Menjadi Inisiator Bela Negara Dunia Menhan Ajak Ulama Bekerja Sama

Selasa, 26 Juli 2016

tmp_9303-649231MENHAN-DI-RUMAH-HABIB-ok737664311

Pekalongan Menjadi inisiator bela negara dunia, Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu mengajak ulama dan umaro bekerja sama untuk menangkal potensi ancaman negara yang nyata seperti terorisme dan radikalisme ataupun tidak nyata seperti kejahatan siber. Kerja sama itu salah satunya, dengan mengedepankan konsep bela negara yang mendesak untuk ditanamkan pada seluruh unsur bangsa.

Hal itu dikatakan Menhan pada acara ramah tamah dengan KH Habib Muhammad Luthfi bin Yahya di Pekalongan, Jawa Tengah, Selasa (26/7), menjelang Pembukaan Konferensi Ulama Internasional Thariqoh Tahun 2016 yang dihadiri sejumlah negara.

Ancaman terorisme dan radikalisme, sebagai salah satu ancaman yang nyata maupun penistaan agama yang mengganggu keutuhan negara dan dapat berkembang menjadi teror bagi bangsa dan negara.

Karenanya Menhan menghimbau para ulama negara-negara sahabat untuk bersatu dan menjaga Islam agar tidak disalahgunakan oleh kelompok yang mengatasnamakan Islam tapi perbuatannya menyimpang. Karena dalam Islampun sudah diatur mengenai konsep bela negara, sebagai perwujudan ukhuwah yang sangat mendukung paham kebangsaan serta tidak bertentangan dengan Alquran dan alhadist bahkan inklusif.

Lebih lanjut Menhan mengatakan bahwa, bela negara bukan hanya untuk pertahanan tetapi harus dilaksanakan oleh semua rakyat, sebagi bentuk cinta tanah air yang telah dicontohkan nabi, dimana sebagai hadits nabi, cinta tanah air adalah sebagian dari iman.

Semua potensi ancaman pada negara yang nyata seperti terorisme dan radikalisme ataupun tidak nyata seperti kejahatan siber, harus ditindak tegas. Untuk itu, ulama dan umaro harus bekerja sama dalam menanggulanginya. Kerjasama itu, salah satunya, dengan mengedepankan konsep bela negara, yang mendesak untuk ditanamkan pada seluruh unsur bangsa.

Dirjen Renhan Kemhan Buka Konferensi

Dirjen Renhan Kemhan Marsda TNI M. Syaugi, S.Sos, MM, mewakili Menhan, membuka Konferensi Ulama Internasional Thariqoh Tahun 2016, bertemakan “Bela Negara Konsepsi dan Urgensinya Dalam Islam”, di Gedung HA Djunaid Convention Center, Pekalongan, Jawa Tengah, mulai tanggal 27 sampai 29 Juli 2016, yang dihadiri sejumlah negara-negara sahabat.

Menhan dalamtmp_9303-505181dirjen-renhan-pekalongan-849772272 sambutan tertulis yang disampaikan Dirjen Renhan mengatakan, upaya bela negara selain sebagai kewajiban dasar manusia juga merupakan kehormatan bagi setiap warga negara yang dilaksanakan dengan penuh kesadaran, tanggung jawab, dan rela berkorban dalam pengabdian kepada negara dan bangsa. Kewajiban seluruh elemen bangsa untuk melakukan bela negara tentu harus diimplementasikan dalam kerja-kerja yang konkret, sistematis dan berkelanjutan.

Kewajiban ini tidak sekedar menjadi kewajiban kenegaraan yang bersifat profane, melainkan juga menjadi kewajiban agama yang bersifat sakral. Setiap elemen bangsa sudah semestinya mengabdikan dirinya untuk mempertahankan kedaulatan dan kejayaan negaranya, karena dengan cara itulah kehidupan yang berkualitas bisa dinikmati semua individu sebagai sarana menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.

