TRANSLATE

Kalau Ada Masalah di Laut, Hubungi Bakamla

Senin, 16 Maret 2015

SEBUAH monitor jumbo di Pusat Komando dan Pengendalian (Puskodal) Badan Keamanan Laut, sedang memantau aktivitas 10.165 kapal di wilayah laut Indonesia, pada Selasa sore lalu. Terdiri dari beragam jenis kapal, mulai kapal penangkap ikan, kargo, tanker, tongkang, diving, wig, dan sebagainya.

Dari Puskodal, para personel Bakamla memantau setiap anomali (gerakan) kapal. Beberapa tampak terlihat melakukan gerakan berputar-putar di sebuah kawasan dekat Nusa Tenggara dan selatan Pulau Jawa. Ada juga yang bersandar dengan kecepatan rendah, di bawah 5 knot (1 knot setara dengan 1.852 km per jam). “Anomali kapal seperti itu patut dicurigai,” ujar Pelaksana Tugas Kepala Bakamla, Laksamana Madya TNI Desi Albert Mamahit seperti dikutip dari SINDO Weekly.

Menurut Mamahit, aktivitas demikian, umumnya kerap melakukan pelanggaran hukum di wilayah laut Indonesia, terutama pencurian ikan (illegal fishing). Seiring program Poros Maritim, pemerintah ingin menjaga keamanan dan keselamatan laut Indonesia. Maka itu, akhir tahun lalu dibentuk Bakamla alias Indonesian Coast Guard layaknya negara-negara lain di dunia. Karena tren kejahatan lintas negara kerap dilakukan melalui jalur laut.

Karena itu, kata Mamahit, pembentukan Bakamla untuk menjadi ujung tombak masalah laut di negeri ini. Dan selama tiga bulan, mereka telah menangkap tujuh kapal yang melanggar. Berikut penuturan Plt Kepala Bakamla, Laksdya Mamahit kepada Bona Ventura dan fotografer Dimas Rachmadan dari SINDO Weekly, pada Selasa sore kemarin di Kantor Pusat Bakamla, Jalan Sutomo, Jakarta Pusat.

Sejak dibentuk Desember kemarin, apa yang telah dilakukan dan akan terus dilakukan Bakamla?

Pembentukan Bakamla untuk menjawab ketidakefisienan dan ketidakefektifan masalah di laut Indonesia selama ini. Maka, Presiden Joko Widodo pada September 2014, menerbitkan UU No.32 Tahun 2014 tentang Kelautan. Isinya mengamanatkan harus dibangun Badan Keamanan Laut dalam waktu selambatnya enam bulan, yaitu Maret 2015.

Seiring program Poros Maritim dari Pemerintahan Jokowi, masalah keamanan laut jadi penting. Sisi lain, banyak negara sudah memiliki lembaga keamanan laut alias coast guard. Malaysia sudah membentuk Malaysian Maritime Enforcement Agency pada 2007 dan Australia mempunyai Australian Marine Protection Force. RRC pada 2013, Bangladesh tahun 2000, Filipina sejak 25 tahun silam, bahkan India era 1950-an.

Ini mendorong Presiden Jokowi mempercepat pembentukan Bakamla pada 15 Desember 2014, bertepatan Hari Nusantara. Sebagai payung hukumnya Peraturan Presiden No. 178 Tahun 2014 tentang Badan Keamanan Laut.

Lalu, seperti apa ketidakefektifan dan ketidakefisienan selama ini?

Jadi begini, kapal patroli milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) hanya boleh menangkap kapal illegal fishing saja, meski dihadapannya ada kapal penyelundupan barang. Kapal penyelundup barang kewenangan Bea Cukai. Kapal patroli Kepolisian Air hanya menangani wilayah hukumnya saja. Jadi tidak ada satu kesatuan. Hanya saat operasi yang dikoordinasi Bakorkamla saja, baru kami bisa menangkap semua kapal yang melanggar hukum di laut Indonesia.

Karena bersifat koordinasi, ini tidak firm. Maka dibentuk Bakamla untuk jadi ujung tombak keamanan dan keselamatan laut di Indonesia. Jadi satu pintu. Sehingga bila Presiden ingin menanyakan keamanan dan keselamatan laut, tinggal memanggil Bakamla. Dan kami badan khusus yang bertanggung jawab langsung kepada Kepala Negara.

Bagaimana Bakamla menjaga kedalautan laut Indonesia, dimana memiliki garis pantai terpanjang di dunia dan tiga per empat wilayah kita adalah lautan?

Meski kami masih baru, sebelumnya sudah ada Bakorkamla. Kami tinggal mengakselerasi kemampuan Bakorkamla sebelumnya. Kami juga bekerja sama dengan stakeholder lainnya. Yaitu TNI Angkatan Laut, Polisi Air, Bea Cukai, dan KKP, kejaksaan, Ditjen Perhubungan Laut. Maka itu personel Bakamla, yang saat ini berjumlah hampir 500 orang, diambil dari unsur tersebut.

PENCURIAN ikan (illegal fishing) yang marak terjadi membuat pemerintah terus berbenah di wilayah perairan Indonesia. Hal ini dilakukan seiring program Poros Maritim, pemerintah yang ingin menjaga keamanan dan keselamatan laut Indonesia.

Oleh karena itu, pada akhir tahun lalu dibentuk Bakamla alias Indonesian Coast Guard layaknya negara-negara lain di dunia. Karena tren kejahatan lintas negara kerap dilakukan melalui jalur laut.

