RANCANGAN PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN IMBAL BELI UNTUK PENGADAAN BARANG PEMERINTAH ASAL IMPOR

Kamis, 26 April 2018

Kementerian Pertahanan sesuai dengan amanat Undang-Undang No.16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan mewajibkan setiap pengadaan Alpal Hankam dari luar negeri untuk melalui mekanisme Imbal Dagang (Barter dan/atau Imbal Beli), Kandungan Lokal dan/atau Ofset. Besaran kewajiban Imbal Dagang (Barter dan/atau Imbal Beli), Kandungan Lokal dan/atau Ofset paling rendah 85% dari nilai kontrak. Dimana besaran untuk Kandungan Lokal dan/atau Ofset paling rendah 35 % dari nilai kontrak.luar negeri dan menyampaikan kepada Kementerian Perdagangan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2014 tentang Mekanisme Imbal Dagang Dalam Pengadaan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan dari luar negeri, pada pasal 8 dinyatakan Imbal dagang dalam Pengadaan Alpal Hankam dari luar negeri dilakukan melalui Barter dan /atau Imbal Beli. Sedangkan di Pasal 9 ayat (2) dinyatakan komponen imbal dagang meliputi barang dan/atau jasa Pertahanan, barang industri, manufaktur dan/atau produk lainnya yang berdampak positif bagi perekonomian nasional. Sedangkan Peraturan Menteri Perdagangan No.44/M-DAG/PER/2016 tentang ketentuan Imbal Beli untuk Pengadaan Barang Pemerintah Asal Impor yang diubah dengan Permendag NO.28/M-DAG/PER/2017 menyatakan bahwa pengadaan barang pemerintah yang berasal dari impor dengan nilai tertentu dan/atau berdasarkan peraturan perundang-undangan wajib dilaksanakan melalui imbal beli, jenis dan nilai barang serta persentase kewajiban imbal beli ditentukan oleh Menteri Perdagangan berdasarkan usulan K/L terkait.

Dalam Permendag tersebut, perusahaan pemasok yang telah ditetapkan sebagai pemenang lelang dalam pengadaan barang pemerintah asal impor wajib mengekspor Barang Ekspor Indonesia senilai atau sepadan dengan nilai kewajiban imbal beli Pengadaan Barang Pemerintah asal impor. Pelaksanaan ekspor Barang ekspor Indonesia harus dilakukan oleh perusahaan pihak ketiga yang ditetapkan oleh Menteri Perdagangan. Apabila perusahaan pemasok/perusahaan Pihak Ketiga tidak dapat merealisasikan Ekspor untuk pemenuhan kewajiban Imbal Beli, maka akan dikenakan sanksi berupa kewajiban membayar denda sebesar 50% dari nilai kewajiban Imbal Beli yang belum direalisasikan. Perusahan Pihak Ketiga harus menyampaikan laporan realisasi ekspor secara tertulis kepada Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri untuk pemenuhan kewajiban Imbal Beli baik terealisasi maupun tidak terealisasi. Dari Hal tersebut diatas dapat memberikan saran masukan tentang konsep Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Tentang Ketentuan Imbal Beli Untuk Pengadaan Barang Pemerintah Asal Impor (terlampir) ke alamat email : datin.pothan@kemhan.go.id. (Red. Bag Datin)

KONSEP

PERATURAN MENTRI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR

TENTANG

KETENTUAN IMBAL BELI UNTUK PENGADAAN
BARANG PEMERINTAH ASAL IMPOR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan imbal beli untuk pengadaan barang pemerintah asal impor, perlu mengatur kembali ketentuan mengenai ketentuan imbal beli untuk pengadaan barang pemerintah asal impor;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan tentang Ketentuan Imbal Beli untuk Pengadaan Barang Pemerintah Asal Impor;

Mengingat : 1. UndangUndang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297);

2. UndangUndang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 183, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5343);

3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5512);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1982 tentang Pelaksanaan Ekspor, Impor dan Lalu Lintas Devisa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3210) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1985 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1982 tentang Pelaksanaan Ekspor, Impor dan Lalu Lintas Devisa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3291);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2014 tentang Mekanisme Imbal Dagang Dalam Pengadaan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan dari Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 262, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5596);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2017 tentang Cara Pembayaran Barang dan Cara Penyerahan Barang dalam Kegiatan Ekspor dan Impor (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6102);

7. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8);

8. Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2015 tentang Kementerian Perdagangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 90);

9. Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 33);

10. Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 30 Tahun 2015 tentang Imbal Dagang, Kandungan Lokal, dan Ofset dalam Pengadaan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan dari Luar Negeri (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 2086);

11. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 08/M-DAG/PER/2/2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perdagangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 202);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN TENTANG KETENTUAN IMBAL BELI UNTUK PENGADAAN BARANG PEMERINTAH ASAL IMPOR.