Dalam konteks hubungan antar negara, kedaulatan dan kesejahteraan suatu negara jelas akan memberikan sumbangsih yang sangat besar dalam mewujudkan harmoni dan perdamaian semesta. Sesama negara tidak sepatutnya saling mencampuri urusan negara lain, apalagi menguasainya secara sewenang-wenang, sebaliknya diantara negara-negara tersebut terbangun kerjasama, solidaritas, saling memperkuat dan saling melindungi hak-hak dasar kemanusiaan dari masing-masing negara dan bangsa tersebut.

Penyelenggaraan Konferensi Ulama Internasional Thariqoh hasil kerja sama Kemhan dengan Jam’iyah Ahlith Thoriqoh Al-Mu’tabaroh, merupakan tindak lanjut dari Konferensi Ulama Thariqh yang diikuti oleh 7 negara yakni Mesir, Amerika Serikat, Syria, Yordania, Maroko, Sudan dan Turki pada 15 Januari 2016 di Pekalongan, Jawa Tengah, menghasilkan sembilan kesepakatan, yang salah satunya menjadikan Indonesia sebagai penyelenggara Konferensi Ulama Internasional.

Implementasi dari kesepakatan tersebut, sejumlah negara peserta selain Indonesia sebagai tuan rumah, yang menghadiri Konferensi Ulama Internasional Tahun 2016 yakni Syria, Lebanon, Iraq, Sudan, Checnya, Inggris, India, Yaman, Malaysia, Bangladesh, Yordania, Palestina, Tunisia, Perancis, Thailand, Jepang, Spanyol, Kenya, Uni Emirat Arab, Ghana, Bahrain, Maroko, Kuwait, Libya, Brazil, Pakistan, Australia, Singapura, Amerika Serikat, Cina dan Aljazair.

Sementara sasaran yang ingin dicapai dari Konferensi Ulama Internasional ini, dapat memberikan manfaat dalam konteks hubungan antar negara, terbangunnya solidaritas serta memberikan sumbangsih pikiran kepada negara peserta untuk membela negaranya dari ancaman yang berasal dari dalam maupun luar negeri, dan siap menjadi komponen daya tangkal bangsa dalam mendukung pertahanan negara, termasuk menolak adanya terorisme, radikalisme maupun ekstrimisme yang mengatasnamakan agama.

Materi yang disampaikan selama konferensi antara lain, Pandangan Islam Mengenai Pentingnya Peran Militer dan Kepolisian Dalam Bela Negara dan Membangun Bangsa, Peran Umara’ Dalam Melindungi Tanah Air dan Mewujudkan Cita-Cita Bangsa, Meluruskan Makna Jihad Fi Sabilillah, Melipatgandakan Rasa Memiliki dan Mencintai Negara, Relasi Agama dan Negara Yang Rahmatan Lil ‘alamin, Persatuan dan Resolusi Konflik Antar Umat Muslim dan Non-Muslim Dalam Bingkai Negara, Membendung Pemikiran dan Gerakan Ekstrimisme, Peran Media Informasi Keagamaan dalam Membangun kesadaran dan Budaya Bangsa.

Sedangkan Pembicara yang dihadirkan diantaranya, Gubernur Nusa Tenggara Barat, KH Habib Muhammad Luthfi Ali bin Yahya dari Indonesia, Dr. Syaikh Muhammad Adnan Al-Afiyuni dari Syria, Prof. Dr. Syaikh Ahmad At-Thayyib dari Mesir, dan Syaikh Abdul Fattah Shalih Quddaisy Al-Yafi’I dari Yaman. irkan diantaranya, Gubernur Nusa Tenggara Barat, KH Habib Muhammad Luthfi Ali bin Yahya dari Indonesia, Dr. Syaikh Muhammad Adnan Al-Afiyuni dari Syria, Prof. Dr. Syaikh Ahmad At-Thayyib dari Mesir, dan Syaikh Abdul Fattah Shalih Quddaisy Al-Yafi’I dari Yaman.  (Bnd/Raf)




Hak Cipta © Kementerian Pertahanan Republik Indonesia