SOSIALISASI UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA

Minggu, 23 November 2014

SOSIALISASI UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DALAM RANGKA HUT KORPRI TA. 2014 YANG DISELENGGARAKAN OLEH SUB UNIT KORPRI BADIKLAT KEMHAN

Jakarta, 19 November 2014 bertempat di Ruang Aula Tentara Pelajar lantai 2 Pusdiklat Tekfunghan Badiklat Kemhan dilaksanakan  sosialisasi UU No. 5 tahun 2014 tentang ASN oleh Korpri Badiklat Kemhan dalam rangka menyambut HUT Korpri ke-43. Acara tersebut dibuka pukul 09.15 wib dan ditutup pukul 11.45 wib oleh Kabadiklat Kemhan Mayjen TNI. Hartind Asrin yang diawali dan diakhiri dengan laporan ketua Korpri Sub Unit Badiklat Kemhan Pembina Tk I IV/B Drs. Dedi Kusmayadi, M.Pd.

Pada pelaksanaan sosialisasi tersebut moderator oleh Pembina Utama Muda Drs Sudarto, M.Si dengan narasumber DR. Setiawan Wangsaatmaja Deputi Bidang SDM Kemenpan dan RB. Peserta sosialisasi dihadiri kurang lebih seratus dua puluh orang terdiri dari perwakilan PNS dan TNI Badiklat Kemhan, perwakilan dari Ropeg Setjen Kemhan (sebagai unsur Pembina Kepegawaian dilingkungan Kemhan) serta perwakilan pengurus Korpri Satker dilingkungan Kemhan, Mabes TNI dan angkatan.

Dalam paparannya narasumber DR. Setiawan Wangsaatmaja Deputi Bidang SDM Kemenpan dan RB memberikan penjelasan secara detail UU No. 5 tahun 2014 tentang ASN, bagaimana dampak dan implementasinya ke depan ? Ditegaskan, bahwa kehadiran UU ASN sangat strategis dalam reformasi dan transformasi birokrasi, khususnya terkait dengan pengelolaan manajemen SDM aparatur yang memerlukan landasan perubahan secara filosofis, yuridis dan sosiologis. Lahirnya UU ASN diharapkan semakin memperkokoh landasan hukum pelaksanaan reformasi birokrasi di tanah air.

UU ASN memuat perubahan-perubahan dalam sistem manajemen kepegawaian secara keseluruhan, mulai dari sistem perencanaan, pengadaan, pengembangan karier/promosi, penggajian, serta sistem dan batas usia pensiun. Perubahan itu didasarkan pada sistem merit, yang mengedepankan prinsip profesionalisme/kompetensi, kualifikasi, kinerja, transparansi, obyektivitas, serta bebas dari intervensi politik dan KKN. Sasaran utama dari UU ASN adalah mewujudkan birokrasi yang profesional, kompeten, berintegritas, memberikan pelayanan terbaik pada rakyat.  Beliau menjelaskan tentang hal-hal baru yang terdapat dalam UU ASN antara lain:

  1. UU ASN mengatur berbagai instrumen manajemen SDM yang menekankan pada pembangunan ASN sebagai profesi;
  2. UU ASN membagi 2 (dua) jenis pegawai yaitu PNS dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK);
  3. UU ASN mengatur 3 (tiga) jenis jabatan, yaitu jabatan administrasi, jabatan fungsional, dan jabatan pimpinan tinggi;
  4. Perubahan pejabat yang berwenang mengangkat, memindahkan, dan memberhentikan;
  5. Pengaturan mengenai penguatan kompetisi, kompetensi, dan pengembangan karier;
  6. Pengaturan mengenai Batas Usia Pensiun (BUP) yang eksplisit dimuat dalam batang tubuh Undang-Undang;
  7. Penegasan terhadap system pay as you go menjadi system fully funded  secara bertahap;
  8. Penguatan sistem informasi ASN yang akan dibangun secara nasional dan terintegrasi antar instansi pemerintah.