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Perdagangan adalah tatanan kegiatan yang terkait dengan transaksi Barang di dalam negeri dan melampaui batas wilayah negara dengan tujuan pengalihan hak atas Barang untuk memperoleh imbalan atau kompensasi.

  2. Imbal Beli adalah suatu cara pembayaran Barang yang mewajibkan pemasok luar negeri untuk membeli dan/atau memasarkan Barang tertentu sebagai pembayaran atas seluruh atau sebagian nilai Barang dari pemasok luar negeri.

  3. Barang adalah setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, dan dapat diperdagangkan, dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha.

  4. Barang Asal Indonesia adalah barang yang berasal dari Indonesia yang telah memenuhi Ketentuan Asal Barang Indonesia (Rules of Origin of Indonesia).

  5. Ketentuan Asal Barang Indonesia (Rules of Origin of Indonesia) adalah peraturan perundang-undangan dan ketentuan administratif yang bersifat umum yang diterapkan untuk menentukan asal barang Indonesia.

  6. Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan yang selanjutnya disebut Alpalhankam adalah segala alat perlengkapan untuk mendukung pertahanan negara serta keamanan dan ketertiban masyarakat.

  7. Kementerian adalah perangkat pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.

  8. Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang selanjutnya disingkat LPNK adalah adalah lembaga negara yang dibentuk untuk melaksanakan tugas pemerintahan tertentu dari presiden.

  9. Pemerintah Daerah yang selanjutnya disebut Pemda adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.

  10. Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disingkat BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.

  11. Badan Usaha Milik Daerah yang selanjutnya disingkat BUMD adalah perusahaan yang didirikan dan dimiliki oleh pemerintah daerah.

  12. Pengadaan Barang pemerintah adalah pengadaan Barang untuk kebutuhan Kementerian, LPNK, Pemda, BUMN, dan BUMD yang menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Kredit Ekspor, kredit komersial, dana penyertaan modal pemerintah dan/atau anggaran perusahaan yang diperoleh dari laba.

  13. Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan Barang dari daerah pabean.

  14. Impor adalah kegiatan memasukkan Barang ke dalam daerah pabean.

  15. Pemasok Luar Negeri adalah perusahaan yang telah ditetapkan sebagai penyedia barang Pengadaan Barang Pemerintah untuk menyediakan dan memasok Barang asal luar negeri.

  16. Perusahaan Pihak Ketiga adalah BUMN yang memfasilitasi pelaksanaan pemenuhan kewajiban Imbal Beli.

  17. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Perdagangan.

  18. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan.

Pasal 2

  1. Pengadaan Barang pemerintah yang berasal dari Impor dengan:

  1. jenis dan nilai tertentu; dan/atau

  2. berdasarkan peraturan perundang-undangan,

wajib dilaksanakan melalui Imbal Beli.

  1. Jenis dan nilai tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berdasarkan usulan dan/atau pelimpahan dari Kementerian, LPNK, Pemda, BUMN, dan BUMD.

Pasal 3

  1. Pemenuhan kewajiban Imbal Beli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus dilakukan oleh Pemasok Luar Negeri dengan membeli dan/atau memasarkan Barang Asal Indonesia.

  2. Pembelian dan/atau Pemasaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan paling sedikit sesuai dengan nilai kewajiban Imbal Beli Pengadaan Barang pemerintah asal Impor.

Pasal 4

  1. Barang Asal Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 hanya berupa komoditi nonmigas.

  2. Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dapat digunakan untuk pemenuhan kewajiban Imbal Beli harus mendapat persetujuan Menteri.

  3. Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak dapat digunakan untuk pelaksanaan pemenuhan kewajiban Imbal Beli sebagai berikut:

  1. Barang yang dilarang Ekspor;

  2. Barang yang diekspor dalam rangka pemenuhan offset, buyback, dan/atau kontrak karya;

  3. Barang yang diekspor bukan dalam rangka transaksi Perdagangan, berupa Barang pindahan, Barang contoh, Barang bantuan, dan Barang pemberian; dan

  4. Barang lain yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai Barang yang tidak dapat digunakan untuk pemenuhan kewajiban Imbal Beli.

Pasal 5

Dalam rangka pemenuhan kewajiban Imbal Beli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Barang Asal Indonesia tetap tunduk pada:

  1. peraturan perundang-undangan mengenai pemenuhan persyaratan Ketentuan Asal Barang Indonesia; dan

  2. peraturan perundang-undangan mengenai pembatasan Ekspor.

