POTENSI RUANG PIKIRAN SEBAGAI DOMAIN BARU MEDAN PERTEMPURAN (COGNITIVE WARFARE) SELAIN DOMAIN DARAT, LAUT, UDARA, RUANG ANGKASA, RUANG SIBER DAN SPEKTRUM ELEKTROMAGNETIK
Selasa, 6 Mei 2025Oleh : Gede Priana Dwipratama, S.E., M.M.
Penata Tk. I III/d / e-mail : dwipratama0986@gmail.com
Analis Pertahanan Negara Ahli Muda Dit Tekindhan Ditjen Pothan Kemhan
I. Pendahuluan.
Perkembangan kemajuan teknologi berpotensi memperluas konsep medan pertempuran secara signifikan. Konsep medan pertempuran yang sebelumnya terbatas pada domain fisik seperti darat, laut dan udara, kemudian bertambah ruang angkasa, ruang siber dan spektrum elektromagnetik. Berbagai hasil kajian negara-negara di dunia telah memunculkan kesadaran baru akan pentingnya satu domain yang selama ini luput dari perhatian strategis berupa ruang pikiran manusia. Ruang pikiran merupakan wilayah abstrak yang mencakup persepsi, keyakinan, emosi dan proses pengambilan keputusan baik individu maupun kolektif. Konteks perang modern menggambarkan pengaruh informasi, disinformasi, propaganda, manipulasi psikologis dan lain sebagainya terhadap pikiran manusia, serta dapat menjadi senjata yang sangat ampuh. Operasi kognitif mampu menghasilkan efek nyata dalam ranah sosial politik tanpa perlu melibatkan kekuatan militer secara langsung. Masih menjadi perdebatan, layak tidaknya ruang pikiran berpotensi sebagai domain baru medan pertempuran yang sejajar dengan domain-domain lainnya.
A. Latar Belakang Masalah.
Sejarah pertempuran selama ini berfokus pada medan pertempuran yang bersifat tradisional atau fisik berupa darat, laut dan udara. Kemajuan teknologi komunikasi dan informasi kemudian menghadirkan domain baru berupa ruang angkasa, ruang siber dan spektrum elektromagnetik. Hadirnya ruang angkasa, ruang siber dan spektrum elektromagnetik kemudian membuka bentuk-bentuk ancaman yang semakin sulit diprediksi. Hal ini kemudian membuka satu domain baru yang cukup jarang dibahas secara eksplisit dalam doktrin militer konvensional, yaitu ruang pikiran manusia. Keberhasilan suatu operasi dalam perang modern tidak hanya ditentukan oleh kekuatan fisik, tetapi juga berdasarkan kemampuan dalam memengaruhi opini publik, persepsi musuh hingga moral pasukan dan masyarakat sipil. Operasi propaganda digital, manipulasi algoritma media sosial, operasi informasi, kampanye disinformasi dan lain sebagainya berpotensi menjadi bagian dari strategi global baik oleh state actor maupun non-state actor.
Kemajuan teknologi membuat penyebaran informasi secara cepat, masif dan tanpa filter. Hal ini dapat mengakibatkan kaburnya batas antara kenyataan dan persepsi, sehingga kontrol terhadap pikiran manusia dapat menjadi perangkat dominasi yang sangat efektif. Konfrontasi fisik menjadi tidak terlalu diperlukan ketika persepsi dapat dibentuk. Fenomena serangan-serangan tersebut dapat menghancurkan stabilitas sosial politik suatu negara tanpa perlu menembakkan peluru sama sekali. Bentuk pertempuran ini bersifat tidak kasat mata namun memiliki dampak yang sangat nyata. Target utamanya bukan lagi bersifat fisik seperti infrastruktur, tetapi kesadaran, kepercayaan, loyalitas manusia dan lain sebagainya. Hadirnya kecerdasan buatan, algoritma digital dan big data dapat semakin memperkuat kemampuan state actor maupun non-state actor tertentu dalam mengakses dan memengaruhi pikiran individu dalam skala besar.
