Sumber Daya Hayati Dapat Disalahgunakan Sebagai Senjata Biologi

Jumat, 17 Februari 2017

Jakarta (16/02/2017). Itulah salah satu topik bahasan dalam Focus Group Discussion (FGD) dalam rangka penyusunan Roadmap Pertahanan Sumber Daya Hayati (Biodefence) yang diselenggarakan oleh Direktorat Komponen Pendukung (Ditkomduk) Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan (Ditjen Pothan) Kementerian Pertahanan (Kemhan) pada tanggal 16 Februari yang lalu bertempat di Gedung R. Soeprapto Lt. 8 Aula Bela Negara. Hal tersebut disampaikan oleh Sesditjen Pothan, Brigjen TNI Soenaryo yang membacakan Amanat Dirjen Pothan pada acara Pembukaan FGD tersebut bahwa salah satu jenis ancaman yang sedang mengemuka beberapa tahun belakangan ini adalah ancaman terhadap penyalahgunaan sumber daya hayati. Karena, disamping bermanfaat atau memberikan keuntungan bagi kehidupan, sumber daya hayati juga dapat digunakan sebagai bahan senjata pemusnah masal sebagai senjata biologi (bioweapons) yang dapat menyerang hewan, tumbuhan dan manusia.

Senjata biologi adalah mikroorganisme yang meyebabkan penyakit, digunakan untuk melumpuhkan musuh, yang target serangannya tidak saja manusia tetapi juga digunakan untuk melumpuhkan perekonomian suatu negara melalui penyebaran wabah penyakit pada hewan maupun tumbuhan. Serangan pada hewan dan tanaman dapat menimbulkan kerugian ekonomi, yang melebihi serangan kepada manusia. Serangan pada hewan dan manusia, misalnya berupa flu burung, antrax, cacar, ebola, Mers CoV, dan lain-lain.

Belakangan ini, intensitas ancaman dari sumber daya hayati menjadi semakin meningkat dengan kemajuan dibidang rekayasa genetika, teknologi nuklir, biologi-khusus bioteknologi, dan kimia. Kekhawatiran yang melanda dunia adalah apabila sumber daya hayati dimanfaatkan oleh orang atau kelompok yang tidak bertanggungjawab dan digunakan sebagai senjata biologi (bioweapons), bioterorism dan lain-lain. Karena senjata bilogi tidak hanya digunakan untuk perang tetapi juga dapat digunakan tujuan terorisme. Keunggulan senjata biologi adalah kemampuan produksi yang tinggi, kemudahan penyimpanan, potensi proliferasi, kesulitan untuk melacak individu atau kelompok yang menggunakannya, dan dampak yang sangat luas dari mulai manusia hingga sektor peternakan dan pertanian.

Dalam konteks sistem pertahanan negara yang bersifat semesta, menuntut adanya pendayagunaan sumber daya nasional, termasuk di dalamnya potensi sumber daya hayati (hewan dan tumbuhan) termasuk potensi sumber daya manusia untuk kepentingan pertahanan negara. Atas pertimbangan itulah, maka selaku pengemban tugas pemerintahan dibidang pertahanan negara, Direktorat Komponen Pendukung yang salah satu fungsinya merumuskan kebijakan dibidang potensi sumber daya alam dan buatan untuk kepentingan pertahanan negara, turut bertanggung jawab dalam pengamanan potensi sumber daya hayati tersebut untuk kepentingan pertahanan negara.

Atas pertimbangan itulah, maka Ditjen Pothan memandang perlu menyusun kebijakan berupa Roadmap Pertahanan Sumber Daya Hayati (Biodefence), yaitu suatu langkah-langkah atau upaya biosecurity dan biosafetyterhadap kelompok organisme yang dapat menimbulkan ancaman biologis atau penyakit menular. Roadmap ini disusun sebagai acuan bagi Kementerian Pertahanan dan Kementerian/Lembaga terkait dalam penanganan penyalahgunaan sumber daya hayati untuk kepentingan tertentu yang dapat digunakan untuk menyerang suatu negara sebagai senjata biologidan lain-lain, sehingga dapat berdampak mengancam kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa.

Terkait penyalahgunaan sumber hayati yang digunakan sebagai senjata biologi ini, Direktur Keamanan Internasional dan Perlucutan Senjata Direktorat Jenderal Multilateral Kementerian Luar Negeri yang diwakili oleh Bp. Nanda Avalist mengemukakan bahwa sumber daya hayati diatur dalam berbagai kebijakan baik kebijakan luar negeri, kebijakan nasional dan kebijakan pertahanan. Kebijakan luar negeri yang bersifat multilateral adalah dalam rangka penguatan Biological Weapon Convension. Sedangkan yang bersifat bilateral adalah dalam rangka kewaspadaan khususnya terkait penggunaan sumber daya hayati (biologi) untuk kepentingan damai. Dalam konteks ini Indonesia selalu turut aktif mengikuti perkembangan tentang penggunaan senjata biologi Internasional sebagaimana diatur dalam Resolusi Dewan Keamanan PBB No.1540 Tahun 2004 khususnya dalam rangka mencegah proriferasi,Weapon of Mass Destruction (Chemical, Biological Radiological, Nuclear)dan penggunaannyaolehaktor non negara (non state actor).

Kegaiatan ini juga disambut baik oleh Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Ditjen P2P) Kementerian Kesehatan, dr. Jane Supriadi, yang dalam paparannya menyampaikan bahwa sebagai bagian dari ancaman global, regional dan nasional, ancaman yang berasal dari sumber daya hayati dapat menyerang manusia berupa penyakit yang potensial wabah (23 jenis), penyakit baru, penyakit lama yang muncul kembali, penyakit yang tereliminasi, bioterorisme, serta unsur biologi, kimia dan radiasi. Upaya Kementerian Kesehatan antara lain melaksanakan surveilans epidemiologi, dan kekarantinaan, pengendalian dampak kesehatan lingkungan , pelayanan kesehatan, pengawasan OMKABA dan pengamanan Nuklir, biologi dan kimia. Adapun tujuannyaadalah untuk mencegah masuk dan keluarnya ancaman masalah kesehatan di pintu-pintu masuk negara dan daerah. Pencegahan keluar masuknya penyakit di pintu masuk negara dilakukan terhadap semua orang, barang dan alat angkut dari seluruh dunia dan dilaksanakan di seluruh pelabuhan laut (41), 27 bandara udara dan 10 pos lintas batas negara, melalui 49 Kantor Kesehatan Pelabuhan dan 305 Wilayah Kerja, guna mencegah kejadian luar biasa/wabah/kedaruratan kesehatan yang meresahkan dunia.

Kementerian/lembaga lain terkait dengan penyusunan biodefence yang juga menjadi narasumber adalah dari Kementerian Pertanian terkait jenis penyakit tanaman yang berpotensi untuk dijadikan bioweapon atau bioterorism, upaya pengamanan dan perlindungan sumber daya hayati. Sedangkan Badan Intelijen Negara terkait dengan tugas pendeteksian dini, identifikasi, analisis dalam rangka memberikan peringatan dini untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan bentuk dan sifat ancaman yang potensial dan nyata terhadap keselamatan dan eksistensi bangsa dan negara serta peluang yang ada bagi kepentingan dan keamanan nasional. Penyusunan Roadmap Biodefence ini juga terkait dengan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman dan lembaga penelitian serta laboratorium lain yang dimiliki oleh Kementerian/Lembaga terkait.




Hak Cipta © Kementerian Pertahanan Republik Indonesia