Adalah Pelaksana Tugas Kepala Bakamla, Laksamana Madya TNI Desi Albert Mamahit yang menjadi ujung tombak masalah laut di negeri ini. Dan selama tiga bulan, mereka telah menangkap tujuh kapal yang melanggar.

Berikut penuturan Plt Kepala Bakamla, seperti dikutip dari SINDO Weekly, di Kantor Pusat Bakamla, Jalan Sutomo, Jakarta Pusat.

Pencapaian tiga bulan ini?

Sejak Januari kami melakukan operasi patroli bernama Operasi Nusantara. Dilakukan setiap bulan dan kini memasuki operasi ketiga. Meski ada keterbatasan kapal, kami memakai kapal-kapal dari stakeholder lain. Dan hasil tiga kali operasi ini, Bakamla sudah menangkap tujuh kapal. Kebanyakan illegal fishing dan sebuah kapal kargo. Mereka berasal dari Malaysia, Taiwan, Thailand, Filipina, Viet Nam, dan ada juga dari dalam negeri.

Kami juga mencegah penyelundupan narkoba di setiap pelabuhan. Bekerja sama dengan Badan Narkotika Nasional. Karena bahaya narkoba menyebabkan 50 orang Indonesia meninggal setiap harinya. Selain illegal fishing dan penyelundupan, Bakamla juga mencegah pencemaran laut. Jangan sampai laut Indonesia dijadikan keranjang sampah.

Dan negara lain yang kapalnya mengalami kecelakaan atau perompakan di wilayah laut kita, melakukan pengaduan ke Indonesia melalui Bakamla. Seperti kejadian di Selat Malaka, Malaysia menghubungi Bakamla dan akhirnya cepat ditangani. Inilah tugas Bakamla, menjadi tim pemasuk sarana komunikasi dengan dunia luar.

Jadi, kalau ada masalah di laut, hubungi saja Bakamla.

Reaksi dari negara lain yang kapalnya ditangkap?

Hubungan Bakamla dengan coast guard negara lain, baik-baik saja. Kami akan adakan pertemuan dengan Malaysia di Langkawi. Kerja sama Australia yaitu Sea Water. Dan akhir Maret ini, ada pertemuan 20 negara dari komunitas coast guard internasional di Yogyakarta. Yaitu membahas keamanan laut.

Tren saat ini, kejahatan lintas negara banyak dilakukan melalui jalur laut. Seperti illegal fishing, drugs smuggling, human trafficking, dan people smuggling. Ini akan menjadi kerja sama komunitas coast guard, mirip seperti interpol.

Saat ini berapa kapal yang dimiliki?

Ada tiga kapal, tipe 48 meter dengan kecepatan 30 knot. Kapal ini tergolong baru, dibuat tahun 2012. Kemampuannya tidak kalah dengan kapal patroli negara lain. Produksi swasta nasional yaitu PT Palindo Marine Shipyard dan PT Citra Shipyard Kabil di Batam. Kami akan membangun tiga kapal lagi tipe 48 meter. Saat ini sedang proses pembangunan di Batam dan Bangka. September tahun ini akan selesai.

Kemampuan lainnya?

Kami mengembangkan operasi berbasis EWS (early warning system), jadi bukan patroli rutin yang menghabiskan bahan bakar. Kami punya tiga ground station radar di Jakarta, Bangka Belitung, dan Manembo-Nembo (Sulawesi Utara). Dan tiga alat MRCC (maritime rescue coordination center) di Batam, Ambon, dan Bitung, serta 11 RCC di seluruh Indonesia.

Dari stasiun radar dan alat kami itu, kami bisa mengetahui setiap kapal yang lalu lalang di Indonesia. Karena setiap kapal memiliki AIS (automatic indentification system). Begitu di klik, kapal tersebut memancarkan AIS-nya. Ketahuan data nama kapal, asal negara, dan pemiliknya. Ini bisa memantau anomali gerakan kapal. Misal hanya berputar-putar atau bersandar dengan jangka waktu lama dengan kecepatan di bawah 10 knot, itu patut dicurigakan. Begitu juga kalau ada kapal yang mematikan AIS-nya, itu sudah mencurigakan.

Kalau sudah begitu, kami akan mengirim kapal patroli untuk menyergap. Kemampuan kapal Bakamla real time untuk melakukan penangkapan.

Februari lalu, Badan Anggaran (Banggar) DPR menolak penambahan anggaran untuk Bakamla sebesar Rp726 miliar. Hanya disetujui Rp519 miliar?

Kami tidak bisa memaksa karena pemerintah punya prioritas lainnya. Untuk sementara, jumlah Rp519 miliar akan kami cukupkan. Dan dengan pencegahan illegal fishing, ini akan meningkatkan kegiatan perikanan kita. Memberi dampak ekonomi bagi pendapatan negara, yang ujung-ujungnya bisa menambah anggaran untuk Bakamla di masa mendatang.

Anggaran tersebut untuk apa saja?

Pembelian kapal baru dengan peralatan pendukung lainnya (alutsista), maintenance kapal yang ada, serta kegiatan operasional.

Membeli dari dalam negeri atau impor?

Tetap membeli dari produsen dalam negeri. Yaitu kapal tipe 48 meter, 80 meter, dan 110 meter. Juga helikopter. Kami juga mendapat hibah 10 kapal dari TNI Angkatan Laut. Mudah-mudahan di masa datang bisa mendapat kapal kelas korvet.

Sumber : http://economy.okezone.com/read




Hak Cipta © Kementerian Pertahanan Republik Indonesia