Hal ini dapat memperluas ruang intervensi dan meningkatkan kompleksitas dalam mempertahankan kedaulatan pikiran manusia baik individu maupun masyarakat. Negara yang tidak memiliki kesadaran strategis akan pentingnya ruang pikiran dapat berada dalam posisi rentan, tidak hanya terhadap serangan fisik, tetapi juga terhadap serangan persepsi dan pengondisian kognitif. Kondisi tersebut memerlukan perubahan paradigma dalam memahami potensi ancaman. Ruang pikiran perlu dipandang sebagai domain yang tidak kalah penting dari domain darat, laut, udara, ruang angkasa, ruang siber dan spektrum elektromagnetik.
B. Rumusan Masalah.
1. Apa yang dimaksud dengan ruang pikiran sebagai domain dalam konteks pertahanan dan keamanan nasional?
2. Bagaimana perkembangan bentuk pertempuran modern yang menunjukkan pentingnya ruang pikiran sebagai medan pertempuran?
3. Apa strategi, metode dan teknologi yang digunakan untuk menguasai atau memengaruhi ruang pikiran manusia baik secara individu maupun masyarakat?
4. Apa implikasi dari pengabaian ruang pikiran sebagai domain strategis terhadap stabilitas dan kedaulatan suatu negara?
5. Bagaimana upaya yang dapat dilakukan untuk mengenali, melindungi dan mengembangkan pertahanan dalam domain ruang pikiran?
C. Tujuan Penulisan Artikel.
1. Menjelaskan konsep ruang pikiran sebagai domain baru dalam konteks pertahanan dan keamanan nasional.
2. Mengidentifikasi bentuk-bentuk ancaman dan strategi yang digunakan dalam pertempuran di ruang pikiran.
3. Menganalisis relevansi dan urgensi pengakuan ruang pikiran sebagai medan pertempuran yang sejajar dengan domain darat, laut, udara, ruang angkasa, ruang siber dan spektrum elektromagnetik.
4. Menyampaikan dampak potensial dari konflik di ruang pikiran terhadap stabilitas sosial, politik dan pertahanan negara.
5. Memberikan rekomendasi awal bagi pengembangan kebijakan dan strategi pertahanan nasional yang mencakup aspek perlindungan dan penguatan domain ruang pikiran.
II. Tinjauan Pustaka.
Menurut Robin Burda dalam artikelnya tentang Cognitive Warfare Problem for the Brain, Opportunity for the Machine (2024), perang kognitif memiliki konsep yang berbeda dari terminologi seperti propaganda dan perang psikologis. Hal ini disebabkan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan kognitif manusia. Perang kognitif meliputi aktivitas yang dilakukan dalam memengaruhi, melindungi atau mengganggu kognisi manusia baik individu maupun kelompok guna memperoleh keuntungan strategis. Perang ini bertujuan untuk mengubah cara berpikir dan bertindak musuh tanpa harus melibatkan kekuatan fisik secara langsung. Persepsi individu maupun publik dapat dikonstruksi menggunakan media massa dan komunikasi digital melalui manipulasi psikologis sosial, pembingkaian (framming), agenda-setting dan lain sebagainya. Propaganda digital, disinformasi dan media sosial dapat digunakan untuk memanipulasi informasi agar dapat memengaruhi opini publik dan perilaku masyarakat.
Menurut Lee A. Bygrave dalam The Cambridge Handbook of Information Technology, Life Sciences and Human Rights (2022), kedaulatan kognifit pada dasarnya menunjukkan kepentingan moral dan hukum dalam memahami lingkungan dan diri sendiri. Kedaulatan kognitif dapat didefinisikan sebagai kemampuan suatu bangsa dalam memberikan perlindungan warga negaranya dari pengaruh eksternal yang mencoba membelokkan cara berpikir dan bertindak. Hal ini mencakup perlindungan terhadap informasi, penguatan literasi digital dan pengembangan sistem pertahanan psikologis berbasis budaya dan nilai nasional. Negara yang tidak memiliki kesadaran strategis akan pentingnya ruang pikiran dapat berada dalam posisi yang rentan terhadap serangan kognitif, sehingga melemahkan ketahanan nasionalnya dari dalam.