Undang-undang ASN berisi 15 bab terdiri dari bab I. Ketentuan Umum, bab II. Asas, Prinsip, Nilai Dasar serta Kode Etik dan Kode Perilaku, bab III. Jenis, Status dan Kedudukan, bab IV. Fungsi, Tugas dan Peran, bab V. Jabatan ASN, bab VI. Hak dan Kewajiban, bab VII. Kelembagaan, bab VIII. Manajemen ASN, bab IX. Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi, bab X. Pegawai ASN Yang Menjadi Pejabat Negara, bab XI. Organisasi, bab XII. Sistem Informasi ASN, bab XIII. Penyelesaian Sengketa, bab IV. Ketentuan Peralihan dan bab XV. Ketentuan Penutup. Adapun Pokok-Pokok dari UU ASN  secara rinci dapat disampaikan sebagai berikut:

A. Jenis, Status, dan Kedudukan

Pegawai ASN terdiri atas:

1. Pegawai Negeri Sipil (PNS); dan

2. Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

PNS sebagaimana dimaksud merupakan Pegawai ASN yang diangkat sebagai pegawai tetap oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dan memiliki nomor induk pegawai secara nasional. Adapun PPPK merupakan Pegawai ASN yang diangkat sebagai pegawai dengan perjanjian kerja oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) sesuai dengan kebutuhan Instansi Pemerintah dan ketentuan Undang-Undang ASN.

“Pegawai ASN berkedudukan sebagai unsur aparatur negara, yang melaksanakan kebijakan yang ditetapkan oleh pimpinan Instansi Pemerintah, harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik,” bunyi Pasal 8 dan Pasal 9 Ayat (1,2) Undang-Undang ini.

B. Jabatan ASN

Jabatan ASN terdiri atas:

1. Jabatan Administrasi;

2. Jabatan Fungsional; dan

3. Jabatan Pimpinan Tinggi.

Jabatan Administrasi sebagaimana dimaksud terdiri atas:

1. Jabatan administrator;

2. Jabatan pengawas; dan

3. Jabatan pelaksana.

Pejabat dalam jabatan administrator menurut UU ini, bertanggung jawab memimpin pelaksanaan seluruh kegiatan pelayanan publik serta administrasi pemerintahan dan pembangunan. Adapun pejabat dalam jabatan pengawas bertanggung jawab mengendalikan pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh pejabat pelaksana; sementara pejabat dalam jabatan pelaksana melaksanakan kegiatan pelayanan publik serta administrasi pemerintahan dan pembangunan.

“Setiap jabatan sebagaimana dimaksud ditetapkan sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan,” bunyi Pasal 16 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 ini. Sedangkan Jabatan Fungsional dalam ASN terdiri atas jabatan fungsional keahlian dan jabatan fungsional ketrampilan.

Untuk jabatan fungsional keahlian terdiri atas:

1. Ahli utama;

2. Ahli madya;

3. Ahli muda; dan

4. Ahli pertama.

Sementara jabatan fungsional ketrampilan terdiri atas:

1. Penyelia;

2. Mahir;

3. Terampil; dan

4. Pemula.

Untuk jabatan Pimpinan Tinggi terdiri atas:

1. Jabatan pimpinan tinggi utama;

2. Jabatan pimpinan tinggi madya; dan

3. Jabatan pimpinan tinggi pratama.

Jabatan Pimpinan Tinggi berfungsi memimpin dan memotivasi setiap Pegawai ASN pada Instansi Pemerintah melalui:

1. Kepeloporan   dalam   bidang   keahlian  profesional;   analisis   dan  rekomendasi

kebijakan; dan kepemimpinan manajemen;

2. Pengembangan kerjasama dengan instansi lain; dan

3. Keteladanan dalam mengamalkan nilai dasar ASN, dan melaksanakan kode etik

dan kode perilaku ASN.

