Redefinisi Ancaman Strategis Nasional: Aspek Bencana

Thursday, 24 July 2025

Indonesia, sebagai negara kepulauan dengan letak geografis di “Ring of Fire”, sangat rawan terhadap bencana geologis dan hidrometeorologis. Ancaman bencana yang semakin kompleks kini tidak hanya berasal dari alam, tetapi juga dipicu oleh pembangunan tak terkendali, degradasi lingkungan, dan perubahan iklim. Dalam konteks geopolitik global, bencana harus dipahami sebagai ancaman non-militer yang nyata terhadap stabilitas dan kedaulatan negara.

Namun, sistem penanggulangan bencana di Indonesia masih didominasi oleh pendekatan teknis-sektoral yang responsif, bukan antisipatif. Kelembagaan seperti Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), belum sepenuhnya terintegrasi dalam sistem pertahanan nasional, menyebabkan fragmentasi kebijakan dan lemahnya respons strategis saat krisis multidimensi terjadi.

Permasalahan Strategis

  1. Bencana belum diakui dalam doktrin pertahanan nasional.

Saat ini, ancaman bencana, baik alam maupun non alam, belum dimasukkan dalam doktrin pertahanan sebagai ancaman strategis. Hal ini menyebabkan tidak adanya dasar hukum kuat untuk mengalokasikan anggaran atau menetapkan kebijakan pertahanan yang terintegrasi dengan kesiapsiagaan bencana.

  1. Kelembagaan kebencanaan masih terkotak-kotak dan minim sinergi.

Penanggulangan bencana dijalankan oleh banyak lembaga (BNPB, BPBD, TNI, dan kementerian lainnya) yang belum terkoordinasi secara sistemik. Akibatnya, terjadi tumpang tindih fungsi, perlambatan respons, dan inefisiensi anggaran.

  1. Sistem peringatan dini belum terhubung dengan sistem pertahanan.

Walaupun Indonesia memiliki early warning system, sistem ini belum didukung oleh komando terpusat yang bisa mengoordinasikan reaksi cepat TNI dan lembaga lain dalam kondisi darurat.

  1. Tidak ada forum lintas kementerian yang permanen.

Koordinasi lintas sektor selama ini bersifat ad hoc dan temporer, sehingga tidak mendukung perumusan strategi jangka panjang. Indonesia butuh forum lintas kementerian yang bersifat tetap dan strategis.

Tujuan Kebijakan

  1. Mengakui dan mencanangkan bencana sebagai ancaman strategis nasional.

Tujuannya adalah mendorong penguatan regulasi agar bencana diperlakukan sebagai bagian dari ancaman terhadap keutuhan negara. Hal ini penting untuk memastikan bahwa respons terhadap bencana mendapat dukungan politik, anggaran, dan kebijakan yang sepadan dengan ancaman militer.

  1. Mengintegrasikan sistem kebencanaan ke dalam pertahanan negara.

Hal ini bertujuan menyatukan peran BNPB/BPBD dan institusi pertahanan dalam satu sistem yang siap tanggap, dari pelatihan hingga logistik. Kesiapan nasional tidak hanya bertumpu pada satu sektor, melainkan pada kolaborasi lintas institusi.

  1. Membangun kelembagaan strategis lintas sektor.

Tujuan ini menitikberatkan pentingnya menciptakan badan pengarah atau forum koordinasi yang dapat menjembatani kebijakan antar sektor dan mendorong respons terpadu, terutama dalam menghadapi bencana berskala nasional.

Rekomendasi Strategis

  1. Redefinisi bencana dalam kerangka pertahanan nasional.

Bencana harus diakui sebagai non-traditional threat yang mengancam keutuhan negara. Untuk itu diperlukan payung hukum melalui pencantuman pasal dalam UU pertahanan negara maupun UU kebencanaan nasional, agar dasar hukum integrasi tersebut menjadi lebih kuat.

  1. Penguatan sinergi antarsektor.

Dibutuhkan sistem komando terpadu yang menghubungkan Kementerian Pertahanan, TNI, BNPB, dan K/L teknis lainnya dalam satu rantai koordinasi. Peran OMSP oleh TNI juga harus diperluas dalam konteks perlindungan sipil dan kemanusiaan.

  1. Optimalisasi Dewan Pertahanan Nasional (DPN).

DPN diusulkan sebagai lembaga strategis lintas kementerian untuk merumuskan grand strategy pertahanan nasional yang memasukkan penanggulangan bencana sebagai salah satu elemen utamanya. DPN juga menjadi pusat kendali saat krisis nasional terjadi.