III. Analisis Data atau Pembahasan.
Ruang pikiran merupakan dimensi non-fisik yang berfokus pada proses mental individu dan kelompok, seperti persepsi, keyakinan, emosi dan pengambilan keputusan. Ruang pikiran dalam konteks militer dianggap sebagai medan pertempuran baru yang setara dengan domain darat, laut, udara, ruang angkasa dan spektrum elektromagnetik. NATO melalui website resminya https://www.act.nato.int mendefinisikan perang kognitif sebagai aktivitas yang dilakukan untuk memengaruhi, melindungi atau mengganggu kognisi baik individu maupun kelompok guna memperoleh keuntungan yang strategis. Perang kognitif bertujuan untuk memengaruhi cara berpikir lawan, bukan hanya isi pikirannya. Hal ini mencakup manipulasi persepsi, emosi dan proses pengambilan keputusan melalui berbagai teknik dan saluran telekomunikasi. Perang kognitif dapat menggunakan teknik disinformasi dengan penyebaran informasi palsu dengan tujuan yang menyesatkan, membentuk opini publik atau merusak kepercayaan terhadap institusi tertentu. Perang kognitif juga dapat melalui manipulasi media sosial dengan menggunakan platform digital untuk menyebarkan narasi tertentu, memperkuat polarisasi, menciptakan bias kognitif atau ilusi konsensus. Selain itu, operasi psikologis dan penggunaan teknologi canggih juga merupakan bagian dari teknik perang ini. Teknik operasi psikologis digunakan untuk memengaruhi emosi dan persepsi musuh, seperti melalui penyebaran pesan yang menakutkan atau membingungkan. Penggunaan teknologi canggih yang memanfaatkan kecerdasan buatan dan algoritma juga dapat digunakan dengan menargetkan individu berdasarkan profil psikografis manusia.
Dominasi fisik tidak lagi menjadi satu-satunya penentu keberhasilan suatu operasi atau pertempuran, tetapi juga memerlukan kemampuan dalam mengontrol persepsi dan kesadaran target. Masyarakat yang memiliki literasi digital rendah lebih rentan terhadap manipulasi kognitif. Hal ini menjadikan mereka sebagai target empuk dalam konflik yang berbasis informasi. Pikiran manusia tidak memiliki firewall seperti komputer. Kontrol atas ruang pikiran dapat memengaruhi hasil konflik secara signifikan. Manipulasi informasi dapat mengubah persepsi publik, memengaruhi moral pasukan dan bahkan mengubah arah kebijakan suatu negara. Negara perlu membangun tidak hanya pertahanan fisik dan digital, namun juga pertahanan kognitif melalui pendidikan, pengembangan kapasitas deteksi dan respon terhadap serangan informasi. Ruang pikiran sangat bermanfaat dalam peperangan hibrida yang mengaburkan batas antara perang dan damai, kombatan dan non-kombatan. Ruang pikiran juga mewadahi kemampuan dalam mengarahkan opini publik, menciptakan persepsi kemenangan atau bahkan menanamkan kebingungan dan ketakutan bagi musuh. Narasi yang berhasil dibangun tidak hanya dapat memengaruhi warga sipil, namun juga dapat membentuk keputusan para pemimpin politik dan militer.
Pertempuran yang terjadi di ruang pikiran tidak hanya soal teknologi, namun juga tentang bahasa, budaya, psikologi dan filosofi komunikasi. Jumlah komunikasi data atau informasi yang diciptakan, ditangkap, digandakan dan dikonsumsi publik dunia sejak tahun 2010 hingga prediksinya pada tahun 2025 terus mengalami peningkatan. Robin Burda melalui artikelnya tentang Cognitive Warfare Problem for the Brain, Opportunity for the Machine (2024) berdasarkan data dari IDC Seagate: Statista estimates menyatakan bahwa konsumsi data atau informasi yang diciptakan, ditangkap, digandakan dan dikonsumsi secara global pada tahun 2010 sebesar 2 zettabytes, namun pada tahun 2025 diproyeksikan akan mencapai 181 zettabytes.
