TANGGAPAN TERHADAP UNDANG-UNDANG NO.3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN RI

Senin, 14 Mei 2012

Oleh : Drs. Sahat M. Sinaga, Apt, MM)*

PENDAHULUAN

1. Umum.

a. Undang-undang Pertahanan yang baru Nomor 3 Tahun 2002 telah diundangkan pada tanggal 8 Januari 2002. Undang-undang ini adalah sebagai pengganti Undang-undang Pertahanan Keamanan Nomor 20 tahun 1982 yang telah diubah dengan undang-undang nomor 1 tahun 1988. Penggantian atau penyempurnaan ini disebabkan perubahan ketatanegaraan Republik Indonesia dan perubahan kelembagaan Tentara Nasional Indonesia. Gunanya antara lain lebih memperjelas status combatant dan non combatant dan untuk memperjelas peran Polri yang pada undang-undang lama masih bernaung dibawah ABRI.

b. Setelah penulis membaca & memperhatikan undang-undang nomor 3 tersebut terlihat adanya beberapa ketidak mantikan penulisan ataupun duplikasi arti dari suatu kata yang dapat membuat perbedaan interpretasi terhadap undang-undang tersebut.

c. Pada dasarnya undang-undang adalah produk hukum dengan strata tinggi, yang selanjutnya akan digunakan sebagai acuan untuk membuat aturan pelaksanaan. Jadi seyogyanya penulisan undang-undang perlu mengikuti kaidah-kaidah penulisan yaitu antara lain sederhana, jelas tidak memberi peluang untuk perbedaan interpretasi. Untuk membahas hal-hal seperti tersebut diatas dirasa perlu membuat tulisan ini.

2. Maksud dan Tujuan.

a. Maksud. Tulisan ini dimaksudkan untuk memperjelas pemahaman tentang isi Undang-undang Pertahanan Nomor 3 Tahun 2002.

b. Tujuan. Tujuan tulisan ini adalah sebagai bahan masukan bagi pimpinan dan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan lebih lanjut.

3. Ruang lingkup dan Tata urut.

Tulisan ini terbatas membahas undang-undang Pertahanan Nomor 3 Tahun 2002 dari segi redaksional dan definisi, tanpa menanggapi esensi isi undang-undang. Tata urut tulisan adalah sebagai berikut :

a. Pendahuluan.

b. Hal-hal yang diamati & pembahasannya.

c. Kesimpulan dan saran.

d. Penutup.

4. Pengertian-pengertian

a. Pertahanan menurut kamus besar Indonesia terbitan Balai Pustaka tahun 1989 adalah :

1) Perihal bertahan (mempertahankan).

2) Pembelaan (negara dsb).

3) Kubu atau benteng (yang dipakai untuk membela diri atau menangkis serangan).

b. Pertahanan nasional menurut kamus besar bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka tahun 1989 adalah :

1) Segala usaha untuk mencegah dan menangkis lawan, melindungi dan membela kepentingan nasional terhadap segala macam paksaan dengan kekerasan dan serangan dari pihak lain.

2) Kekuatan, kemampuan, daya tahan, dan keuletan yang menjadi tujuan suatu bangsa untuk menghadapi tantangan, ancaman, hambatan, dan gangguan yang datang dari luar ataupun dari dalam, yang secara langsung atau tidak langsung membahayakan kelangsungan hidup bangsa dan negara.

c. Pertahanan negara menurut penulis sebaiknya adalah kesiapan negara untuk menghadapi ancaman yang berbentukkekerasan terhadap kedaulatan negara, disintegrasi dan keselamatan bangsa.

d. TNI adalah singkatan dari Tentara Nasional Indonesia.

e. Polri adalah singkatan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia.

