REKTOR UNHAN: KRITERIA SDM TNI TIDAK TERINTEGRASI
Jumat, 11 Mei 2012Jakarta, Rektor Universitas Pertahanan (Unhan) Syarifudin Tippe mengatakan, kriteria sumber daya manusia di tubuh TNI tidak terintegrasi dengan baik antara Kementerian Pertahanan, Mabes TNI dan Mabes Angkatan (AD, AL dan AU), sehingga terjadi kesenjangan antara rumusan kebijakan dan impelementasi kebijakan.
Hal itu berdasarkan hasil penelitiannya sejak 1999-2009, yang ditulis dalam sebuah buku berjudul “Human Capital Management: Model Pengembangan Organisasi Militer Indonesia” yang diluncurkan di Kemhan, Jakarta, Senin.
Menurut dia, di tataran kebijakan, institusi pertahanan mulai dari Kementerian Pertahanan, Mabes TNI, dan Mabes Angkatan, masih secara parsial memaknai profesionalisme TNI dengan persepsi masing-masing.
Kemhan menetapkan kriteria SDM TNI sebagai personel yang berkualitas tinggi, sedangkan Mabes TNI menetapkan kebijakan Panca Tunggal dengan menyisipkan peningkatan profesionalitas prajurit pada kebijakan reformasi internal TNI.
Adapun Mabes Angkatan Darat menetapkan kebijakan tentara profesional sebagai salah satu visinya. Mabes Angkatan Laut menetapkan kebijakan perwira unggulan sebagai bagian dari TNI AL yang profesional serta Mabes Angkatan Udara memaknai profesional dalam jangkan panjang sebagai “the first class”.
Kondisi tersebut, lanjut dia, mencerminkan belum adanya suatu kebijakan yang terintegrasi dan kebijakan itu juga belum dapat dikategorikan sebagai “blueprint” strategi pengembangan SDM TNI.
“Ini artinya, kebijakan tentang strategi pengembangan SDM TNI yang eksis sekarang ini belum menjamin ke arah peningkatan mutu profesionalisme TNI,” jelasnya.
Sementara di tataran aturan, Syarifudin juga melihat UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara tidak membahas soal sumber daya prajurit, baik dari sisi pengetahuan, keahlian, maupun sikapnya. Ini artinya, peraturan belum menyentuh profesionalisme prajurit.
Oleh karena itu, dalam buku yang merupakan hasil disertasinya ini, Syarifudin menyarankan agar pembenahan profesionalisme prajurit menggunakan konsep “human capital management”, dimana kebijakan pengembangan SDM harus berbasis pada pencarian manusia terpilih yang memiliki kecerdasan intelektual, emosional, sekaligus spiritual.
“Kemhan bisa mengelaborasi kebijakan ini dan menjadi acuan Mabes TNI dan Mabes Angkatan dalam merumuskan kebijakan operasional pengembangan SDM TNI dan angkatan,” kata Syarifudin.
Di tempat yang sama, Menteri Pertahanan, Purnomo Yusgiantoro menyambut baik peluncuran buku tersebut.
Kemhan, kata dia, tengah membangun SDM pertahanan secara bertahap dengan terus meningkatkan profesionalisme dan semangat bela negara. “Dua faktor tersebut akan membuat profesionalisme prajurit semakin tinggi,” katanya.
Menurut dia, pengembangan profesionalisme TNI merupakan investasi yang wujudnya tak terlihat, namun sangat bermanfaat, terlebih dengan berkembangnya pendekatan kekuatan diplomasi dalam pengembangan pertahanan dunia saat ini.
“Perkembangan kekuatan diplomasi memungkinkan setiap negara berintegrasi untuk mempertahankan wilayahnya dari ancaman,” ucapnya.
Sumber : Antara