnya, secara jujur harus kita akui bahwa masih banyak persolan perbatasan yang butuh pemikiran lebih keras dan tindak nyata. Makannya, momentum diskusi-diskusi seperti ini tidak boleh terhenti, harus terus kita hidupkan dan bahkan diperluas, sampai ahirnya persoalan-persoalan tersebut benar-benar bisa tertangani dengan baik.

Dulu sering diutarakan bahwa salah satu persoalan pokok penanganan perbatasan adalah persoalan kebijakan. Tidak adanya lembaga khusus yang menangani persoalan perbatasan, terumata lembaga yang mampu merumuskan kebijakan yang konprehensif dipandang sebagai salah satu inti persoalannya. Ada yang mengatakan bahwa kebijakan yang dirumuskan terlalu sempit/sektoral, sehingga overlapping bahkan conflicting dengan sector lain, namun sebaliknya ada pula yang mengatakan bahwa kebijakan justru terlalu luas tapi tidak jelas prioritasnya sehingga tidak realistis. Pemikiran-pemikiran seperti inilah kemudian mendorong lahirnya BNPP ( Badan nasional Penanganan Perbatasan), dengan harapan persoalan-persoalan pada level kebijakan ini biasa diatasi.

Yang juga perlu kita pahami adalah bahwa persoalan pada tataran kebijakan, seringkali juga diperberat oleh minimnya stratagi yang efektif pada tataran operasional atau tataran implementasi. Peraturan perundangan undangan dan kebijakan yang ada belum sepenuhnya dijabarkan kedalam strategi yang jelas.

Mungkin dengan kebijakan politik yang sektoral, tumpang tindih bahkan berkonflik, terus berlanjut dan berpengaruh pada strategi penjabarannya. Sehingga program-program operasional pun tidak menghasilkan output atau dampak yang signifikan terhadap persoalan-persoalan yang ada. Namun dengan kehadiran BNPP, dan artinya dengan berkurangnya persoalan pada tataran kebijakan, diharapkan pada tataran strategi operasional atau implementasinya bisa menjadi lebih efektif.

Satu hal lagi yang juga tidak kalah pentingnya adalah kerjasama dan koordinasi yang baik di lapangan. Meskipun sudah ada kebijakan yang konprehensif, sudah ada execution plan ( rencana aksi) yang jelas dan rinci, tapi kalau kerjasama di lapangan diantara semua stakeholders yang menjalankannya tidak terjali dengan baik, maka kebijakan dan rencana yang baik tersebut juga tidak akan begitu efektif. Namun demikian, saya cukup optimis dengan kerjasama di lapangan ini, dari pengalaman kita selama ini, kerjasama pada level individu, antara sipil dan militer misalnya berjalan dengan sangat baik.

Kalau dibandingkan ketiga level persoalan yang saya kemukakan tadi, nampaknya titik lemahnya mulai dari level kebijakan kepada level strategi operasional. Bila kita mencermati literature-literatur tentang kerjasama inter agency dalam persoalan-persoalan keamanan nasional, misalnya sebagaimana yang disampaikan oleh Catherine Dale pada tahun 2006 dalam tulisannya yang berjudul “ Why Govermment Agencies Don’t Cooperate and How to Fix the Problems” ternyata kelemahan pada tataran kedua ini ( tataran operasional) merupakan fenomena yang umum ditemukan. Bahkan ini terjadi di negara maju seperti Amerika Serikat sekalipun, dimana inter-agency system reform ( reformasi system inter-agency) sudah menjadi topik utama dalam reformasi system keamanan sejak beberapa decade terakhir ini, terutama bagaimana meningkatkan sinergitas dalam ( dan antara) national security, dan homeland security.

Salah satu lesson-learned yang mungkin dapat kita ambil dari reformasi system interagency di USA adalah bahwa upaya tersebut harus dibarengi dengan system pendidikan yang mendukung. Menurut Catherine Dale, salah satu penyebab lemahnya interagency pada tataran operasional adalah tidak adanya shared body of knowledge diantara stake holders yang terkait.

Agaknya itu juga yang menjadi alasan penting mengapa pada tahun 2007 presiden G.W. Bush Jr, meluncurkan sebuah program yang disebut NSPD (National Security Professional Development). NSPD tersebut dilaksanakan dengan tiga pilar, yaiut; pilar pendidikan, pilar pelatihan dan pilar pengalaman (tour of duty). Pilar pendidikan di laksanakan dalam bentuk pendidikan secara intensif di NDU ( National Defense University) yang berkolaborasi dengan dua lembaga pendidikan lainnya, yaitu FSI (Foreign Service Institute) dan NIU ( National Intelligence University), yang diikuti oleh lebih dari 20.000. peserta dari berbagai instnasi sipil dan militer pada tahun 2007-2008.

Pendidikan yang dilaksanakan di Unhan, secara substansial memiliki semangat yang mirip dengan apa yang dilaksanakan di NSPD, dimana kita mencoba mengidentifikasi berbagai aspek atau isu dalam pertahanan ( dan keamanan nasional) dan mencoba mengkaji feasibility-nya untuk dipelajari secara mendalam dalam sebuah program studi. Semangatnya adalah, bagaimana menciptakan atau membangun shared body of knowledge pada tiap aspek tersebut di kalangan sipil dan militer. Oleh karenanya, tidak menutup kemungkinan suatu saat nanti bahwa persoalan-persoalan perbatasan ini bisa diangkat menjadi Prodi.

Untuk menutup sambutan ini, saya ingin menyampaikan, saya menaruh harapan besar bahwa rangkaian kegiatan kita hari ini, khususnya dalam seminar, akan mampu mengungkap dan mengupas banyak persoalan, banyak ide, pemikiran dan inovasi yang dapat kita kembangkan ke depan, terutama dalam menggiatkan kajian dalam masalah perbatasan, demi mempercepat penuntasan segala persoalan perbatasan tersebut.

Demikian saja sambutan singkat saya, selamat melaksanakan seminar. Wabillahi Taufik Walhidayah. Wassalamu alaikum wrWb.

Jakarta, 23 Februari 2011

Menteri Pertahanan

Purnomo Yusgiantoro




Hak Cipta © Kementerian Pertahanan Republik Indonesia