Pasal 6

Perhitungan nilai Barang Asal Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilakukan dalam mata uang dolar Amerika Serikat (US$).

Pasal 7

  1. Barang yang diekspor dalam rangka pemenuhan kewajiban Imbal Beli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 harus diekspor langsung ke negara asal Barang impor untuk Pengadaan Barang Pemerintah.

  2. Ekspor Barang dalam rangka pemenuhan kewajiban Imbal Beli dapat dilakukan ke negara ketiga atas persetujuan dari negara asal barang impor, dalam hal:

  1. negara ketiga tersebut bukan merupakan pasar tradisional Barang Ekspor asal Indonesia yang bersangkutan; dan

  2. ekspor yang dilakukan tidak mengganggu saluran pemasaran yang telah ada.

  1. Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Menteri.

  2. Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk produk Alpalhankam harus juga mendapat persetujuan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dibidang pertahanan.

Pasal 8

  1. Pemenuhan kewajiban Imbal Beli hanya dapat dilakukan oleh Pemasok Luar Negeri yang telah memenuhi ketentuan sebagai berikut:

  1. mendapatkan persetujuan atas surat pernyataan kesanggupan melakukan Imbal Beli;

  2. mendapatkan penetapan penyedia barang pemerintah; dan

  3. menandatangani kontrak Imbal Beli.

  1. Persetujuan atas surat pernyataan kesanggupan melakukan Imbal Beli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan oleh Direktur Jenderal.

  2. Kontrak Imbal Beli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditandatangani antara Pemasok Luar Negeri dan Direktur Jenderal setelah mendapat persetujuan Menteri.

  3. Pemasok Luar Negeri dapat menunjuk pihak ketiga untuk memenuhi kewajibannya dalam pelaksanaan Imbal Beli dan bersedia menandatangani kontrak.

Pasal 9

Pemasok Luar Negeri atau pihak ketiga yang ditunjuk wajib mulai membeli dan/atau memasarkan Barang Asal Indonesia untuk pemenuhan kewajiban Imbal Beli:

  1. paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal penandatanganan kontrak Imbal Beli; atau

  2. sesuai dengan persetujuan Direktur Jenderal dengan memperhatikan ketersediaan dan karakteristik Barang yang dijadikan pemenuhan kewajiban Imbal Beli.

Pasal 10

  1. Dalam hal terjadi keadaan tertentu yang mengakibatkan pemenuhan kewajiban Imbal Beli tidak dapat direalisasikan sesuai dengan periode yang telah ditetapkan dalam kontrak Imbal Beli, Pemasok Luar Negeri atau pihak ketiga yang ditunjuk dapat memperpanjang periode dan/atau mengubah Barang Asal Indonesia dalam rangka pemenuhan kewajiban Imbal Beli setelah mendapat persetujuan Menteri.

  2. Dalam hal produk Alpalhankam harus mendapat persetujuan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dibidang pertahanan.

  3. Keadaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:

  1. keadaan memaksa (force majeur) antara lain seperti bencana alam, kerusuhan, dan perang;

  2. kurang tersedianya Barang Asal Indonesia yang dijadikan pemenuhan kewajiban Imbal Beli; dan/atau

  3. keadaan lain yang mengakibatkan terhambatnya pelaksanaan pemenuhan kewajiban Imbal Beli.

Pasal 11

  1. Pemasok Luar Negeri atau pihak ketiga yang ditunjuk harus menyampaikan laporan realisasi pemenuhan kewajiban Imbal Beli untuk pemenuhan kewajiban Imbal Beli baik terealisasi maupun tidak terealisasi.

  2. Laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan setiap 3 (tiga) bulan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya:

  1. secara tertulis kepada Direktur Jenderal; dan

  2. secara elektronik melalui http://inatrade.kemendag.go.id.

  1. Laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan:

  1. Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB);

  2. Nota Pelayanan Ekspor (NPE);

  3. tindasan asli Bill of Lading (B/L), Air Way Bill (AWB), atau Cargo Receipt;

  4. Invoice; dan

  5. bukti lain yang diperlukan.

  1. Terhadap laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal menyampaikan surat konfirmasi kepada Pemasok Luar Negeri dengan tembusan disampaikan kepada Kementerian, LPNK, Pemda, BUMN, dan BUMD yang melakukan Pengadaan Barang melalui Imbal Beli.

  2. Selain laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemasok Luar Negeri wajib menyampaikan laporan akhir pelaksanaan pemenuhan kewajiban imbal beli secara tertulis kepada Direktur Jenderal paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal berakhirnya jangka waktu pemenuhan kewajiban Imbal Beli.

