TRANSLATE

Banyak Kejanggalan dari Penggugat, TNI AL Tetap Pertahankan Lahan Pomal

Kamis, 15 Januari 2015

Banyak Kejanggalan dari Penggugat, TNI AL Tetap Pertahankan Lahan Pomal

Jakarta – Berbagai kejanggalan proses hukum yang dilakukan pihak penggugat, yakni Ngatino & Parners selaku kuasa hukum almarhum Sumardjo, membuat Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) bersikukuh mempertahankan tanah yang merupakan barang milik negara (BMN) Kementrian Pertahanan Cq TNI AL.

Kasubdis Fasilitas TNI AL, Ahmad Rudy, mengatakan pihak penggugat sejak awal telah melakukan kecurangan dengan memalsukan bukti garap yang dibeli mereka pada tahun 1960.

“Di dokumen garap yang mereka tunjukan dalam proses peradilan tertulis hari Senin, padahal seharusnya hari Minggu. Selain itu, lurah yang menandatangani dokumen berbeda dengan lurah yang menjabat saat itu,” ujar Rudy, Rabu (14/1) di Markas Komando Pusat Polisi Militer TNI AL.

Rudy juga mengungkapkan kejanggalan terkait alamat dan luas tanah yang disengketakan. Menurut dokumen penggugat adalah Kampung Kandang Sapi di Marunda, Kecamatan Cilincing, dan bukan berada di lokasi lahan saat ini yakni di Kelurahan Kelapa Gading Barat. “Luas yang mereka klaim 20,5 hektare (ha), padahal luas lahan yang kami miliki ini 31,5 ha dan pada surat gugatan yang mereka buat, batas-batas itu luasnya bisa mencapai 60 ha,” lanjut Rudy.

Menurut Rudy batasan wilayah lahan sengketa yang diterangkan penggugat, yakni sebelah utara berbatasan dengan Jalan Tabah, sebelah timur dengan Jalan Baru, sebelah selatan dengan Kali Sunter, dan sebelah barat dengan rumah penduduk merupakan pernyataan yang mengada-ngada.

“Mereka membuat batasan itu juga tidak ada patokan pasti, dan semua berdasarkan perkiraan, apakah ideal sebuah keputusan didasarkan atas perkiraan?,” tambah Rudy.

Terkait bangunan di lokasi lahan sengketa, Rudy menjelaskan hal tersebut tidak menyalahi aturan karena tanahnya telah memiliki Sertifikat Hak Pakai (SHP) sah yang dinyatakan kanwil BPN Jakarta Utara pada 14 Maret 2003. Hingga kini masih sah sesuai keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara Nomor 304 K/TUN/1997 pada 12 Mei 1999 dan hasil Laboratorium Kriminologi Forensik Polri pada 10 Januari 2005 terhadap gros akte tanah nomor 849 dan 850 dinyatakan identik.

“Bangunan yang kita bangun di sini (Markas Pomal, Markas Dinas Potensi Maritim, Mess dan Flat pasukan TNI AL, Stasiun pengisian bahan bakar TNI AL, Gedung balai kesehatan Lantamal III, rumah jabatan para asisten Dankormar dan Danlantamal III, gudang amunisi, dan Masjid), seluruhnya merupakan bangunan yang kami bangun menggunakan anggaran pendapatan belanja negara (APBN) demi lancarnya pelaksanaan tugas dan fungsi pertahanan negara,” kata Rudy.

Menanggapi pihak penggugat yang menyatakan berhasil melakukan eksekusi, Rudy mengatakan hal tersebut tidak benar. Pasalnya, tidak ada itu dari pihak TNI AL yang menandatangani berita acara saksi dan tidak ada pembacaan eksekusi di lahan sengketa. Mereka hanya membacakan dari jalur lambat Jalan Perintis Kemerdekaan, dan itu dianggap tidak sah. Eksekusi dianggap sah jika dibaca di dalam lokasi lahan sengketa, dihadiri saksi aparat terkait, serta ditandatangani semua pihak (termasuk TNI AL).

“Namun pada kenyataannya semua prosedur itu tidak tercapai, maka kami merasa pernyataan mereka bahwa eksekusi itu berhasi merupakan kebohongan publik dan bisa dipidanakan sesuai aturan hukum yang berlaku,” tutup Rudy.

Menurut hasil pemantauan SP di lapangan, akses masuk menuju Pomal TNI AL dijaga ketat oleh pasukan TNI AL hingga Rabu (14/1) sore. Akses masuk di jalan Perintis Kemerdekaan ditutup seluruhnya oleh pasukan TNI. Lokasi sengketa hanya bisa dilalui melewati Jalan Boulevard Bukit Gading Raya, setiap orang yang masuk melewati pintu itu juga diperiksa secara ketat oleh puluhan pasukan TNI AL bersenjata laras panjang.

Sumber : Suara Pembaruan

.
TNI AL Buka Blokade di Kompleks Militer di Kelapa Gading Barat

JAKARTA, KOMPAS.com — Para prajurit TNI AL yang menjaga pintu-pintu yang menjadi akses masuk kompleks militer di Kelapa Gading Barat, Kelapa Gading, Jakarta Utara, akhirnya membuka kembali blokade, Rabu (14/1/2015) pukul 17.40. Sebelumnya, blokade dipasang menyusul rencana eksekusi oleh pihak Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

Berdasarkan pantauan Kompas.com, puluhan prajurit TNI AL yang berjaga di depan Mahatma Gandi School, Jalan Boulevard Bukit Gading Raya, Kelapa Gading, Jakarta Utara, akhirnya membubarkan diri. Mereka bubar setelah ada seruan dari seorang komandan mereka di lokasi.