Sumber: Cognitive Warfare Problem for the Brain, Opportunity for the Machine
Grafik I – Volume data/informasi yang diciptakan, ditangkap, digandakan dan dikonsumsi secara global periode tahun 2010-2020, dengan peramalan periode tahun 2021-2025 (dalam zettabytes)
Jumlah konsumsi volume data/informasi secara global yang digambarkan dalam Grafik-I di atas merupakan ruang yang sangat besar dan dapat dimanfaatkan sebagai ruang pertempuran dalam domain pikiran. Perang narasi, pembingkaian isu, penguasaan arus informasi dan lain sebagainya dapat terjadi dalam pertempuran di ruang pikiran. State-actor dan non-state actor dapat membentuk persepsi musuh maupun sekutunya melalui teknik manipulatif seperti deepfake, microtargeting, manipulasi algoritma dan lain sebagainya. Ruang pikiran menjadi aset yang strategis, dimana kemenangan dapat dicapai tanpa menggunakan senjata fisik, tetapi dengan pengendalian pola pikir musuh. Kemajuan teknologi dan informasi telah merevolusi cara manusia dalam mengakses dan menyerap informasi. Media sosial, algoritma search engine dan kecerdasan buatan menghadirkan kompleksitas ekosistem informasi. Hal ini dapat membentuk dan mengarahkan pikiran manusia, hingga mampu membentuk sifat dan karakter manusia yang di inginkan jika dilakukan sejak dini.
Unicef Australia dalam artikelnya tentang social media ban dikutip dari website https://www.unicef.org.au menyatakan bahwa Pemerintah Australia telah mengeluarkan peraturan tentang the Online Safety Amandement (Social Media Minimum Age) Bill 2024 pada 28 November 2024. Pemerintah Australia menjelaskan bahwa peraturan tersebut dibutuhkan untuk melindungi kesehatan mental dan kelangsungan hidup anak-anak dan remaja Australia. Brian Schatz seorang senator dari Amerika Serikat melalui artikelnya dari website https://www.schatz.senate.gov/kosma juga menyatakan bahwa anak-anak Amerika Serikat dalam kondisi yang kritis, dimana menurut survei dari Centers for Disease Control and Prevention pada tahun 2021 terhadap pelajar sekolah menengah atas menunjukkan 57% pelajar wanita dan 29% pelajar pria terus menerus merasa sedih dan putus asa. Hasil survei tersebut juga menyatakan bahwa 22% pelajar sekolah menengah atas dilaporkan memiliki keinginan untuk mengakhiri hidupnya.
Menurut Policy Horizons Canada melalui Disruptions on the Horizon 2024 Report menyatakan bahwa terdapat 10 prediksi dengan dampak tertinggi dari total 35 potensi disrupsi kemajuan teknologi dan informasi yang bersifat global, dimana 2 diantaranya adalah ketidakmampuan masyarakat untuk membedakan informasi yang benar dan salah serta kesehatan mental dalam level yang krisis. Policy Horizons Canada juga menjelaskan bahwa ekosistem informasi telah dibanjiri oleh konten-konten buatan manusia dan kecerdasan buatan. Perdana Menteri Norwegia Jonas Gahr Store melalui artikel berita The Guardian pada 23 Oktober 2024 yang dikutip dari website https://www.theguardian.com/ menyampaikan keinginannya untuk melindungi anak-anak dari ‘power of the algorithm’. Selain Australia dan Norwegia, negara-negara yang juga menerapkan pelarangan dan pembatasan akses media sosial bagi anak-anak dan remajanya antara lain Inggris, Perancis, Jerman, Belanda dan Italia. Strategic Multilayer Assessment (SMA) U.S. Departement on Defense, U.S. Chief of Staff and U.S. Departement of Homeland Security melalui White Paper on Influence in an Age of Rising Connectedness Agustus 2017 menyatakan bahwa dalam memerangi misinformasi dan disinformasi online membutuhkan pendekatan ilmiah berdasarkan teori yang divalidasi secara empiris. Pendekatan tersebut bersifat interdisipliner yang memerlukan wawasan dari ilmu pengambilan keputusan, ilmu komputer, ilmu sosial dan integrasi sistem.
Pemerintah Indonesia juga telah mengesahkan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak. Peraturan tersebut mengatur produk, layanan dan fitur yang digunakan oleh anak untuk dinilai tingkat risikonya, baik risiko tinggi maupun risiko rendah. Penilaian tingkat risiko dituangkan dalam Pasal 5 Ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025, dimana tingkat risiko dilakukan berdasarkan aspek-aspek yaitu berkontak dengan orang lain yang tidak dikenal, terpapar pada konten pornografi, konten kekerasan, konten berbahaya bagi keselamatan nyawa, dan konten lain yang tidak sesuai peruntukan anak, eksploitasi anak sebagai konsumen, mengancam keamanan data pribadi anak, menimbulkan adiksi, gangguan kesehatan prikologis anak, dan gangguan fisiologis anak. Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 juga mewajibkan penyelenggara sistem elektronik untuk mendapatkan persetujuan atau penolakan oleh orang tua atau wali anak, dimana apabila ditolak, penyelenggaran sistem elektronik wajib menghapus data pribadi anak. Penjelasan Pasal 9 Ayat (5) atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 huruf b mewajibkan penyelenggara sistem elektronik untuk menghapus data pribadi anak jika orangtua atau wali anak menolak penggunaan produk, layanan dan fiturnya.