  1. Membangun sistem ketahanan nasional berbasis risiko.

Ketahanan nasional tidak hanya harus siap terhadap serangan militer, tetapi juga terhadap bencana. Hal ini membutuhkan penguatan data risiko, logistik nasional, simulasi bersama, dan doktrin pertahanan non-militer yang adaptif.

Implikasi Kebijakan

1. Integrasi penanggulangan bencana ke dalam sistem pertahanan nasional akan mendorong efisiensi sumber daya dan efektivitas mobilisasi saat darurat.

2. Pendekatan strategis akan memperkuat kesiapsiagaan nasional, mendorong kebijakan pencegahan, dan menciptakan sistem respons adaptif.

  1. Negara hadir secara utuh sebagai pelindung rakyat, membangun kepercayaan publik, serta memperkuat legitimasi dan stabilitas nasional.

                           Dimensi Strategis Ancaman Bencana

Dimensi

Dampak Bencana

Relevansi Strategis

Keamanan Nasional Kelumpuhan wilayah strategis, konflik Ancaman non-militer terhadap kedaulatan
Sosial dan Politik Migrasi massal, konflik sosial Disintegrasi sosial dan tekanan politik
Ekonomi Nasional Kerugian besar, inflasi, pengangguran Ancaman terhadap ketahanan ekonomi
Geopolitik & Perbatasan Celah penyusupan di wilayah rentan Risiko gangguan terhadap integritas wilayah

Penutup

Bencana bukan lagi sekadar peristiwa lokal, melainkan ancaman sistemik nasional. Oleh karena itu, kebijakan penanggulangan bencana harus bergeser dari pendekatan teknis menjadi pendekatan strategis yang terintegrasi dalam sistem pertahanan nasional. Dibutuhkan reformasi kelembagaan, sinergi lintas sektor, serta perencanaan berbasis risiko dan kedaulatan agar negara benar-benar siap melindungi rakyatnya dari krisis masa kini dan mendatang.

Bencana di Indonesia, yang selama ini dipandang sebagai insiden teknis dan lokal, kini menuntut pendekatan baru: bencana sebagai ancaman strategis nasional. Indonesia memiliki tingkat kerentanan bencana tertinggi di dunia karena letaknya di Ring of Fire dan kondisi tropisnya. Kombinasi antara ancaman alam, perubahan iklim, dan dinamika pembangunan membuat bencana menjadi isu keamanan nasional, bukan semata urusan kebencanaan teknis.

Dalam konteks ini, tulisan Kol Inf Idris Hasan mendorong paradigma baru, yakni mengintegrasikan penanggulangan bencana dalam strategi pertahanan negara. Bencana berdampak luas: mengganggu stabilitas sosial-politik, menurunkan legitimasi negara, memicu migrasi dan konflik, hingga melemahkan keutuhan wilayah. Namun, saat ini doktrin pertahanan Indonesia belum secara eksplisit mengakui bencana sebagai ancaman strategis non-militer.

Permasalahan utama mencakup: belum diakuinya bencana sebagai ancaman pertahanan, fragmentasi kelembagaan penanggulangan bencana, sistem peringatan dini yang belum terintegrasi dengan sistem komando pertahanan, dan ketiadaan forum strategis lintas kementerian. Penanganan masih bersifat reaktif dan sektoral, alih-alih antisipatif dan strategis.

Solusi yang ditawarkan antara lain: redefinisi bencana dalam kerangka pertahanan nasional, penguatan sinergi lintas sektor termasuk perluasan peran TNI dalam OMSP, pembentukan Dewan Pertahanan Nasional (DPN), serta pembangunan sistem ketahanan berbasis risiko bencana. Hal ini meliputi integrasi data, pemodelan skenario, doktrin pertahanan non-militer, serta pengembangan pusat logistik strategis.

Dengan mengintegrasikan penanggulangan bencana ke dalam sistem pertahanan, Indonesia dapat mengoptimalkan sumber daya lintas sektor, memperkuat respon nasional, serta meningkatkan kepercayaan publik terhadap negara. Ini bukan sekadar perubahan teknis, melainkan transformasi strategis menyeluruh. Negara hadir untuk melindungi warganya, baik dari ancaman militer maupun bencana alam, secara menyeluruh dan berkelanjutan.

Reformasi ini menuntut kolaborasi aktif Kementerian Pertahanan, BNPB, TNI, lembaga teknis, serta pemerintah daerah. Integrasi lintas sektor dan regulasi yang kuat akan menjadikan Indonesia lebih tangguh menghadapi bencana dan krisis multidimensi di masa depan.




Hak Cipta © Kementerian Pertahanan Republik Indonesia