“Untuk setiap jabatan Pimpinan Tinggi ditetapkan syarat kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan pelatihan, rekam jejak jabatan dan integritas, serta persyaratan lain yang dibutuhkan,” bunyi Pasal 19 Ayat (3) UU ini sembari menambahkan, ketentuan lebih lanjut mengenai kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan pelatihan, rekam jejak jabatan dan integritas, serta persyaratan lain yang dibutuhkan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Menurut UU ini, jabatan ASN diisi dari Pegawai ASN. Adapun jabatan ASN tertentu dapat diisi dari:

  1. Prajurit TNI; dan
  2. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).

C. Hak dan Kewajiban

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 ini menegaskan, PNS berhak memperoleh:

1. Gaji, tunjangan, dan fasilitas;

2. Cuti;

3. Jaminan pensiun dan jaminan hari tua;

4. Perlindungan; dan

5. Pengembangan kompetensi.

Adapun PPPK berhak memperoleh:

1. Gaji dan tunjangan;

2. Cuti;

3. Perlindungan; dan

4. Pengembangan kompetensi.

Sedangkan kewajiban ASN:

1. Setia dan taat kepada Pancasila, UUD Tahun 1945, NKRI, dan pemerintah yang sah;

2. Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa;

3. Melaksanakan kebijakan yang dirumuskan pejabat pemerintah yang berwenang; 4. Menaati ketentuan peraturan perundang-undangan;

5. Melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh pengabdian, kejujuran, kesadaran, dan tanggung jawab;

6. Menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap, perilaku, ucapan dan tindakan kepada setiap orang, baik di dalam maupun di luar kedinasan;

7. Menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat mengemukakan rahasia jabatan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan; dan

8. Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah NKRI.

“Ketentuan lebih lanjut mengenak hak PNS, hak PPPK, dan kewajiban Pegawai ASN diatur dengan Peraturan Pemerintah,” bunyi Pasal 24 UU. No. 5/2014 ini.

D. Kelembagaan

Presiden selaku pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi dalam kebijakan, pembinaan profesi, dan Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN). Untuk menyelenggaraan kekuasaan dimaksud, Presiden mendelegasikan kepada:

1. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrrasi (PAN-RB) berkaitan dengan kewenangan perumusan dan penetapan kebijakan, koordinasi dan sinkronisasi kebijakan, serta pengawasan atas pelaksanaan kebijakan ASN;

2. Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) berkaitan dengan kewenangan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kebijakan dan Manajemen ASN untuk menjamin perwujudan Sistem Merit serta pengawasan terhadap penerapan asas kode etik dan kode perilaku ASN;

3. Lembaga Administrasi Negara (LAN) berkaitan dengan kewenangan penelitian, pengkajian kebijakan Manajemen ASN, pembinaan, dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan ASN; dan

4.Badan Kepegawaian Negara (BKN) berkaitan dengan kewenangan penyelenggaraan Manajemen ASN, pengawasan dan pengendalian pelaksanaan norma, standar, prosedur, dan kriteria Manajemen ASN.

“Menteri PAN-RB berwenang menetapkan kebijakan di bidang pendayagunaan Pegawai ASN,” bunyi Pasal 26 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 itu.

Undang-Undang ini menyebutkan, kebijakan dimaksud termasuk di antaranya kebutuhan Pegawai ASN secara nasional, skala penggajian, tunjangan Pegawai ASN, sistem pensiun PNS, pemindahan PNS antarjabatan, antardaerah, dan antar instansi.

Menurut pasal 27 UU No. 5/2014 ini, KASN merupakan lembaga nonstruktural yang mandiri dan bebas dari intervensi politik untuk menciptakan Pegawai ASN yang profesional dan berkinerja, memberikan pelayanan secara asil dan netral, serta menjadi perekat dan pemersatu bangsa.

“KASN berkedudukan di ibu kota negara,” bunyi Pasal 29 UU ini.

