ROBOT PEMBUNUH, DILEMA MORAL DI ERA ARTIFICIAL INTELLIGENCE

Tuesday, 18 February 2025

Dunia sedang berada di ambang revolusi militer yang dipicu oleh cepatnya perkembangan kecerdasan buatan/Artifial Intelligence (AI). Robot, dulu hanya imajinasi kini siap mengubah medan perang. Perkembangan pesat teknologi AI dan robotika telah membawa kita ke era baru. Robotisasi, kini telah menjadi bagian integral dari berbagai sektor, termasuk dunia pertahanan. Mereka mampu melakukan tugas-tugas yang kompleks, mulai dari produksi massal hingga operasi militer. Dengan kemampuan untuk memproses informasi secara cepat dan akurat, robot dan AI dapat memberikan keunggulan strategis yang signifikan bagi militer modern.

Sumber: Zaky-Al Yamani di https://www.viva.co.id/trending/1745291-langkah-sembrono-tiongkok-kembangkan-senjata-ai-ancaman-terhadap-keamanan-global

Namun, di balik potensi positif ini, timbul dilema etis yang sangat kompleks. Pernahkah kita membayangkan perang di mana keputusan hidup dan mati diambil oleh mesin? Konsep “robot pembunuh” yang dulu hanya ada dalam fiksi ilmiah kini menjadi kenyataan yang semakin dekat. Senjata otonom, yang dilengkapi dengan AI, dapat membuat keputusan untuk menyerang tanpa campur tangan manusia. Dilema etis dalam pengembangan senjata otonom sangat kompleks. Siapa yang bertanggung jawab jika sebuah robot salah sasaran dan melukai warga sipil? Bagaimana kita memastikan bahwa mesin perang memiliki moralitas? Bayangkan sebuah skenario di mana sebuah drone otonom dilengkapi dengan algoritma pengenalan wajah yang cacat. Akibatnya, drone tersebut menyerang orang yang tidak bersalah. Siapa yang harus disalahkan?

Selain aspek teknis dan etis, perkembangan senjata otonom juga membawa implikasi sosial yang luas. Kemunculan robot pembunuh dapat memicu perlombaan senjata di antara negara-negara besar, yang pada akhirnya dapat meningkatkan risiko konflik berskala global. Selain itu, penggunaan senjata otonom dapat mengurangi nilai nyawa manusia, karena keputusan untuk mengakhiri hidup seseorang menjadi sekadar perhitungan algoritma. Hal ini dapat mengikis nilai-nilai kemanusiaan dan mengarah pada masyarakat yang semakin dehumanisasi (kehilangan nilai kemanusiaannya).

Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan pendekatan multidisiplin yang melibatkan para ahli dari berbagai bidang, seperti ilmu komputer, hukum, filsafat, dan etika. Salah satu langkah penting adalah mengembangkan standar internasional yang jelas mengenai pengembangan dan penggunaan senjata otonom. Selain itu, perlu dilakukan investasi yang signifikan dalam penelitian untuk mengembangkan teknologi AI yang aman dan dapat diandalkan. Pendidikan publik juga sangat penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang risiko dan manfaat dari AI. Bagaimana kita dapat memastikan bahwa pengembangan AI selalu sejalan dengan nilai-nilai kemanusiaan? Pertanyaan ini menjadi tantangan besar bagi kita semua, terutama para ilmuwan, pengembang teknologi, pembuat kebijakan, dan masyarakat umum.

Perkembangan teknologi AI dalam bidang militer menghadirkan peluang dan tantangan yang sangat besar. Di satu sisi, AI dapat meningkatkan efisiensi dan keamanan operasi militer. Di sisi lain, AI juga dapat memicu konflik baru dan mengikis nilai-nilai kemanusiaan. Oleh karena itu, kita perlu melakukan perdebatan yang terbuka dan jujur tentang masa depan AI dalam konteks militer. Kita harus memastikan bahwa pengembangan dan penggunaan AI selalu didasarkan pada prinsip-prinsip etika dan kemanusiaan. Tulisan ini disusun kembali Kolonel Caj. Drs. Mohadib, M.Sc., seorang peneliti madya di Puslitbang Strahan, Balitbang Kemhan.




Hak Cipta © Kementerian Pertahanan Republik Indonesia