PENTING KERJASAMA TNI PERBATASAN BANGUN PEMBERDAYAAN EKONOMI

Rabu, 27 Juni 2012

Kupang,   Pengamat Ekonomi Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang, Dr Thomas Ola Langoday, mengatakan penting dibangun kerja sama dengan TNI penjaga perbatasan untuk peningkatan pemberdayaan ekonomi masyarakat di kawasan itu.

Dia menyampaikan hal itu di Kupang, Senin saat dimintakan tanggapan terkait upaya pemerintah untuk membangun ekonomi masyarakat di kawasan perbatasan, sebagai gerbang NKRI.

Menurut dia, kebijakan ekonomi daerah-daerah perbatasan Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan Timor Leste dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat di kawasan serambi negara itu, perlu dilakukan oleh semua pihak termasuk melibatkan TNI penjaga perbatasan.

Dia mengatakan, TNI sebagai penjaga perbatasan saat ini, tidak sekadar menjalankan tugas dan fungsinya untuk pengamanan wilayah, tetapi juga harus bisa menjalankan fungsinya sebagai komponen peningkatan pemberdayaan masyarakat di daerah tersebut.

Dan untuk melaksanakan tugas dan fungsi tersebut, TNI penjaga perbatasan harus juga terlebih dahulu sejahtera, sehingga pelaksanaan pemberdayaan ekonomi masyarakat di kawasan perbatasan bisa dilakukan dengan baik.

“TNI selaku garda terdepan NKRI di perbatasan harus juga sejahtera agar bisa menunjukan kepada dunia bahwa TNI dan masyarakat di serambi negara itu sejahtera,” kata Langoday.Langkah konkrit yang bisa dilakukan kata Langoday, adalah dengan membentuk masyarakat binaan secara ekonomi, baik di bidang budidaya pertanian, peternakan, usaha perdagangan atau industri hasil bumi di kawasan perbatasan.

Dengan begitu, masyarakat di kawasan perbatasan akan menjadikan kelompok pemberdayaan itu sebagai salah satu potensi untuk mengembangkan ekonomi masyarakat di daerah itu untuk secara perlahan meningkatkan kesejahterannya.

“Mengapa rakyat di perbatasan kondisi ekonominya dari waktu ke waktu tetap seperti itu, karena tidak ada contoh. Mereka mau mencontohi siapa yang hidupnya sama dengan mereka, jika tidak digerakan oleh komponen masyarakat di sana terutama TNI,” kata Langoday.

Dosen Magister Manajemen pada Unika Kupang itu mengatakan, pemerintah dan masyarakat patut memberikan apresiasi kepada pihak TNI yang saat ini berada di kawasan perbatasan NTT-Timor Leste, yang sudah mulai mengembangka pola pemberdayaan ekonomi masyarakat di kawasan itu.

“Kita patut memberikan dukungan dan dorongan untuk Komandan Korem yang sudah menerapkan pola pemberdayaan ekonomi masyarakat di kawasan perbatasan dengan harapan agar terus dilanjutkan,” kata Langoday.Hal ini penting, karena jika standar ekonomi masyarakat di wilayah perbatasan RI jauh lebih rendah dari masyarakat di negara Timor Leste, berbagai kemungkinan akan bisa terjadi.

Dia menyebut, kemungkinan yang bisa terjadi, di antaranya, penyelundupan barang dari Timor Leste ke Indonesia, penyelundupan barang ke Timor Leste karena tergiur dengan kehidupan maju di Timor Leste.Bukan sekadar itu, menurut Langoday bisa juga terjadi masyarakat yang menghuni perbatasan pindah ke Timor Leste, karena menilai negara tersebut lebih menjanjikan kehidupan ekonominya.

Memang diakuinya dalam jangka pendek, Timor Leste belum mengarahkan pembangunan ke daerah-daerah di kawasan perbatasan dengan Indonesia.Namun jika satu saat terjadi perkembangan dengan terjadi peningkatan infrastruktur yang memadai, terjadi peningkatan kesejahteraan yang merata, kemudahan mendapatkan barang dan jasa, akan timbul kekagetan ekonomi.

“Suatu saat akan terjadi kekagetan ekonomi kendati memiliki budaya yang sama namun kesejahteraan masyarakat berbeda, akhirnya masyarakt lari ke sebalah,” kata Langoday.
Aspek ekonomi dan keamanan, kata dia saat ini harus jalan berbarengan, namun harus mendahulukan penguatan ekonomi.

“Di zaman ini bukan pendekatan keamana yang diutamakan, tetapi ekonomi. Karena itu penting dibangun sentra-sentra produksi sesuai dengan keunggulan yang ada di masyarakat perbatasan, sehingga merekalah yang menguasai pasar-pasar di perbatasan dari aspek komuditinya,” katanya.

Sumber :  Antara




Hak Cipta © Kementerian Pertahanan Republik Indonesia