TRANSLATE

TNI AL Mampu Angkat Pesawat AirAsia Tanpa Dipotong

Senin, 5 Januari 2015

TNI AL Mampu Angkat Pesawat AirAsia Tanpa Dipotong

SURABAYA – TNI AL siap mengevakuasi bangkai pesawat AirAsia QZ8501 dalam keadaan utuh, tanpa pemotongan bawah air. Pesawat bisa diapungkan di permukaan air laut, baru dinaikkan ponton menuju ke darat guna diperiksa Komisi Nasional Kecelakaan Transportasi (KNKT).

Kesiapan TNI Laut ini sebagai kelanjutan terdeteksinya serpihan berukuran besar yang dipastikan oleh Badan SAR Nasional (Basarnas) sebagai pesawat.

Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksdya TNI Ade Supandi mengatakan, pihaknya terbiasa mengangkat obyek yang tenggelam di dasar laut. Jangankan pesawat, kapal laut saja bisa diangkat.

“Kita terbiasa angkat kapal-kapal tenggelam. Pesawat Lion Air yang tergelincir di Bali itu yang angkat kita (TNI AL), Dislambair (Dinas Penyelam Bawah Air),” kata Ade jelang keberangkatan KRI Usman Harun-359 dan KRI Frans Kaisiepo-368, di Dermaga Ujung, Koarmatim, Minggu (4/1/15).

Dua kapal ini memperkuat evakuasi di Perairan Teluk Kumai. Sedangkan KRI Bung Tomo-357, ditarik ke Pangkalan Koarmatim. Ini untuk rolling armada KRI berikut awaknya.

Perwira bintang tiga ini menegaskan pihaknya memiliki pelampung yang mampu mengangkat obyek bawah air hingga kapasitas 95 ton. Untuk tonase bangkai pesawat Air Asia tidak sampai 95 ton. Karena itu, TNI AL optimis mampu mengevakuasi pesawat.

“Yang perlu dipersiapkan adalah alat untuk mengangkat (pesawat) setelah mengapung. Tidak mungkin (pesawat) dibawah ke darat. Perlu ponton untuk ke darat. Karena itu akan kita komunikasikan dengan Basarnas,” rinci mantan Asrena KSAL ini.

Selama teknis penyelaman dijalankan, kata Ade, seluruh pihak di bawah Basarnas akan diajak koordinasi. Termasuk awak kapal perang negara sahabat yang ikut membantu.

Tujuannya mengantisipasi pihak pemilik kapal mengaktifkan sonar saat penyelam masuk ke dasar air. Sonar membahayakan telinga penyelam. TNI AL ingin saat penyelamnya terjun tidak ada sonar yang aktif.

Karena itu akan disepakati pemasangan bendera anti-sonarisasi ketika penyelaman dilakukan.

Ade yang baru saja dilantik Presiden Joko Widodo ini mengingatkan bahwa koordinasi evakuasi dibawah Basarnas. Dari Basarnas ada komando pengendali taktis.

Di area pencarian yang semakin menyempit perlu pengaturan. Tidak bisa rebutan. “Tidak bisa rebutan. Komandan teknis lapangan SAR harus mengatur,” tukasnya.

Ade tidak menampik munculnya ego kesatuan dalam pencarian korban berikut pesawat nahas itu.

“Jangan ego-egoan di sana. Yang perlu diselamatkan pesawat dan korban yang belum ditemukan,” tegasnya.

KSAL mengingatkan semua tim pencarian dari Indonesia memiliki satu bendera yang sama, Merah Putih.

“Tidak ada Pangarmabar, Pangarmatim. Demikian dengan Angkatan Udara. Soal klaim (menemukan) yang pertama ada semacam itu. Cuma itu harus dihilangkan,” pungkasnya.

Sumber : sindo

.
KRI Usman Harun dan KRI Frans Kaisiepo Bantu SAR

SURABAYA, (PRLM).- Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Madya TNI Ade Supandi, SE, melepas keberangkatan KRI Usman Harun-359 dan KRI Frans Kaisiepo-368 dalam rangka SAR kecelakaan pesawat AirAsia dengan nomor penerbangan QZ 8501 di Dermaga Koarmatim Ujung Surabaya, Minggu (4/1/2015).