Adapun tugas KASN adalah: a. Menjaga netralitas Pegawai ASN; b. Melakukan pengawasan atas pembinaan profesi ASN; dan c. Melaporkan pengawasan evaluasi pelaksanaan kebijakan Manajemen ASN kepada Presiden.

Dalam melaksanakan tugasnya, KASN dapat melakukan penelusuran data dan informasi terhadap Sistem Merit dalam kebijakan dan Manajemen ASN pada Instansi Pemerintah; melakukan pen gawasan terhadap pelaksanaan fungsi Pegawai ASN sebagai pemersatu bangsa; menerima laporan pelanggaran norma dasar serta kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN; melakukan penelusuran data dan informasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan pelanggaran norma dasar serta kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN; dan melakukan upaya pencegahan pelanggaran norma dasar serta kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN.

KASN berwenang: a. Mengawasi setiap tahapan proses pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi mulai dari pembentukan panitia seleksi, pengumuman lowongan, pelaksanaan seleksi, pengumuman nama calon, penetapan, dan pelantikan Pejabat Pimpinan Tinggi; b. Mengawasi dan mengevaluasai penerapan asas, nilai dasar kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN; c. Meminta informasi dari pegawai ASN dan masyarakat mengenai laporan pelanggaran norma dasar serta kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN; d. Memeriksa dokumen terkait pelanggaran Pegawai ASN; dan. Meminta klarifikasi dan/atau dokumen yang diperlukan dari Instansi Pemerintah untuk pemeriksaan laporanatas pelanggaraan Pegawai ASN.

“KASN berwenang untuk memutuskan adanya pelanggaran kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN untuk disampaikan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian dan Pejabat yang Berwenang untuk wajib ditindaklanjuti,” bunyi Pasal 32 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 itu.

Anggota KASN terdiri dari unsur pemerintah dan/atau non pemerintah, berusia paling rendah 50 tahun pada saat mendaftarkan diri sebagai calon anggota KASN; tidak sedang menjadi anggota partai politik dan/atau tidak sedang menduduki jabatan politik, mampu secara jasmani dan rohani untuk melaksanakan tugas; memiliki kemampuan, pengalaman, dan/atau pengetahuan di bidang manajemen sumber daya manusia; berpendidikan paling rendah strata dua (S2) di bidang administrasi negara, manajemen sumber daya manusia, kebijakan publik, ilmu hukum, ilmu pemerintahan, dan/atau S2 di bidang lain yang memiliki pengalaman di bidang manajemen Sumber Daya Manusia.

Anggota KASN diseleksi dan diusulkan oleh tim seleksi yang beranggotakan 5 (lima) orang yang dibentuk oleh Menteri PAN-RB. Tim seleksi dipimpin oleh Menteri dan melakukan tugas selama 3 (tiga) bulan sejak pengangkatan.

“Presiden menetapkan ketua, wakil ketua, dan anggota KASN dari anggota KASN terpilih yang diusulkan oleh tim seleksi,” bunyi Pasal 40 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 ini, sementara di Pasal 40 Ayat (2) disebutkan, Ketua, Wakil Ketua, dan anggota KASN ditetapkan dan diangkat oleh Presiden untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan hanya dapat diperpanjang untuk 1 (satu) kali masa jabatan.

E. Mutasi, Penggajian, dan Pemberhentian

Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara disebutkan, setiap Pegawai Negeri Sipil (PNS) dapat dimutasi tugas dan/atau lokasi dalam 1 (satu) Instansi Pusat, antar Instansi Pusat, 1 (satu) Instansi Daerah, antar Instansi Daerah, antar Instansi Pusat dan Instansi Daerah, dan  perwakilan Negara Kesatuan Republik Indonesia di luar negeri.

