Ironis, 40% Mahasiswa di Jabar Tak Hafal Pancasila

Senin, 29 Agustus 2016

JAKARTA – Sebanyak 40% mahasiswa di Jawa Barat (Jabar) tidak memahami dan menghafal Pancasila. Kondisi ini dikhawatirkan mempermudah masuknya paham radikalisme. 

Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Soedarmo menjelaskan, berdasarkan survei yang dilakukan bersama dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM) terhadap mahasiswa di seluruh perguruan tinggi di Jabar, sebanyak 40% mahasiswa tidak memahami dan hafal Pancasila. Padahal mereka adalah generasi penerus bangsa.

“Sisanya 60% hafal Pancasila. Tapi alangkah ironis juga, itukan cukup besar. Bagaimana paham, hafal saja tidak. Ini harus jadi perhatian bersama,” ujarnya saat mengikuti Rakor Kader Pembina Bela Negara yang digelar Kementerian Pertahanan (Kemhan) bersama dengan gubernur dan rektor di Kantor Kemhan, Jakarta, Kamis (25/8/2016).

Soedarmo berharap, hasil survei tersebut bisa dijadikan pedoman dalam merumuskan kebijakan kurikulum pendidikan. “Paling tidak dari hasil itu bisa mengubah bagaimana sistem kurikulum yang ada di Dikti atau universitas itu sendiri. Paling tidak tahu dan hafal Pancasila. Kalau kita sudah hapal kan kita bisa mengamalkannya,” ucapnya.

Soedarmo menyadari, ancaman terhadap ideologi semakin meningkat. Kondisi ini membahayakan keutuhan berbangsa dan bernegara. “Jadi bukannya menurun tapi meningkat di antaranya, ancaman simetris, hybrida dan proxy war,” capnya.

Dilihat dari potensi ancaman, kata Soedarmo, tugas kepala daerah sangat sulit untuk mengembalikan jati diri, karakter dan nasionalisme bangsa apabila tidak dilakukan secara sinergi, bertingkat dan komprehensif. Menurut Soedarmo, daerah sangat berperan dalam program Bela Negara di masyarakatnya.

Hal itu sesuai Permendagri 38 Tahun 2011 tentang Pedoman Peningkatan Kesadaran Bela Negara yang diteruskan kepada gubernur, bupati dan wali kota dalam upaya peningkatan bela negara, untuk menanamkan sikap dan perilaku bela negara yang dilandasi kecintaan Tanah Air.

Sementara, Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset dan Teknologi Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) Intan Ahmad mengatakan, radikalisme harus disikapi secara hati-hati. Indonesia saat ini terdapat 4.400 perguruan tinggi dengan 23.000 program strudi (prodi) dan tujuh juta mahasiswa.

“Radikalisme secara pelan-pelan masuk. Jangan sampai mahasiswa dibina orang lain. Masalahnya hal-hal yang berkaitan kebangsaan ditanganani oleh dosen yang menangani masalah kemahasiswaaan,” ucapnya.

Tantangan bangsa Indonesia sangat luar biasa, bagaimana bisa menangkal paham radikalisme. Untuk itu, pemahaman bela negara tidak hanya saat baru masuk kuliah sebagai mahasiswa baru tapi juga selama berkuliah di kampus.

“Para dosen perlu menyediakan waktu, dosen tidak hanya menyampaikan materi kuliah tapi juga permasalahan yang berkaitan dengan bela negara,” ucapnya. 

sumber : http://nasional.sindonews.com




Hak Cipta © Kementerian Pertahanan Republik Indonesia