HAL-HAL YANG DIAMATI DAN PEMBAHASAN

5. Dari segi defenisi (pengertian) pertahanan.

a. Dari segi pengertian atau makna pertahanan pada Undang-undang No.3 tahun 2002 terlihat adanya dua pengertian yang berbeda. Disatu pihak pada pasal 6 makna pertahanan meliputi semua gatra (IPOLEKSOSBUDMIL). Pasal 6 tertulis “Pertahanan negara diselenggarakan melalui usaha membina daya kemampuan, daya tangkal negara dan bangsa, serta menanggulangi setiap ancaman.” Dipihak lain pasal pasal 25 ayat (2) dan pasal 7 ayat (3) makna pertahanan hanaya berkaitan dengan militer. Pasal 25 ayat (2) tertulis “Pembinaan pertahanan negara ditujukan untuk membangun, memelihara, mengembangkan, dan menggunakan Tentara Nasional Indonesia serta komponen pertahanan lainnya”. Pasal 7 ayat (3) tertulis “Sistem pertahanan negara dalam menghadapi ancaman nonmiliter menenpatkan lembaga pemerintah di luar bidang pertahanan sebagai unsur utama, sesuai dengan bentuk dan sifat ancaman yang dihadapi dengan didukung oleh unsur-unsur lain dari kekuatan bangsa”.

b. Adanya dua arti yang berbeda ini dapat membuat perbedaan pengertian/pemahaman bagi pembaca. Seyogyanya (lazimnya) produk-produk hukum harus menghindari adanya dualisme pengertian, untuk mencegah interprestasi yang berbeda. Menurut pendapat penulis, sebaiknya makna pertahanan hanya dikaitkan dengan gatra militer (dan perkuatannya). Hal ini akan sinkron dengan makna yang tersirat dalam tugas-tugas Departemen Pertahanan (Sesuai Keputusan Menteri Pertahanan Nomor KEP/19/M/XII/2000 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertahanan) dan sesuai dengan salah satu makna pertahanan yang tertulis dalam kamus besar bahasa Indonesia. Lagi pula, mengaitkan makna pertahanan dengan semua gatra (IPOLEKSOSBUDMIL) kurang memberi manfaat. Misal ada ancaman pihak lain terhadap ekonomi nasional (Gatra Ekonomi) dengan memproteksi produk-produk Indonesia. Sepanjang itu dilakukan dengan aturan-aturan yang berlaku secara internasional kita tetap tidak dapat melakukan apa-apa selain melakukan pendekatan atau negosiasi. Dan memang hal seperti itu dapat terjadi setiap saat. Dilain pihak semua institusi di bidang ekonomi senantiasa harus mengantisipasi hal-hal seperti itu. Demikian pula ancaman terhadap gatra-gatra lainnya sudah secara otomatis ditangani oleh institusi yang membidanginya, karena itu termasuk tugas pokoknya. Oleh sebab itu pengertian pertahanan sebenarnya tidak perlu mencakup semua gatra, cukup dibatasi pada gatra militer. Dengan demikian isi undang-undang pertahanan akan menjadi lebih sederhana dan mudah dipahami, tanpa mengurangi kesiapan negara kita menghadapi setiap bentuk ancaman.

c. Apabila pendapat penulis tentang makna pertahanan negara tidak dapat diterima, maka perlu ada kejelasan kembali tentang tugas Departemen Pertahanan agar tidak bertentangan dengan makna pertahanan negara. Setidaknya ada diktum yang menjelaskan perbedaan makna tersebut.

6. Dari segi redaksional.

a. Umum. Pada dasarnya produk-produk hukum disusun dengan kalimat yang sederhana, mempunyai arti yang jelas dan tidak mempunyai duplikasi pengertian. Meskipun dikatakan sederhana, adakalanya kalimat tersebut harus panjang untuk mencegah terjadinya duplikasi pengertian. Namun bila dengan kalimat yang sederhana sudah memberikan arti yang jelas, sebaiknya tidak diperpanjang atau ditambah lagi, karena dapat memudarkan arti seperti yang diharapkan. Undang-undang sebagai produk hukum yang tingkatannya cukup tinggi karena akan menjadi acuan bagi peraturan atau produk-produk hukum dibawahnya semestinya harus tersusun dengan baik, termasuk segi tata tulis atau redaksional. Dalam undang-undang ini terliahat beberapa kesalahan redaksional seperti diuraikan berikut.