Pasal 12

  1. Pemasok Luar Negeri atau pihak ketiga yang ditunjuk yang tidak dapat merealisasikan pemenuhan kewajiban Imbal Beli, dikenakan sanksi berupa kewajiban untuk membayar denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari nilai kewajiban Imbal Beli Pengadaan Barang pemerintah asal Impor.

  2. Dalam hal Pemasok Luar Negeri atau pihak ketiga yang ditunjuk hanya dapat merealisasikan sebagian dari pemenuhan kewajiban Imbal Beli, dikenakan sanksi berupa kewajiban untuk membayar denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari nilai kewajiban Imbal Beli Pengadaan Barang pemerintah asal Impor yang belum direalisasikan.

Pasal 13

  1. Dalam rangka mendukung kelancaran pemenuhan kewajiban Imbal Beli, Menteri menunjuk dan menetapkan Perusahaan Pihak Ketiga sebagai fasilitator atas usul dari Pemasok Luar Negeri, pihak ketiga yang ditunjuk oleh Pemasok Luar Negeri dan/atau eksportir.

  2. Segala biaya yang terjadi untuk kepentingan perusahaan pihak ketiga sebagai fasilitator sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sepenuhnya menjadi tanggung jawab eksportir dan/atau importir.

  3. Untuk dapat ditetapkan sebagai Perusahaan Pihak Ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perusahaan harus mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri dengan melampirkan dokumen:

  1. fotokopi akta notaris pendirian perusahaan Perseroan Terbatas dan perubahannya;

  2. fotokopi pengesahan badan hukum dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia;

  3. fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP);

  4. fotokopi Tanda Daftar Perusahaan (TDP);

  5. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);

  6. surat pernyataan telah berpengalaman dalam kegiatan Ekspor dan/atau Impor dengan melampirkan rekapitulasi realisasi Ekspor dan/atau Impor dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir yang disahkan oleh Bank Devisa dan/atau berpengalaman dalam kegiatan Imbal Beli dengan melampirkan fotocopy surat penunjukan pelaksanaan pemenuhan kewajiban Imbal Beli (Assignee); dan

  7. surat dukungan untuk menjadi Perusahaan Pihak Ketiga dalam rangka Imbal Beli dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara.

  1. Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinilai lengkap dan benar, Menteri menetapkan perusahaan sebagai Perusahaan Pihak Ketiga.

  2. Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinilai tidak lengkap dan/atau tidak benar, Menteri menolak menetapkan perusahaan sebagai Perusahaan Pihak Ketiga disertai alasan penolakan.

  3. Penetapan Perusahaan Pihak Ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sampai dengan masa berlaku kontrak Imbal Beli berakhir.

Pasal 14

Terhadap pelaksanaan Ekspor Barang Asal Indonesia dalam rangka pemenuhan kewajiban Imbal Beli dapat dilakukan penilaian kepatuhan (post audit) oleh Kementerian Perdagangan dan/atau Kementerian, LPNK, Pemda, BUMN, dan BUMD yang melakukan Pengadaan Barang melalui Imbal Beli.

Pasal 15

Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan Menteri ini dikenai sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 16

Petunjuk teknis pelaksanaan Peraturan Menteri ini dapat ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

Pasal 17

Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku:

  1. penetapan sebagai Perusahaan Pihak Ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 yang telah diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 44/M-DAG/PER/6/2016 tentang Ketentuan Imbal Beli Untuk Pengadaan Barang Pemerintah Asal Impor (Berita Negara Nomor Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 941) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 28/M-DAG/PER/5/2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 44/M-DAG/PER/6/2016 tentang Ketentuan Imbal Beli untuk Pengadaan Barang Pemerintah Asal Impor (Berita Negara Nomor Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 767), dinyatakan tetap berlaku; dan

  2. semua kontrak atau perjanjian yang memuat mekanisme Imbal Beli yang telah disepakati sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, tetap berlaku dan dilaksanakan sampai dengan berakhirnya kontrak atau perjanjian tersebut.

Pasal 18

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor
44/M-DAG/PER/6/2016 tentang Ketentuan Imbal Beli Untuk Pengadaan Barang Pemerintah Asal Impor (Berita Negara Nomor Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 941) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 28/M-DAG/PER/5/2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor
44/M-DAG/PER/6/2016 tentang Ketentuan Imbal Beli untuk Pengadaan Barang Pemerintah Asal Impor (Berita Negara Nomor Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 767), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 19

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada Tanggal

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ENGGARTIASTO LUKITA




Hak Cipta © Kementerian Pertahanan Republik Indonesia