Turut hadir mendampingi Kasal dalam pelepasan tersebut, Pangarmatim Laksamana Muda TNI Arie Henricus Sembiring Meliala, Kasarmatim Laksamana Pertama TNI Aan Kurnia, S.Sos, para Asisten Pangarmatim dan Kasatker Koarmatim.

Kedua kapal perang yang masuk dalam jajaran Satuan Kapal Eskorta Koarmatim (Satkorarmatim) tersebut menambah jumlah kapal perang dari Koarmatim yang berada di area SAR, setelah sebelumnya Koarmatim memberangkatkan tiga KRI yaitu KRI Bung Tomo-357, KRI Yos Sudarso-353 dan KRI Pulau Rengat-711 pada tanggal 29 Desember 2014, sedangkan KRI Sultan Hasanuddin-366 dan KRI Sungai Gerong-906 diberangkatkan dari daerah operasinya.

Sampai saat ini jumlah KRI Koarmatim yang melaksanakan misi SAR pesawat AirAsia QZ8501 berjumlah tujuh KRI, sehingga total TNI Angkatan Laut mengirimkan KRI sejumlah 15 KRI baik dari Koarmatim, Koarmabar maupun dari Kolinlamil.

KRI Usman Harun-359 adalah kapal perang terbaru yang dimiliki TNI Angkatan Laut yang baru diresmikan pada tanggal 4 Desember 2014 yang baru lalu. Kapal perang produksi BAE System Maritme Naval Ship Inggris jenis Multi Role Light Frigate (MRLF) tersebut saat ini dikomandani Kolonel Laut (P) Didong Rio Duta P, S.T, M.A.P. Kapal perang ini merupakan kapal patroli lepas pantai tipe F2000 Corvette.

Selain persenjataan yang canggih kapal perang ini dilengkapi sensor dan alat deteksi yang sangat tajam. Alat deteksi tersebut diantaranya Radar Navigasi, Radar Surveillance untuk mendukung pengamatan udara serta Radar Tracker Senjata.

system sensor senjata juga dilengkapi dengan EOTs (Electro Optical Tracker System) untuk pengendalian meriam kapal dan pengamatan secara visual oleh camera video yang ada. Selain itu KRI Usman Harun-359 juga dilengkapi sensor bawah air yang memiliki tingkat akurasi yang baik dalam mendeteksi dan mengklasifikasi kontak bawah air yaitu sonar, dan sensor bawah air inilah yang diharapkan mampu diandalkan dalam misi SAR tersebut.

KRI Frans Kaisiepo-367 merupakan kapal keempat dari kapal perang jenis Korvet kelas SIGMA milik TNI Angkatan Laut yang dibuat oleh galangan kapal Schelde Naval Shipbuilding (SNS), Vlissingen, Belanda. Kapal perang yang baru kembali ke Pangkalan pada tanggal 24 Desember 2014 usai mengemban misi selama 10 bulan yang tergabung dalam Satgas Maritim TNI Konga XXVIII-F/UNIFIL (United Nation Interm Force In Lebanon) tahun 2014 tersebut saat ini dikomandani Letkol Laut (P) Ade Nanno Suwardi.

KRI Frans Kaisiepo adalah kapal perang canggih yang mempunyai persenjataan untuk peperangan anti-kapal permukaan, anti-kapal selam dan anti-pesawat udara.Selain persenjataan dan radar, baik radar navigasi maupun radar pengedali persenjataan, KRI Frans Kaisiepo juga dilengkap Sonar Thales Kingklip frekuensi menengah aktif/pasif ASW hull mounted sonar, yaitu sensor bawah air yang memiliki tingkat akurasi yang baik dalam mendeteksi dan mengklasifikasi kontak bawah air.

Kasal dalam wawancara dengan wartawan setelah melepas keberangkatan kedua kapal perang tersebut mengatakan, bahwa KRI Usman Harun-359 dan KRI Frans Kaisiepo-368 diberangkatkan selain untuk bergabung dan menambah kekuatan unsur-unsur TNI Angkatan Laut yang sudah berada di daerah SAR lebih dahulu juga untuk mengganti beberapa KRI yang akan ditarik ke pangkalan di antaranya KRI Bung Tomo-357.

