Menhan: Program Bela Negara Bukan Wajib Militer, Namun Untuk Bentuk Karakter dan Kepribadian Bangsa

Kamis, 24 November 2016

JakartaDSC_4631 – Menteri Pertahanan menegaskan kembali bahwa program Bela Negara yang merupakan program prioritas Kementerian Pertahanan bukanlah wajib militer, namun dimaksudkan untuk membetuk karakter dan kepribadian bangsa Indonesia sehingga dapat mengaktualisasikan diri dan hatinya untuk membela negara.

Penegasan tersebut disampaikan Menhan Ryamizard Ryacudu saat menjadi Narasumber pada Acara Talk Show “Sudut Istana” di Studio TVRI, Jakarta, Rabu (23/11). Selain menjelaskan tentang program Bela Negara, Menhan juga menjelaskan beberapa kebijakan prioritas Kemhan yakni kebijakan pengelolaan wilayah pertahanan di perbatasan, pengembangan industri pertahanan dalam negeri dan hubungan kerjasama pertahanan dengan negara sahabat.

“Ujung dari Bela Negara adalah bagaimana mencintai negaranya. Dengan mencintai negaranya, dia siap berkorban untuk bangsa dan negaranya”, kata Menhan.

Lebih lanjut Menhan menjelaskan bahwa cinta terhadap tanah air dan negara tidak begitu saja lahir. Namun kecintaan itu lahir terlebih dahulu dimulai dengan adanya rasa bangga sebagai bangsa Indonesia yang merupakan bangsa pejuang. Sedangkan kebanggaan tersebut bisa ada karena mengerti dan memahami bagaimana sejarah bangsa dan negara Indonesia.

“Jadi dia mengerti, dia bangga kepada bangsa dan negaranya, dia cinta dan kemudian siap berkorban untuk bangsa dan negaranya”, jelasnya.

Bangsa Indonesia harus memahami bahwa Indonesia memiliki sejarah perjuangan yang sangat panjang . Dulu bangsa Indonesia melakukan perjuangan selama berapa ratus tahun, dilanjutkan dengan sumpah pemuda dan kemudian berjuang merebut kemerdekaan sendiri.

“Bangsa Indonesia bangsa pejuang, kita merebut kemerdekaan itu berjuang. Itu membuat bangsa Indonesia bangga sebagai bangsa pejuang dan kebanggaan tersebut perlu ditanamkan sejak kecil”, tambahnya.

Dikatakan Menhan bahwa program bela negara sangat sejalan dengan konsep pertahanan rakyat semesta yang dibagi menjadi dua yaitu pertahanan fisik dan non fisik. Untuk pertahanan fisik contohnya adalah menghadapi ancaman perang yang merupakan ancaman belum nyata, sedangkan non fisik salah satu contohnya adalah menghadapi ancaman paham-paham radikal yang merupakan ancaman nyata.

“Ancaman perang merupakan ancaman belum nyata, karena negara – negara di kawasan sudah mempunyai komitmen bersama apabila ada masalah maka diselesaikan dengan solusi damai, bukan dengan kekuatan bersenjata”, ungkap Menhan.(BDI/JUL)




Hak Cipta © Kementerian Pertahanan Republik Indonesia