Kekuatan Pertahanan Indonesia Diperhitungkan dan Disegani di Kawasan Asia Pasifik

Selasa, 7 Oktober 2014

Surabaya, 7 Oktober 2014 – Hari ini Selasa tanggal 7 Oktober 2014 dalam Upacara Peringatan Hari Ulang Tahun TNI Ke-69 di Koarmatim Surabaya, TNI menggelar dan mendemonstrasikan kemampuan seluruh jenis Alutsista baru yang diadakan dalam kurun waktu lima tahun terakhir mulai tahun 2010 sampai dengan 2014. Dengan kekuatan Alutsista yang dimiliki TNI saat ini, Indonesia memiliki kekuatan pertahanan yang diperhitungkan dan disegani negara-negara di kawasan Asia Pasifik.

Alutsista yang didemonstrasikan pada upacara tersebut terdiri dari Alutsista matra udara, matra laut dan matra darat. Alutsista matra udara yang ambil bagian pada demonstrasi kemampuan meliputi Pesawat T-50i, Pesawat Sukhoi SU-30 MK2, Pesawat F-16, Pesawat Super Tucano, Pesawat Hercules C-130H, Helikopter Full Combat SAR Mission, Pesawat G-120TP GROB dan PSU Oerlikon GDF-009. Untuk matra laut meliputi Multi Role Light Frigates (MRLF), Kapal Perusak Kawal Rudal (PKR), Degaussing Korvet Sigma Class, MLM KRI Kelas Korvet, Kapal Bantu Hydro Oceanografi, Kapal Landing Platform Dock (LPD), Kapal Layar Latih, Heli AKS (Panther), Tank Amfibi BMP-3F, Panser Amfibi BTR 4 dan MLRS kal 122 mm.

Sementara itu, Alutsista matra darat yang digelar dalam parade dan defile meliputi Main Battle Tank (MBT) Leopard, Tank Marder, Multi Launch Rocket System (MLRS) Astros II, Meriam Caesar 155/52-Calibre, Rudal Arhanud (Vshorad) Mistral dan Rudal Arhanud (Shorad) Starstreak, Heli Serang Fennec, Heli Serang Apache, Helikopter Mi-17 dan Helikopter Mi-35.

Selain Alutsista buatan luar negeri, juga digelar Alutsista buatan industri dalam negeri yang meliputi matra darat yaitu Panser (6×6)/Anoa, Heli Serbu Bell 412EP dan Rantis ¾ Ton. Untuk matra laut yaitu Pesawat CN-235 MPA, Kapal KCR Type 40, Kapal KCR Type 60, Kapal Angkut Tank, Kapal Landing Craft Ultility (LCU), Kapal Landing Craft Vehicles Personnel (LCVP), Truck 2 ½ Ton, Kapal Patroli 28 M, Combat Boat, Sea Raider dan Kapal Bantu Minyak Cair (BCM). Sedangkan matra udara yaitu Pesawat CN-235 MPA, Pesawat CN-295, Pesawat NAS-332 Tactical Transport, Pesawat C-212-200, Helikopter NAS-332, Pesawat Tanpa Awak (UAV) “Wulung” serta Tank AMX-13/Retrofit.

Proses pengadaan Alutsista tersebut menggunakan pendekatan bottom up dengan mengutamakan kepentingan operasional satuan pengguna di jajaran TNI AD, TNI AL dan TNI AU. Untuk meyakinkan bahwa Alutsista tersebut memenuhi prinsip-prinsip doktrin Tri Matra terpadu, Markas Besar TNI melakukan uji Interoperabilitas dalam proses pengadaan Alutsista.

Alutsista TNI tersebut diadakan selama Renstra I 2010-2014 dengan menggunakan anggaran sebesar 122 Trilyun Rupiah, yang 19 Trilyun diantaranya diserap oleh industri pertahanan dalam negeri. Prinsip-prinsip akuntabilitas menjadi perhatian utama selama proses perencanaan dan pelaksanaan pengadaan yang dilakukan secara berjenjang dari satuan pengguna sampai dengan Kementerian Pertahanan.

Pengadaan Alutsista TNI, dilakukan secara transparan dan akuntabel melalui proses yang berjenjang dengan mekanisme bottom up. Proses dimaksud dimulai dari kajian teknis dan taktis oleh satuan pengguna, dalam hal ini ketiga angkatan dengan mempertimbangkan faktor kondisi geografis, postur prajurit yang mengawaki dan kesesuaian doktrin.

Proses administrasi pengadaan Alutsista dilakukan di Kementerian Pertahanan yang melibatkan personel Mabes Angkatan terkait, Mabes TNI, Bappenas, Kementerian Keuangan dan Kemhan. Pada tahap ini, pertimbangan yang digunakan antara lain kemampuan calon negara/pabrikan pembuat Alutsista, ketersediaan anggaran, dan faktor-faktor lainnya yang berkaitan dengan aspek strategis. Dengan terlampauinya seluruh tahapan dengan persetujuan DPR RI, kontrak pengadaan Alutsista pun dapat dilaksanakan secara efektif.

Untuk menjamin akuntabilitas dan transparansi serta sebagai bentuk pertanggung- jawaban penggunaan anggaran, setiap pengadaan Alutsista TNI mendapat pengawasan yang ketat baik secara internal maupun eksternal. Pengawasan internal pemerintah dilakukan oleh High Level Committe (HLC) dan Tim Konsultasi Pencegahan Penyimpangan Pengadaan Barang dan Jasa (TKP3B) yang meliputi BPKP, LKPP, Itjen Kemhan, Mabes TNI dan Angkatan. Pengawasan internal pemerintah juga dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan, sedangkan untuk pengawasan eksternal dilakukan oleh DPR sebagai perwakilan rakyat.

Dengan mengacu pada Undang-Undang RI Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan, pengadaan Altutsista TNI diprioritas dari dalam negeri. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan kemampuan industri pertahanan dalam negeri baik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun Badan Usaha Milik Swasta (BUMS). Pengadaan Alutsista luar negeri dilakukan dengan persyaratan yang ketat, yaitu adanya Transfer of Technology (ToT) dengan memuat kandungan lokal minimal 35 persen.

Terobosan telah dilakukan dalam proses pengadaan Alutsista yaitu tanpa melalui pihak ketiga/perantara. Proses pengadaan dilakukan secara langsung dengan mekanisme dari Pemerintah ke Pabrikan atau dengan mekanisme Pemerintah ke Pemerintah (G to G). Dengan langkah terobosan ini, pengadaan Alutsista menjadi lebih efisien sehingga target pembangunan kekuatan TNI dapat dicapai, bahkan dilampaui. Hingga saat ini, pembangunan kekuatan pertahanan yang dicanangkan mencapai 30 persen dari kekuatan pokok, ternyata dapat direalisasikan sebesar 40 persen dari kekuatan pokok.

Modernisasi Alutsista TNI merupakan salah satu aspek dari kebijakan pembangunan kekuatan pertahanan yang juga mencakup tiga aspek lainnya, yaitu pembangunan kemampuan/profesionalitas sumber daya manusia; pembangunan sistem kelembagaan dengan menyusun organisasi yang solid; serta peningkatan kesejahteraan prajurit TNI.

Diharapkan dalam dua tahap perencanaan strategis mendatang, pembangunan kekuatan pokok pertahanan akan mencapai 100 persen.

Demikian Siaran Pers Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan.




Hak Cipta © Kementerian Pertahanan Republik Indonesia