b. Pasal 1 ayat 4 tertulis “Pengelolaan pertahanan negara adalah segala kegiatan pada tingkat strategi dan kebijakan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan pengawasan, dan pengendalian pertahanan negara”. Dalam ayat 4 ini arti “pada tingkat strategis” tidak jelas, sehingga dapat mengakibatkan interprestasi yang berbeda-beda. Juga bila diperhatikan, kalimat dalam ayat 4 tersebut tidak sinkron dengan pasal 1 ayat 3 yang berbunyi ” Penyelenggaraan pertahanan negara adalah segala kegiatan untuk melaksanakan kebijakan pertahanan negara”. Sebaiknya ayat 4 berbunyi “Pengelolaan pertahanan negara adalah segala kegiatan untuk menyusun kebijakan pertahanan negara, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pengendalian pertahanan negara.”

c. Pasal 1 ayat 5 tertulis “Komponen utama adalah Tentara Nasional Indonesia yang siap digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas pertahanan. Dalam ayat ini menurut pendapat penulis kata-kata “yang siap digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas pertahanan” tidak perlu ditulis, karena pada dasarnya Tentara Nasional Indonesia seyogyanya senantiasa dalam kondisi siap melaksanakan tugas-tugas. Jadi ayat 5 sebaiknya cukup tertulis “Komponen utama adalah Tentara Nasional Indonesia”.

d. Pasal 1 ayat 6 sampai 10 yang menjelaskan tentang komponen cadangan dan komponen pendukung kelihatan tidak sinkron dengan pasal 8 ayat (1) dan (2). Pada ayat 6 sampai 10 komponen cadangan dan komponen pendukung hanya meliputi sumber daya manusia, sumber daya alam dan sumber daya buatan. Sedang pada pasal 8 ayat (1) dan (2) komponen cadangan dan komponen pendukung selain meliputi seperti tersebut diatas juga termasuk sarana dan prasarana nasional. Karena pasal 8 ayat (1) dan (2) isinya hanya berupa penjelasan, sebaiknya ayat ini tidak perlu ada. Isi ayat ini cukup dicantumkan pada pasal 1 tentang ketentuan umum (pengertian-pengertian). Dengan demikian tidak terdapat ketidak sinkronan.

e. Pasal 6 tertulis “Pertahanan negara diselenggarakan melalui usaha membangun dan membina kemampuan, daya tangkal negara dan bangsa, serta menanggulangi setiap ancaman”. Dalam kalimat ini kata “serta” menghilangkan arti keseluruhan dari kalimat. Sebaliknya kata “serta” diganti dengan “dalam”. Sehingga pasal 6 berbunyi “Pertahanan negara diselenggarakan melalui usaha membangun dan membina kemampuan, daya tangkal negara & bangsa dalam menanggulangi setiap ancaman.”

f. Pasal 14 ayat (5) tertulis “Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui pengerahan, sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), Presiden menghentikan pengerahan operasi militer”. Menurut penulis, kata “pengerahan operasi militer” tidak mempunyai arti yang jelas. Semestinya yang dikerahkan adalah pasukan atau kekuatan Tentara Nasional Indonesia. Dilain pihak kata “operasi militer” sudah bermakna pengerahan pasukan. Sebaiknya kata operasi militer diganti dengan kekuatan Tentara Nasional Indonesia”. Hal ini maksudnya agar sinkron dengan istilah yang digunakan pada pasal 14 ayat (3).

g. Pasal 16 ayat (7) tertulis “Menteri bekerjasama dengan pimpinan departemen dan instansi pemerintah lainnya sertamenyusun dan melaksanakan perencanaan strategis pengelolaan sumber daya nasional untuk kepentingan pertahanan”. Kata “serta” membuat kalimat tersebut menjadi tidak jelas maksudnya. Sebaiknya kata “serta” diganti dengan “dalam”. Sehingga pasal 16 ayat (7) tertulis “Menteri bekerjasama dengan pimpinan departemen dan instansi pemerintah lainnya dalam menyusun dan melaksanakan perencanaan strategis pengelolaan sumber daya nasional untuk kepentingan pertahanan”.

h. Pasal 7 ayat (3) tertulis “Sistem pertahanan negara dalam menghadapi ancaman nonmiliter menempatkan lembaga pemerintahan di luar bidang pertahanan sebagai unsur utama, sesuai dengan bentuk dan sifat ancaman yang dihadapi dengan didukung oleh unsur-unsur lain dari kekuatan bangsa”. Kata “pertahanan”disini tidak pas dengan pengertian pertahanan pada pasal 1 ayat 1. Sehingga adanya kata pertahanan membuat pemahaman kalimat menjadi tidak jelas. Sebaiknya kata “pertahanan” disini diganti dengan “militer”.