Mutasi PNS dalam satu Instansi Pusat atau Instansi Daerah dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian; antar kabupaten/kota dalam satu provinsi ditetapkan oleh Gubernur setelah memperoleh pertimbangan kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN); antar kabupaten/kota antar provinsi, dan antar provinsi ditetapkan oleh Menteri PAN-RB setelah memperoleh pertimbangan kepala BKN; mutasi PNS provinsi/kabupaten/kota ke Instansi Pusat atau sebaliknya ditetapkan oleh Kepala BKN; dan mutasi PNS antar Instansi Pusat ditetapkan oleh Kepala BKN.

“Mutasi PNS dilakukan dengan memperhatikan prinsip larangan konflik kepentingan,” bunyi Pasal 73 Ayat (7) UU. No. 5/2014 ini.

Pasal 79 UU ini menegaskan, pemerintah wajib membayar gaji yang adil dan layak kepada PNS serta menjamin Kesejahteraan PNS. Gaji dibayarkan sesuai dengan beban kerja, tanggung jawab, dan resiko pekerjaan.

Selain gaji, PNS juga menerima tunjangan dan fasilitas, yang meliputi tunjangan kinerja (dibayarkan sesuai pencapaian kinerja) dan tunjangan kemahalan (dibayarkan sesuai dengan tingkat kemahalan berdasarkan indeks harga di daerah masing-masing).

“Ketentuan lebih lanjut mengenai gaji, tunjangan kinerja, tunjangan kemahalan, dan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 dan Pasal 80 diatur dengan Peraturan Pemerintah,” bunyi Pasal 81 UU ini.

Undang-Undang ini juga menegaskan, PNS yang telah menunjukkan kesetiaan, pengabdian, kecakapan, kejujuran, kedisiplinan, dan prestasi kerja dalam melaksanakan tugasnya dapat diberikan penghargaan berupa:

1. Tanda kehormatan;

2. Kenaikan pangkat istimewa;

3. Kesempatan prioritas untuk pengembangan kompetensi; dan/atau

4. Kesempatan mengadiri acara resmi dan/atau acara kenegaraan.

Adapun PNS yang dijatuhi sanksi administrative tingkat berat berupa pemberhentian tidak dengan hormat, dicabut haknya untuk memakai tanda kehormatan berdasarkan undang-undang ini.

F. Pemberhentian

Mengenai pemberhenti, UU ASN ini menyebutkan, bahwa PNS diberhentikan dengan hormat karena:

1. Meninggal dunia;

2. Atas permintaan sendiri;

3. Mencapai batas usia pension;

4. Perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah yang mengakibatkan pensiun dini; atau

5. Tidak cakap jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat menjalankan tugas dan kewajiban.

Selain itu, PNS dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak diberhentikan karena hukuman penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan hukuman pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana yang dilakukan tidak berencana.

PNS juga dapat diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri karena melakukan pelanggaran disiplin PNS tingkat berat.

Adapun PNS diberhentikan dengan tidak hormat karena:

1. Melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan UUUD 1945;

2. Dihukum  penjara  atau  kurungan  berdasarkan  putusan   pengadilan  yang  telah

memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana umum;

3. Menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik; dan

4. Dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pindana yang dilakukan dengan berencana.

Pasal 88 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 ini menyebutkan, PNS diberhenikan sementara apabila:

1. Diangkat menjadi pejabat negara;

2. Diangkat menjadi komisioner atau anggota lembaga non structural; atau

3. Ditahan karena menjadi tersangka tindak pidana.

“Pengaktifan kembali PNS yang diberhentikan sementara dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian,” bunyi Pasal 88 Ayat (2) UU No. 5/2014 ini.

Adapun mengenai Batas Usia Pensiun (BUP), pasal 90 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 ini meyebutkan, yaitu:

1. 58 (lima puluh delapan) tahun bagi Pejabat Administrasi;

2. 60 (enam puluh) tahun bagi Pejabat Pimpinan Tinggi; dan

3. sesuai    dengan    ketentuan     peraturan     perundang-undangan    bagi  Pejabat

Fungsional.