“Ayo, bubar-bubar-bubar,” ujar sang komandan.

Tak lama kemudian, dua palang besi yang memblokade jalan selebar lebih kurang 8 meter itu akhirnya diangkat. Para prajurit TNI AL itu menggotong palang besi tersebut. Arus lalu lintas pun mulai normal setelah jalan ini dibuka.

Sebelumnya, personel TNI menjaga kawasan ini dengan senjata laras panjang. Pengendara yang hendak masuk diminta untuk memutar balik kendaraan. Hanya truk dan kendaraan yang memuat barang perkantoran menuju gudang yang diperbolehkan masuk.

Penjagaan juga dilakukan di Jalan Perintis Kemerdekaan. Mereka yang melintas di jalan lalu diinterogasi, ditanyai mengenai kepentingannya, dan diminta memperlihatkan KTP untuk diperiksa. Penjagaan menyusul pihak Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang hendak mengeksekusi tanah.

Dinas Penerangan TNI AL menyatakan bahwa saat ini tanah yang akan dieksekusi digunakan untuk mendukung tugas TNI AL. Di dalamnya terdapat perkantoran dan bangunan untuk kepentingan dinas, antara lain Markas Komando Pusat Polisi Militer Angkatan Laut (Mako Puspomal) dan kantor Dinas Pembinaan Potensi Maritim Angkatan Laut (Dispotmar).

Selain itu, ada kantor Dinas Kesehatan Pangkalan Utama Angkatan Laut III (Diskes Lantamal III), mes untuk para prajurit TNI AL, beberapa bangunan untuk sarana ibadah (masjid dan gereja), serta kavling pinjam pakai bagi kepentingan perumahan prajurit.

Pihak TNI menolak eksekusi karena beranggapan bahwa tanah itu berstatus barang milik negara (BMN) dan telah terdaftar dalam Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (Simak BMN) sehingga tidak dapat disita oleh pihak mana pun sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Eksekusi pun batal dilakukan oleh pihak pengadilan.

.
Eksekusi Lahan Sengketa di Markas TNI AL Ricuh

Metrotvnews.com, Jakarta: Eksekusi lahan TNI AL di Kelapa Gading, Jakarta Utara, berlangsung ricuh. Ada perlawanan dari aparat tentara yang berseragam dan berpakaian bebas saat sejumlah juru sita dari Pengadilan Negeri Jakarta Utara hendak melakukan eksekusi.

Ratusan prajurit tentara bersenjata lengkap memblokir Jalan Boulevard Bukit Gading Raya, Kelapa Gading, Rabu (14/1/2015) pagi, dan menyerang juru sita Pengadilan Negeri Jakarta Utara hingga akhirnya juru sita pun mundur dari lokasi sengketa lahan.

Beberapa petugas juru sita Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang akan mengeksekusi lahan seluas 20 hektare di Markas TNI AL Kelapa Gading, dihalangi prajurit TNI. Bahkan saat petugas juru sita hendak membacakan eksekusi lahan yang dimenangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara oleh ahli waris Soemardjo, sempat diwarnai dengan suara ledakan dari lokasi yang akan dieksekusi.

Kericuhan ini juga sempat membuat pengunjung ruko dan penghuni apartemen di dekat lahan sengketa tersebut ketakutan dan panik, karena aparat TNI melakukan aksi memblokir jalan hingga kendaraan tidak bisa melintas. Juru sita pengadilan pun gagal melakukan eksekusi lahan karena ada perlawanan.

.
Tolak disita, TNI AL sebut tanah yang diduduki bukan hasil rampasan

Merdeka.com – Juru bicara TNI Angkatan Laut (AL) Letkol Amir Mahmud mengatakan tanah yang saat ini ditempati Polisi Militer TNI AL (Pomal) bukan merupakan hasil rampasan dari rakyat atau pihak manapun. Hal itu menurut Amir menjadi alasan pihaknya tetap mempertahankan tanah itu dari eksekusi oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

Mahmud menjelaskan tanah itu merupakan hasil dari pembebasan lahan oleh tim 9 untuk kepentingan pemerintah pada tahun 1960.

“Hari ini sudah dilihat dari pihak pengadilan telah berupaya mengeksekusi tanah negara yg selama ini dikuasai TNI AL. Perlu kami sampaikan bahwa penguasaan tanah ini bukan merupakan hasil rampasan (okupasi) dari siapapun atau mengambil tanah rakyat, dibebaskan tahun 1960 oleh panitia 9 yang waktu itu negara bentuk untuk membantu membebaskan tanah tanah untuk kepentingan pemerintah,” katanya di Kelapa Gading, Jakarta Utara, Rabu (14/1).

Amir menegaskan pihaknya mengacu pada Undang-undang Nomor 1 tahun 2004, sehingga sikap ‘pasang badan’ terhadap eksekusi lahan merupakan bentuk membela negara.

“Jadi kami jelaskan mengapa kami bertahan, bahwa dalam UU NO 2004 pasal 50 pihak manapun dilarang untuk menyita barang milik negara, itu UU Perbendaharaan negara, sekaligus PP nomor 27 tahun 2004 bahwa kami sebagai yang dititipkan amanat rakyat untuk mengamankan aset negara itu, wajib mempertahankan fisik administrasi, maupun hukum,” pungkasnya.




Hak Cipta © Kementerian Pertahanan Republik Indonesia