Data pribadi anak yang wajib dihapus oleh penyelenggara sistem elektronik sesuai penjelasan pasal tersebut memiliki ruang lingkup antara lain:
a. Pengidentifikasi seperti nama asli, alias, alamat pos, pengidentifikasi pribadi unik, alamat protokol internet, alamat email, nama akun, nomor jaminan sosial, nomor surat izin mengemudi, nomor paspor, atau pengidentifikasi serupa lainnya;
b. Informasi komersial, termasuk catatan properti pribadi, produk atau layanan yang dibeli, diperoleh atau dipertimbangkan, atau riwayat atau tren pembelian atau konsumsi lainnya;
c. Informasi biometrik;
d. Informasi tentang aktivitas internet atau aktivitas jaringan elektronik lainnya, antara lin riwayat penjelajahan, riwayat pencarian, dan informasi yang berkaitan dengan interaksi pengguna dengan aplikasi atau iklan situs web internet;
e. Data geolokasi;
f. Informasi suara, visual atau informasi serupa lainnya;
g. Informasi profesional atau terkait pekerjaan;
h. Informasi pendidikan;
i. Kesimpulan yang diambil dari salah satu informasi atau kombinasi data pribadi yang telah diidentifikasi sebelumnya untuk membuat profil tentang individu anak yang mencerminkan preferensi, karakteristik, kecenderungan psikologis, kecenderungan perilaku, sikap, kecerdasan, kemampuan dan bakatnya; dan
j. Data pribadi lainnya, seperti data keuangan, kode keamanan pribadi, kata sandi, atau kredensial akses, konten pertukaran komunikasi pribadi, termasuk email dan pesan pribadi, data kesehatan, informasi tentang ras atau etnis, keyakinan agama atau filosofis.
Menurut https://www.siloamhospitals.com dalam artikelnya tentang Adiksi (Kecanduan) – Penyebab, Gejala dan Cara Mengatasinya, Adiksi atau kecanduan adalah keadaan ketika seseorang tidak memiliki kendali untuk berhenti melakukan, mengambil atau menggunakan sesuatu bahkan ketika hal tersebut sudah membahayakan diri sendiri. Adiksi dibagi menjadi 2 (dua) jenis yaitu adiksi zat dan adiksi perilaku. Adiksi zat merupakan kondisi seseorang kecanduan zat seperti alkohol, kafein, halusinogen, inhalants, obat penenenang, dan lain sebagainya. Adiksi perilaku merupakan kondisi seseorang yang kecanduan untuk melakukan suatu hal secara berlebihan seperti gaming disorder (kecanduan bermain video game) dan gambling disorder (kecanduan berjudi). Adiksi perilaku tidak hanya terbatas pada kecanduan bermain video game maupun kecanduan berjudi, baik judi offline maupun judi online. Kemajuan teknologi membuka luas ruang pikiran manusia sebagai domain baru medan pertempuran dengan tujuan menciptakan adiksi perilaku yang menyimpang. Seseorang yang telah kecanduan bermain game online, judi offline dan online serta aplikasi-aplikasi tertentu lainnya akan mengalami kesulitan untuk menghentikan perilaku tersebut. Apabila ditargetkan kepada anak, dikhawatirkan sejak dini anak tersebut dapat diarahkan dan dibentuk sifat dan karakternya hingga dapat berdampak negatif bagi kesehatan fisik, mental, hubungan sosial, pekerjaan dan kualitas hidupnya secara keseluruhan dimasa depan.