PNS yang berhenti bekerja, menurut Pasal 91 UU ini, berhak atas jaminan pensiun dan jaminan hari tua sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“PNS diberikan jaminan pensiun apabila:

1. Meninggal dunia;

2. Atas permintaan sendiri dengan usia dan masa kerja tertentu;

3. Mencapai batas usia pension;

4. Perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah yang mengakibatkan pensiun dini; atau

5. Tidak cakap jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat menjalankan tugas dan kewajiban,” bunyi Pasal 91 Ayat (2) UU ini.

Disebutkan dalam UU ini, jaminan pension PNS dan jaminan hari tua PNS diberikan sebagai perlindungan kesinambungan penghasilan hari tua, sebagai hak dan sebagai penghargaan atas pengabdian PNS. Jaminan pensiun dan jaminan hari tua sebagaimana dimaksud mencakup jaminan pensiun dan jaminan hari tua yang diberikan dalam program jaminan sosial nasional.

G. Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) menegaskan, pengisian jabatan pimpinan tinggi utama dan madya pada kementerian, kesekretariatan lembaga negara, lembaga nonstruktural, dan Instansi Daerah dilakukan secara terbuka dan kompetitif di kalangan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan memperhatikan syarat kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan latihan, rekam jejak jabatan, dan integritas serta persyaratan lain yang dibutuhkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Pengisian jabatan pimpinan tinggi utama dan masdya sebagaimana dimaksud dilakukan pada tingkat nasional,” bunyi Pasal 108 Ayat (2) UU tersebut.

Adapun pengisian jabatan pimpinan tinggi pratama dilakukan secara terbuka dan kompetitif di kalangan PNS, yang dilakukan secara terbuka dan kompetitif pada tingkat nasional atau antarkabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi.

Menurut UU No. 5/2014 ini, jabatan pimpinan tinggi utama dan madya tertentu dapat berasald ari kalangan non-PNS dengan persetujuan Presiden yang pengisiannya dilakukan secara terbuka dan kompetitif serta ditetapkan dalam Keputusan Presiden.

Selain itu, jabatan pimpinan tinggi dapat pula diisi oleh prajurit TNI dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) setelah mengundurkan diri adari dinas aktif apabila dibutuhkan dan sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan melalui proses secara terbuka dan kompetitif.

Adapun untuk jabatan pimpinan tinggi di lingkungan Instansi Pemerintah tertentu dapat diisi oleh prajurit TNI dan anggota Polri sesuai dengan kompetensi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Pengisian jabatan pimpinan tinggi dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dengan terlebih dahulu membentuk panitia seleksi Instansi Pemerintah, yang terdiri dari unsur internal maupun eksternal Instansi Pemerintah yang bersangkutan,” bunyi Pasal 110 Ayat (1,3) UU tersebut.

Dalam UU ini juga ditegaskan, dalam membentuk panitia seleksi pengisian jabatan pimpinan tinggi, Pejabat Pembina Kepegawaian berkoordinasi dengan Komite Aparatur Sipil Negara (KASN).

Ketentuan mengenai pengisian jabatan pimpinan tinggi ini dapat dikecualikan pada Instansi Pemerintah yang telah menerapkan Sistem Merit dalam pembinaan pegawai ASN dengan persetujuan KASN. “Instansi Pemerintah yang telah menerapkan Sistem Merit dalam pembinaan Pegawai ASN, wajib melaporkan secara berkala kepada KASN untuk mendapatkan persetujuan baru,” bunyi Pasal 111 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 itu.

H. Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi di Instansi Pusat

Untuk pengisian jabatan pimpinan tinggi utama dan/atau madya, panitia seleksi Instansi Pemerintah memilih 3 (tiga) nama calon untuk setiap 1 (sayu) lowongan jabatan. Tiga nama calon pejabat yang ter[ilih disampaikan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian. Selanjutnya, Pejabat Pembina Kepegawaian mengusulkan 3 (tiga) nama calon sebagaimana dimaksud kepada Presiden.