Lebih lanjut Kasal mengatakan, bahwa prioritas TNI Angkatan Laut adalah menyelamatkan, menemukan dan recovery korban secepat mungkin. “Untuk proses recovery, TNI Angkatan Laut mempunyai Dinas Penyelamatan Bawah Air (Dislambair) yang memiliki kemampuan untuk mengangkat bangkai kapal atau pesawat yang karam di dasar laut,” kata Kasal.

Hingga saat ini kapal perang Koarmatim telah berhasil menemukan dan mengevakuasi beberapa jenazah dan serpihan badan pesawat dengan rincian, KRI Bung Tomo-357 menemukan 5 jenazah, Emergency Exit, koper biru, tabung oksigen, pecahan bagasi kabin, makanan dan tumpahan minyak, KRI Yos Sudarso-353 menemukan 4 jenazah dan KRI Sultan Hasanuddin-366 menemukan satu jenazah.

Sumber : http://www.pikiran-rakyat.com/

.
KRI Bung Tomo, Jagoan TNI AL yang ‘Dibuang’ Brunei

Metrotvnews.com, Jakarta: Seiring operasi SAR jatuhnya AirAsia QZ8501, nama KRI Bung Tomo mulai dikenal masyarakat. Kapal perang baru TNI AL ini adalah salah satu yang pertama tiba di lokasi kejadian.

Kapal yang dilengkapi helipad ini melaku evakuasi terhadap temuan pertama puing dan jasad AirAsia QA8501. Baru kemudian disusul kapal-kapal lain termasuk bantuan dari Singapura, Malaysia, Amerika Serikat dan Jepang.

Kapal patroli lepas pantai jenis korvet atau multi role linght fregate (MRLF) ini resmi memperkuat TNI AL mulai 14 September 2014. Kapal mempunyai berat 2300 ton, panjang 95 meter, lebar 12,7 meter serta didukung dengan empat motor pendorong pokok COCAD (Combined Diesel and Diesel) sehingga mampu berlayar dengan kecepatan maksimum 31 knots.

Urusan navigasi dan komunikasi, KRI Bung Tomo tergolong canggih. Meriam utama di dek depan adalah OTO Rapid Melara 76 mm yang mampu menembakkan 110 butir amunisi dengan jarak tembak sejauh 16 km, baik untuk menyerang juga bertahan.

Untuk menangkis serangan udara ada meriam DS 30 B Remsig 30 mm. Rudal permukaan ke udara adalah SAM Vertical Bunch Sea Walf dan Exocet MM 40 block 11 berkecepatan 1,134 km/jam untuk mengejar sasaran hingga 72 km. Juga dilengkapi terpedo anti kapal selam Thales Sensor Cutlass 242.

Perjalanan kapal bernomor lambung 357 ini menjadi milik TNI AL cukup unik, sebab bukan merupakan pesanan pemerintah RI. Kapal dibuat BAE Systems Marine di dermaga Anchorline, Barrow-In-Furness, Inggris, atas pesanan Kerajaan Brunei Darussalam.

Namun setelah selesai dibuat pada Juni 2007 bahkan sempat menyandang nama Nakhoda Ragam, mendadak Brunei membatalkan pesanan dengan alasan tidak punya cukup sumber daya manusia untuk mengoperasikan kapal. Total ada tiga kapal perang yang Brunei batal pesan.

Lima tahun kemudian, barulah RI siap mengambil tawaran mengambil alih tiga kapal canggih tersebut. Selain KRI Bung Tomo, dua kapal lainnya adalah KRI Usman Harun dan KRI John Lie.

Setelah dilakukan modifikasi sesuai kebutuhan TNI AL, barulah ketiganya secara bertahap dikirim ke Indonesia. Ketiganya tampil perdana di hadapan masyarakat Indonesia pada upacara HUT ke-69 TNI 5 Oktober 2014 di Surabaya.

.
KRI Bung Tomo Awalnya Bernama KDB Jerambak

TEMPO.CO, Jakarta – Nama kapal perang TNI Angkatan Laut, KRI Bung Tomo, semakin melejit dalam penanganan pencarian korban dan puing kecelakaan pesawat Air Asia QZ8501. Bersama beberapa kru kapal lainnya, awak KRI Bung Tomo menemukan jenazah penumpang Air Asia, yang jatuh di selat Karimata sepekan lalu.