i. Pasal 18 ayat (3) tertulis “Panglima berwenang menggunakan segenap komponen pertahanan negara dalam penyelenggaraan operasi militer berdasarkan undang-undang”. Adanya kata-kata “berdasarkan undang-undang” sepertinya tidak sinkron dengan pasal-pasal sebelumnya yang tidak mencantumkan kata-kata itu. Pada dasarnya segala sesuatu yang diatur dalam undang-undang ini sudah dengan sendirinya berdasarkan undang-undang meskipun tidak disebutkan. Lain halnya bila undang-undang yang dimaksud adalah undang-undang atau peraturan lain yang akan mengatur tata cara Panglima TNI menggerakkan TNI. Bila demikian, seyogyanya undang-undang atau peraturan tersebut harus disebutkan secara jelas, setidaknya dalam penjelasan undang-undang tersebut.

j. Pada pasal 1 ayat 1 tertulis “Pertahanan negara adalah segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara”. Dari pasal ini kata-kata yang digaris bawah sebenarnya tidak perlu ada. Artinya tanpa kata-kata itu makna pertahanan sudah jelas. Bahkan tambahan kata-kata itu mengakibatkan makna pasal tersebut menjadi tidak jelas. Jadi sebenarnya pasal 1 ayat 1 cukup tertulis “Pertahanan negara adalah segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan “. Bahkan mungkin kata “dari ancaman dan gangguan” pun dapat ditiadakan tanpa merubah makna pertahanan.

k. Pada penjelasan undang-undang halaman 6 alinea ke 3 tertulis “Tentara Nasional Indonesia”, yangg terdiri dari AngkatanDarat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara adalah alat negara yang berperan sebagai alat pertahanan negara, sedangkan Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan pengayoman, serta pelayanan kepada masyarakat”. Dalam pasal ini kemungkinan tujuannya adalah memperjelas beda peran TNI dengan Polri. Bila demikian halnya sebaiknya kata “dalam” diganti dengan “sebagai” agar sinkron. Sehingga kalimatnya menjadi “Tentara Nasional Indonesia”, yang terdiri dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara adalah alat negara yang berperansebagai alat pertahanan negara, sedangkan Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah alat negara yang berperan sebagai pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, penegak hukum, pengayom masyarakat, serta pemberi pelayanan kepada masyarakat”.

KESIMPULAN DAN SARAN

7. Kesimpulan.

a. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Undang-undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang pertahanan masih terdapat kesalahan redaksional yang perlu diperbaiki agar lebih mudah dipahami & tidak memberi kemungkinan kesalahan interpretasi. Kesalahan tersebut terdapat pada pasal 1, 6, 7, 8, 14, 16, 18 dan penjelasan atau lampiran Undang-undang

b. Selain kesalahan redaksional juga terdapat dualisme pemahaman arti defenisi pertahanan negara. Disatu sisi pertahanan negara meliputi semua gatra (IPOLEK SOSBUD MIL), sedangkan di sisi lain hanya meliputi gatra militer.

c. Penulis berpendapat definisi pertahanan negara cukup dibatasi hanya pada gatra militer atau hal-hal yang berkaitan dengan kekerasan sehingga sesuai dengan kamus besar bahasa Indonesia dan hal-hal yang tersirat dalam organisasi dan tugas Departemen Pertahanan Republik Indonesia.

8. Saran.

a. Perlu adanya upaya meniliti kembali redaksional Undang-undang Nomor 3 tahun 2000 tentang Pertahanan.

b. Perlu ada upaya meneliti kembali definisi dari pertahanan negara.

c. Penelitian diatas mungkin perlu melibatkan unsur fraksi TNI/POLRI di DPR, karena mereka tentu lebih menguasai masalah.

PENUTUP

9. Penutup.

Demikian, telah disampaikan tanggapan terhadap Undang-undang pertahanan. Penulis menyadari, tulisan ini masih mengandung kelemahan. Untuk itu penulis dengan rela menerima setiap tanggapan atau koreksi terhadap tulisan ini. Kiranya tulisan ini dapat bermanfaat.




Hak Cipta © Kementerian Pertahanan Republik Indonesia