“Presiden memilih 1 (satu) nama dari 3 (tiga) nama calon yang disampaikan untuk ditetapkan sebagai pejabat pimpinan tinggi utama dan/atau madya,” bunyi Pasal 112 Ayat (4) UU ini.

Adapun untuk pengisian jabatan pimpinan tinggi pratama dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dengan terlebih dahulu membentuk panitia seleksi. Selanjutnya, panitia seleksi memilih 3 (tiga) nama untuk setiap 1 (satu) lowongan jabatan yang disanpaikan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian melalui Pejabat yang Berwenang (pejabat yang memiliki kewenangan menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pegawai ASN).

“Pejabat Pembina Kepegawaian lalu memilih 1 (satu) dari 3 (tiga) nama calon yang diusulkan dengan memperhatikan pertimbangan Pejabat yang Berwenang untuk ditetapan sebagai pejabat pimpinan tinggi pratama,” bunyi Pasal 113 Ayat (4) UU No. 5/2014 itu.

Untuk pengisian jabatan pimpinan tinggi madya di tingkat provinsi dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawian dengan terlebih dahulu membentuk panitia seleksi, yang selanjutnya memilih 3 (tiga) nama calon untuk setiap 1 (satu) lowongan jabatan. Tiga nama calon itu diserahkan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian untuk selanjutnya diusulkan kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Presiden akan memilih 1 (satu) nama dari 3 (tiga) nama calon yang disampaikan untuk ditetapkan sebagai pejabat pimpinan tinggi madya.

Adapun pengisian jabatan pimpinan tinggi pratama dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dengan terlebih dahulu membentuk panitia seleksi. Selanjutnya, panitia seleksi mengusulkan 3 (tiga) nama calon untuk setiap 1 (satu) lowongan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian melalui Pejabat yang Berwenang. Pejabat Pembina Kepegawaian akan memilih 1 (satu) dari 3 (tiga) nama calon untuk ditetapkan dan dilantik sebagai pejabat pembina tinggi pratama.

“Khusus untuk pejabat pimpinan tinggi pratama yang memimpin sekretariat daerah kabupaten/kota sebelum ditetapkan oleh bupati/walikota dikoordinasikan dengan gubernur,” bunyi Pasal 115 Ayat (5) UU ini.

UU ini menegaskan, Pejabat Pembina Kepegawaian dilarang mengganti pejabat pimpinan tinggi selama 2 (dua) tahun terhitung sejak pelantikan pejabat pimpinan tinggi, kecuali pejabat pimpinan tinggi tersebut melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak lagi memenuhi syarat jabatan tertentu. Selain itu, penggantian pejabat pimpinan tinggi utama dan madya sebelum 2 (dua) tahun dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan Presiden.

“Jabatan pimpinan tinggi hanya dapat diduduki paling lama 5 (lima) tahun, dan dapat diperpanjang berdasarkan pencapaian kinerja, kesesuaian kompetensi, dan berdasarkan kebutuhan instansi setelah mendapat persetujuan Pejabat Pembina Kepegawaian dan berkoordinasi dengan KASN,” bunyi Pasal 117 Ayat (1,2) UU No. 5/2014 itu.

I. Jadi Pejabat Negara

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) menegaskan, pejabat pimpinan tinggi madya dan pejabat pimpinan tinggi pratama yang akan mencalonkan diri menjadi gubernur dan wakil gubernur, bupati/walikota, dan wakil walikota wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) sejak mendaftar sebagai calon.

Adapun PNS yang diangkat menjadi: a. Ketua, Wakil Ketua; b. anggota Mahkamah Konstitusi, BPK, Komisi Yudisial. KPK; c. Menteri dan setingkat menteri; d. Kepala Perwakilan RI di luar negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh; dan pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh Undang-Undang , menurut Pasal 123 Ayat (1) UU ini, diberhentikan sementara dari jabatannya, dan tidak kehilangan status sebagai PNS.