Kapal tipe Offshore Patrol Vessel ini merupakan produk BAE System Maritime di Scotstoun, Glasgow yang dirilis pada Januari 2001.

Sejarah kapal ini panjang dan diwarnai persengketaan hingga putusan pengadilan arbitrase. KRI Bung Tomo awalnya adalah pesanan Brunei Darrussalam yang bernama KDB Jerambak.

Brunei memulai pemesanan melalui kontrak dengan GEC Marconi untuk tiga kapal jenis korvet F2000 pada 1998 dengan harga satuannya US$ 350 juta. Peluncuran Jerambak dilakukan 12 Januari 2001 sebagai yang pertama dari tiga kapal pesanan.

Kedua kapal lainnya yaitu KDB Nahkoda Ragam yang kemudian bernama KRI John Lie dan KDB Bendahara Sakam yang kemudian bernama KRI Usman-Harun setelah dibeli TNI AL.

Setelah peluncuran, ketiga kapal ini bahkan sudah menjalani program uji coba pada Mei dan Desember 2004 untuk Angkatan Laut Kerjaan Brunei. Akan tetapi, Sultan Brunei tiba-tiba menyatakan ketiga kapal tersebut tak sesuai dengan perintahnya dan harus tetap berlabuh di Clyde. Ada dugaan Brunei tidak siap untuk memiliki kapal dengan teknologi canggih karena keterbatasan personil.

Pada 2006, BAE menuntut Sultan Brunei ke pengadilan Mahkamah Arbitrase Internasional di London soal penolakan membayar ketiga kapal tadi. Sebagai langkah penyelamatan, pada 2007, Brunei tetap membeli tiga kapal OPV tersebut di atas kertas namun langsung menjualnya kembali melalui jasa bantuan Perusahaan Galangan Kapal asal Jerman, Lurssen.

Beberapa upaya kesepakatan pembelian dicoba termasuk dengan Aljazair tetapi gagal. Kesepakatan justru terjadi pada akhir 2012 dengan TNI AL dengan harga US$ 350 juta. Pembelian tetap dilakukan meski sempat mendapat kritik dari anggota Komisi Pertahanan saat itu, Tubagus Hasanuddin.

Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini mempertanyakan alasan TNI AL membeli kapal usang dan bekas. Selain itu Hasanudin juga mempertanyakan spesifikasinya. “Kita bahkan tak mungkin bisa menggunakannya,” kata TB Hasanuddin.

Pada 2013, TNI AL mengirim tim ke London untuk negosiasi pembelian kapal. Selain memodifikasi menjadi kapal jenis Multi-role Light Frigate, TNI AL membuat perjanjian dengan kesepakatan transfer teknologi dasar. Indonesia ingin menghasilkan kapal yang sama sendiri di kemudian hari. Tiga KRI ini memang direncanakan akan mendampingi kapal-kapal produk lokal dari PT PAL.

Spesifikasi KRI Bung Tomo:

Daya Pemindahan: 2.000 Ton
Panjang : 95 meter
Lebar : 12,5 meter
Tenaga Penggerak: 4 mesin diesel dan 2 mesin baling-baling
Kecepatan Maksimum: 30 knot
Daya tempuh: 5.000 mil laut per 12 knot
Awak Kapal: 79 orang + 24 orang
Rudal : MBDA (Aerospatiale) Exocet MM40 SAM
Senjata Utama: Oto Melara 76mm
Senjata Sekunder: 30 mm DS 30B REMSIG di port dan sisi kanan serta senapan 12.7mm di sisi kiri dan kanan

Torpedo : 2 x triple BAE Systems 324mm
Elektronik : Air and surface surveillance radar, X-band navigation radar, S-band navigation radar, Electro-optic system electronics, dan Fire monitors

Sistem Komunikasi: High frequency transceiver, Very high frequency transceiver, Very High Frequency marine band, dan Global maritime distress safety system

Fasilitas lain: Dek penerbangan seluas 20 meter untuk helicopter ukuran 7 ton, derek kemampuan 16 ton, 6 buah kontainer, dan kapal pencegat Pacific 24 berkecepatan 39 knots




Hak Cipta © Kementerian Pertahanan Republik Indonesia