TRANSLATE

Pasal Pelibatan DPR dalam Pemilihan Kapolri-Panglima TNI Digugat ke MK

Selasa, 27 Januari 2015

Pasal Pelibatan DPR dalam Pemilihan Kapolri-Panglima TNI Digugat ke MK

JAKARTA, KOMPAS.com – Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana dan sejumlah pihak mengajukan permohonan uji materi undang-undang mengenai pemilihan kepala Polri dan Panglima TNI ke Mahkamah Konstitusi. Ia ingin pasal-pasal yang menyatakan bahwa pemilihan Kapolri dan Panglima TNI harus melalui persetujuan DPR agar dihapuskan.

“Kami daftarkan uji materi undang-undang Polri dan TNI terkait persetujuan dan pelibatan DPR dalam memilih Kapolri dan Panglima TNI,” ujar Denny di Gedung MK, Jakarta, Senin (26/1/2015).

Adapun pasal yang menjadi objek permohonan, yaitu Pasal 11 ayat 1, 2, 3, 4, dan 5 UU Nomor 2 Tahun 2002 yang mengatur bahwa Kapolri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan DPR.

Selain itu, Pasal 13 ayat 2, 5, 6, 7, 8, dan 9 UU Nomor 34 Tahun 2004 yang mengatur Panglima TNI diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah mendapatkan persetujuan DPR.

Denny menganggap, pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 4 ayat 1 UUD 1935 yang menyatakan bahwa Presiden memegang kekuasaan pemerintahan dan memiliki hak prerogatif penuh. Dengan adanya dua pasal yang menyatakan DPR turut andil dalam penetapan Kapolri dan Panglima TNI, Denny menganggap hak prerogatif presiden pun terpasung.

“Harusnya pengangkatan Kapolri dan Panglima TNI hak prerogatif presiden sehingga tidak perlu dilakukan dengan melibatkan atau dengan persetujuan DPR,” kata Denny.

Denny mendesak agar MK menjadikan permohonannya sebagai prioritas untuk diselesaikan. Pasalnya, kata Denny, jika uji materil ini dikabulkan, maka akan mengatasi masalah pengangkapan Kapolri.

“Harapan kami secepatnya sehingga ini bisa menjadi solusi dalam sengkarut pengangkatan Kapolri sekarang yang berimbas pada pelemahan dan potensi penghancuran Komisi Pemberantasan Korupsi,” ujar Denny.

Permohonan atas dua pasal tersebut diajukan atas nama Denny, peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gajah Mada UGM Hifdzil Alim, peneliti Pusat Studi Konstitusi (Pusakon) Universitas Andalas Feri Amsari, dan Koordinator Indonesia Corruption Watch Ade Irawan.

.
Denny Indrayana Ajukan Uji Materi UU TNI-Polri ke MK

VIVA.co.id – Guru Besar Fakultas Hukum dan Tata Negara UGM, Denny Indrayana bersama beberapa pegiat hukum lainnya mengajukan permohonan Uji Materi UU TNI-Polri ke Mahkamah Konstitusi (MK), Senin 26 Januari 2015.

Dua pasal permohonan uji materi yang diajukan, antara lain Pasal 11 UU Polri No 2 Tahun 2002 Ayat 1, 2, 3, 4, dan ayat 5. Selain itu, juga Pasal 13 UU TNI No 2 Tahun 2004 Ayat 2, 5, 6, 7, 8, dan ayat 9.

Alasan uji materi tersebut, karena saat ini, Presiden belum bisa mendapatkan hak preogatifnya secara mutlak. Dalam pengajuan uji materi itu, Deny mengajak Feri Amsari, Peneliti Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas (Pusako), Hifdzil Alim Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT) UGM, serta Ade Irawan, Koordinator Indonesian Corruption Watch (ICW).

Menurut Denny, sudah seharusnya Presiden punya hak preogatif secara penuh untuk mengangkat, atau memberhentikan personel pemerintahannya, tanpa melibatkan persetujuan seperti DPR.

Ia mencontohkan, kasus Polri vs KPK, tak lain terjadi karena kuasa Presiden tidak berlaku secara penuh. Buktinya, Presiden masih harus meminta persetujuan DPR. Harusnya, Presiden punya kuasa penuh, memilih, atau mencopot Kapolri. Karena jika tidak, akan bertentangan dengan sistem presidensial sesuai yang diatur secara tegas dalam UUD 1945.

“Biarkan Presiden memilih dan menentukan, asal sesuai dengan prosedur, sesuai hukum konstitusi dengan tetap meminta pertimbangan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan PPATK (Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan). Maka cukup, kita awasi saja”, tutur Denny Indrayana, saat diwawancarai di Gedung MK.

Denny juga berharap MK bisa secara cepat merespons gugatan uji materi UU TNI-Polri yang diajukan.




Hak Cipta © Kementerian Pertahanan Republik Indonesia