Adiksi baik zat dan perilaku juga sejalan dengan perkembangan teknologi biometrik yang dapat merekam karakteristik fisik dan karakteristik perilaku dari manusia. Karakteristik fisik pada biometrik berupa sidik jari, fitur wajah, iris mata, atau retina mata dan lain sebagainya. Karakteristik perilaku pada biometrik berupa gaya berjalan, tanda tangan, ritme mengetik dan lain sebagainya.Amerika Serikat telah lama menggunakan teknologi biometrik. Melalui website https://www.dhs.gov, U.S. Departement of Homeland Security (DHS) menggunakan biometrik untuk mendeteksi dan mencegah masuknya warga negara asing secara ilegal ke wilayah Amerika Serikat. Penggunaan biometrik dalam rangka melindungi kepentingan negara Amerika Serikat melalui Office of Biometric Identity Management (OBIM) sebagai penyedia teknologi storing, comparing dan sharing data biometrik. OBIM menggunakan Automated Biometric Identification System yang telah menyimpan lebih dari 320 juta identitas unik dan memproses lebih dari 400.000 transaksi biometrik setiap harinya. Amerika Serikat juga telah membangun interoperabilitas melalui biometrik dengan Departement of Defense (DOD) dan Departement of Justice (DOJ). DHS telah membagikan informasi kritikal biometrik menggunakan teknologi penyaringan data yang mutakhir dan kontrol privasi untuk mendukung tugas dan fungsi dari DHS, DOS dan DOJ Amerika Serikat.
Biometrik sangat bermanfaat dalam memberikan fasilitas keamanan dan otentikasi individu secara mutakhir, namun teknologi ini juga dapat disalahgunakan sebagai senjata untuk profiling psikologis individu dan kelompok baik oleh state-actor maupun non-state actor. Penggabungan biometrik dengan data perilaku (eye tracking, respon emosi atau pola ekspresi wajah) dapat digunakan oleh aktor-aktor jahat dalam menyusun profil psikologis individu, sehingga memungkinkan manipulasi informasi secara lebih personal dan efektif. Selain itu, individu dengan respon emosional tertentu terhadap stimulus dapat menjadi target kampanye disinformasi, propaganda atau pemicu konflik sosial. Data biometrik dapat digunakan untuk membantu menentukan konten mana yang paling mengunggah emosi target. Biometrik wajah dan suara juga dapat disalahgunakan untuk menciptakan konten deepfake yang sangat meyakinkan. Jika dikaitkan dengan konteks perang psikologis, hal ini dapat menghancurkan reputasi tokoh publik, menciptakan kepanikan atau memperkuat narasi-narasi palsu. Semua pihak baik militer maupun sipil sama-sama berpotensi teridentifikasi melalui pemindaian wajah dan kemudian dikirimkan pesan-pesan propaganda yang dirancang khusus untuk mempengaruhi emosi berdasarkan reaksi biometrik mereka sebelumnya. Potensi ancaman tersebut dapat semakin nyata seiring dengan kemajuan teknologi kecerdasan buatan dan neuroteknologi.
Kolonel Adm Romson Sintong Sianturi, S.E., M.Strat, Kabag Datin Set Ditjen Pothan Kemhan selaku Narasumber menggambarkan Alat atau Media Serangan Digital dalam Ekosistem Serangan Kognitif Digital dan Dampaknya ke Masyarakat sebagai berikut:
Sumber: Kolonel Adm Romson Sintong Sianturi, S.E., M.Strat
Tabel I – Alat atau Media Serangan Digital
Serangan kognitif digital tersebut dapat menghasilkan efek jangka pendek dengan menurunnya daya pikir kritis, instanisme dan dophamine addiction, polarisasi sosial, literasi digital rendah dan penyebaran hoax yang cepat. Selain itu juga menghasilkan efek jangka panjang (Longterm Cognitive Conditioning) dengan konsumerisme berlebihan, lemahnya kesadaran kebangsaan, budaya instan mentalitas siap pakai, malas proses, rentan terhadap propaganda dan disinformasi global, hilangnya memori sosial dan warisan budaya, serta daya tahan kognitif nasional menurun sehingga masyarakat mudah di arahkan sesuai kepentingan pihak luar. Narasumber juga menjelaskan tentang Simulasi Skema Alur Pengaruh Negatif yang dimulai dari konten video pendek, disukai dan di-share, algortima menguatkan konten serupa, influencer ikut meng-endorse narasi, muncul meme & clickbait pendukung, polarisasi dan instanisme, budaya Fear Of Missing Out (FOMO) dan ikut merasa tertantang, kognisi publik terkondisi hingga konsumerisme & low critical awareness. Pertempuran di Ruang Pikiran menjadi ancaman bagi Pertahanan Negara, dimana masyarakat kehilangan daya nalar kritis, mudah dimobilisasi oleh narasi eksternal, memicu krisis identitas budaya dan sosial dan melemahkan daya tahan nasional tanpa menggunakan peluru.