“Pegawai ASN dari PNS yang tidak menjabat lagi sebagai pejabat negara sebagaimana dimaksud diaktifkan kembali sebagai PNS,” bunyi Pasal 123 Ayat (2) UU. No. 5/2014.

Adapun PNS yang mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi Presiden dan Wakil Presiden; ketua, wakil ketua, dan anggota DPR/DPRD; gubernur dan wakil gubernur; bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis sebagai PNS sejak mendaftar sebagai calon.

Menurut UU ini, PNS yang tidak menjabat lagi sebagai pejabat negara sebagaimana dimaksud pada Pasal 123 Ayat (1) dapat menduduki jabatan pimpinan tinggi, jabatan administrasi, atau jabatan fungsional sepanjang tersedia lowongan jabatan.

“Dalam hal tidak tersedia lowongan jabatan, dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun PNS yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat,” bunyi Pasal 124 Ayat (2) UU No. 5/2014.

J. Organisasi dan Penyelesaian Sengketa

Pegawai ASN berhimpun dalam wadah korps profesi Pegawai ASN Republik Indonesia, yang memiliki tujuan menjaga kode etik profesi dan standar pelayanan profesi ASN, dan mewujudkan jiwa korps ASN sebagai pemersatu bangsa.

Sementara untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan akurasi pengambilan keputusan dalam Manajemen ASN, menurut UU No. 5/2014 ini, diperlukan Sistem Informasi ASN, yang diselenggarakan secara nasional dan terintegrasi antar-Instansi Pemerintah.

Sistem Informasi ASN memuat seluruh informasi dan data pegawai ASN, yang meliputi:

1. Data riwayat hidup;

2. Riwayat pendidikan formal dan non formal;

3. Riwajat jabatan dan kepangkatan;

4. Riwayat penghargaan, tanda jasa, atau tanda kehormatan;

5. Riwayat pengalaman berorganisasi;

6. Riwayat gaji;

7. Riwayat pendidikan dan latihab;

8. Daftar penilaian prestasi kerja;

9. Surat keputusan; dan

10. Kompetensi.

Menurut UU ini, sengketa pegawai ASN diselesaikan melalui upaya administratif, yang terdiri dari keberatan dan banding administratif. Keberatan diajukan secara tertulis kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum dengan memuat alasan keberatan, dan tembusannya disampaikan kepada pejabat yang berwenang mengukum; adapun banding diajukan kepada badan pertimbangan ASN.

K. Ketentuan Peralihan

Pada Bab Peralihan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 disebutkan, pada saat UU ini mulai berlaku, terhadap jabatan PNS dilakukan penyetaraan:

  1. Jabatan eselon Ia kepala lembaga pemerintah non kementerian setara dengan jabatan pimpinan tinggi utama;
  2. Jabatan eselon Ia dan eselon Ib setara dengan jabatan pimpinan tinggi madya;
  3. Jabatan eselon II setara dengan jabatan pimpinan tinggi pratama;
  4. Jabatan eselon III setara dengan jabatan administrator;
  5. Jabatan eselon IV setara dengan jabatan pengawas; dan
  6. Jabatan eselon V dan fungsional umum setara dengan jabatan pelaksana.

Diharapkan dari pelaksanaan sosialisasi UU ASN dapat menambah wawasan dan pengetahaun seputar perubahan nomenklatur PNS menjadi ASN berikut hal-hal teknis lainnya sehingga dalam implementasinya, semua aparatur sipil sudah siap untuk melaksanakan ketentuan perundang-undangan tersebut, dimana salah satu tuntutan kinerja seseorang harus dibuktikan dengan output pekerjaannya hal ini sangatlah penting untuk mewujudkan birokrasi yang profesional, kompeten, berintegritas dan memberikan pelayanan terbaik pada rakyat.

 




Hak Cipta © Kementerian Pertahanan Republik Indonesia