IV. Kesimpulan.
A. Ruang pikiran berpotensi menjadi domain baru medan pertempuran selain domain darat, laut, udara, ruang angkasa, ruang siber dan spektrum elektromegnetik.
B. Pertempuran di ruang pikiran dalam perang modern tidak menggunakan peluru, namun memanfaatkan data, informasi individu, narasi, teknologi psikologis dan bertujuan untuk mempengaruhi, mengacaukan atau mengendalikan pikiran manusia melalui manipulasi informasi, emosi dan persepsi.
C. Indonesia telah mengambil langkah yang strategis untuk mengantisipasi ancaman domain ruang pikiran melalui pengesahan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 yang memberikan kerangka hukum perlindungan anak dari konten digital berbahaya.
D. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi membuka luas ruang pikiran manusia sebagai domain baru medan pertempuran dengan tujuan menciptakan adiksi perilaku yang tidak hanya terbatas pada kecanduan bermain video game maupun kecanduan berjudi, baik judi offline maupun judi online.
E. Adiksi perilaku yang ditargetkan sejak dini kepada anak-anak, dikhawatirkan dapat mengarah dan membentuk sifat dan karakternya hingga dapat berdampak negatif bagi kesehatan fisik, mental, hubungan sosial, pekerjaan, hingga kualitas hidupnya dimasa depan. Hal ini seperti opium war gaya baru yang berpotensi mengganggu kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia di masa depan.
F. Pertahanan dan ketahanan nasional tidak hanya bergantung pada kekuatan militer konvensional, tetapi juga pada kemampuan melindungi dan mengelola ruang pikiran warga negaranya, khususnya anak-anak dan generasi muda.
V. Rekomendasi.
A. Pemerintah diharapkan dapat mengembangkan strategi nasional pertahanan kognitif yang melibatkan sektor pendidikan, media, teknologi dan keamanan siber. Strategi tersebut dapat melalui pembentukan Cognitive Resilience National Program secara kolaboratif dengan melibatkan peran Dewan Pertahanan Nasional (DPN), Kemhan, Komdigi, BNPT, BSSN, media, dan komunitas konten dengan satuan gugus tugas di bawah kendali DPN.
B. Sosialisasi dan implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 diharapkan dapat diperkuat melalui kolaborasi antara pemerintah, platform digital dan lembaga pendidikan dalam menyaring dan mengawasi konten elektronik yang dapat merusak perkembangan anak.
C. Kurikulum pendidikan dan media diharapkan dapat memasukkan Literasi Digital, Deteksi Disinformasi AI-Driven dan Counter-Narrative Content Creation secara sistematis agar dapat memperkuat daya tahan mental generasi muda terhadap manipulasi informasi.
D. Sistem pengawasan dan algoritma konten pada platform digital baik nasional maupun internasional diharapkan dapat diperkuat agar tidak menjadi sarana inflitrasi kognitif baik oleh state-actor maupun non-state actor.
E. Pemerintah diharapkan dapat menjalankan strategi kolaboratif seperti Regulasi Algoritma & Platform Governance, Prioritas konten edukatif & nasionalisme, Pemetaan Influencer & Media Proxy Asing dan Deteksi softpower proxy yang infiltrasi media sosial.
F. Penggunaan biometrik diharapkan dapat dibatasi melalui regulasi yang ketat dan prinsip etika seperti mengembangkan hukum pertahanan siber yang mencakup perlindungan data biometrik, memastikan transparansi penggunaan data biometrik oleh negara atau perusahaan teknologi, meningkatkan kesadaran publik tentang risiko manipulasi berbasis data pribadi, dan lain sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
The Defence Horizon Journal (2024). Aspects of Cognitive Warfare. ISBN: 9783200101661.
Policy Horizons Canada (2024). Disruptions on the Horizon. PDF:PH4-198/2024E-PDF. ISBN: 978-0-660-71025-9.
James Giordano, Phd (2021). Emerging Neuroscience and Technology (NeuroS/T): Current and Near-Term Risks and Threats to US and Global Biosecurity.
Mario Beauregard (2012). Brain Wars: The Cientific Battle Over the Existence of the Mind and the Proof That Will Change the Way We Live Our Lives. Harper One. ISBN 97800620171569.
Timothy L. Thomas (1998). The Mind Has No Firewall. The US Army War College Quarterly: Parameters. Volume 28 Number 1 Parameters Spring 1998. Article 12.
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak.
https://www.schatz.senate.gov/kosma
https://www.unicef.org.au/unicef-youth/staying-safe-online/social-media-ban-explainer
https://www.siloamhospitals.com/informasi-siloam/artikel/apa-itu-adiksi
https://www.dhs.gov/biometrics#:~:text=Biometrics%20is%20the%20automated%20recognition,the%20purpose%20of%20biometric%20recognition
THE INTERNET OF MILITARY DEFENSE THINGS (IoMDT): TANTANGAN, PELUANG DAN ANCAMAN BAGI INDONESIA
Potensi Kendali Swarm Drone Menggunakan Kekuatan Pikiran Dengan Brain-Computer Interfaces
https://forkominhan.id/wp-content/Inhan/edisi03apr2024/mobile/index.html
PENGEMBANGAN TEKNOLOGI REKAYASA KEBUMIAN : TANTANGAN, PELUANG DAN ANCAMAN BAGI INDONESIA
IMPLIKASI KECERDASAN BUATAN DALAM INDUSTRI PERTAHANAN : TANTANGAN DAN PELUANG BAGI INDONESIA
PENGEMBANGAN TEKNOLOGI SEMIKONDUKTOR NASIONAL DAN KEMANDIRIAN INDUSTRI PERTAHANAN
PENGEMBANGAN NANOTEKNOLOGI DAN MANFAATNYA BAGI SEKTOR PERTAHANAN SUB SEKTOR INDUSTRI PERTAHANAN
https://www.kemhan.go.id/pothan/2023/07/25/potensi-triple-helix-model-dalam-pengembangan-directed-energy-weapons-dews-demi-kemandirian-industri-pertahanan-nasional.html.
https://www.kemhan.go.id/pothan/2023/06/21/potensi-dwiguna-rare-earth-elements-rees-dalam-pengembangan-sistem-c6isr-dan-interoperabilitas-trimatra-terpadu-produk-industri-pertahanan-indonesia.html.
https://www.kemhan.go.id/pothan/2023/05/25/sifat-dual-use-agensia-biologi-sebagai-potensi-ancaman-aktual-non-militer-terhadap-pertahanan-negara.html.
https://www.kemhan.go.id/pothan/2023/05/10/strategi-copying-from-dalam-memperkuat-pertahanan-negara-pada-domain-military-aviation.html.
https://www.kemhan.go.id/pothan/2023/05/02/strategi-five-interdependent-goals-departemen-pertahanan-amerika-serikat-untuk-meraih-freedom-of-action-dalam-spektrum-elektromagnetik.html.
https://www.kemhan.go.id/pothan/2023/04/14/naskah-karya-tulis-ilmiah-esai-sishankamrata-dual-use-aspek-militer-dan-sipil-sebagai-upaya-penguatan-pertahanan-dan-ekonomi-menggunakan-strategi-military-civil-fusion-mcf.html.
https://www.kemhan.go.id/pothan/2023/02/04/analisis-swot-terhadap-pembentukan-holding-bumn-industri-pertahanan-dalam-rangka-memperkuat-pertahanan-negara.html.
https://forkominhan.id/wp-content/Inhan/edisifebapr2023/mobile/index.html.
https://www.kemhan.go.id/pothan/2023/02/06/potensi-kerja-sama-industri-pertahanan-indonesia-dengan-jepang-dalam-new-domains-of-warfare-studi-pustaka-pada-kebijakan-pertahanan-indonesia-dan-the-defense-of-japan-white-paper-2022.html.
https://bisnisindonesia.id/article/ri-pursuing-a-dual-approach-strategy-in-the-development-of-semiconductor-ecosystem
https://indonesia.jakartadaily.id/ekonomi-bisnis/69312434611/joe-biden-umumkan-bangun-pabrik-semikonduktor-senilai-rp-640-triliun-gandeng-korsel
https://papua.tribunnews.com/2024/05/30/intip-kekuatan-udara-tni-au-drone-game-changer?page=2