TRANSLATE

Latihan TNI Sukses Tangkap Teroris, Jokowi Minta Dilanjutkan

Selasa, 7 April 2015

Latihan TNI Sukses Tangkap Teroris, Jokowi Minta Dilanjutkan

Jakarta, CNN Indonesia — Panglima TNI Jenderal Moeldoko mengatakan Presiden Joko Widodo menginstruksikan pasukannya agar melanjutkan latihannya di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah.

Jokowi, menurut Moeldoko juga memuji kerjasama yang dilakukan oleh TNI dan Polri dalam menumpas kelompok teroris yang dikomandoi oleh Santoso dan Daeng Koro.

Ia menjelaskan, pujian itu sesuai dengan kerja keras TNI dalam mengepung pasukan di lokasi hutan Gunung Biru yang dikenal sebagai lokasi persembunyian kelompok sipil bersenjata.

Saat latihan perang, TNI meluncurkan beberapa roket ke arah Gunung Biru. Upaya itu pun berhasil membuat kelompok teroris tersebut menghindar ke tempat yang lebih aman.

“Kita bisa bayangkan ketinggian Gunung Biru berapa, memang kepolisian sulit masuk ke sana. TNI datang ke sana, sudah pasti secara psikologis kelompok Santoso ini pasti tidak nyaman. Kan (TNI) turun, kepolisian bisa banyak berbuat di sana. Perlu dikembangkan sinergi seperti itu,” kata dia.

Moeldoko membenarkan bahwa merapatnya kapal perang TNI ke Poso itu sebenarnya merupakan bagian dari latihan, tidak khusus untuk mengejar kelompok Santoso. TNI dalam latihan ini mengerahkan pesawat tempur, kapal perang, pesawat hercules. “Untuk menekan (kelompok teror) saja,” katanya.

Oleh sebab itu, imbuh Moeldoko, Jokowi menginstruksikan pihaknya untuk melanjutkan kerjakeras yang sudah dilakukan. “Dilanjutkan, Beliau terimakasih. Ditindaklanjuti terus. Intinya negara tidak memberi toleransi, tidak memberikan tempat kepada kelompok-kelompok radikal,” kata dia.

Sebelumnya, Wakapolri Komisaris Jenderal Badrodin Haiti menuturkan bahwa latihan perang TNI sejak 1 April 2015 di Kabupaten Poso secara tidak langsung mempermudah Polri mengejar kelompok teroris pimpinan Santoso dan Daeng Koro.

Ia mengungkapkan, Polri sudah mengantisipasi menyingkirnya kelompok teroris. Polri kemudian melakukan penyekatan di beberapa lokasi di Kabupaten Poso dan wilayah perbatasan.

.
Berakhirnya Sepak Terjang Daeng Koro, Teroris yang Dipecat TNI karena Asusila…

JAKARTA, KOMPAS.com — Sepak terjang Sabar Subagio alias Daeng Koro sudah tamat. Personel Detasemen Khusus 88 Antiteror melesakkan peluru tajam ke tubuhnya dalam baku tembak, Jumat (3/4/2015) lalu di Pegunungan Sakina Jaya, Desa Pangi, Kecamatan Parigi Utara, Kabupaten Parimo, Sulawesi Tengah.

Berdasarkan catatan pihak Kopassus, Sabar lahir di Jepara, 15 Januari 1963. Dia sempat berdinas di Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopashanda) pada tahun 1982. Saat ini, korps Kopashanda diketahui berganti nama menjadi Komando Pasukan Khusus (Kopassus).

Namun, belum sempat berkarier atau baru tahap calon komando, Sabar tidak lolos uji fisik. Meski demikian, Kopashanda kala itu menampungnya di Detasemen Markas (Denma) Kopashanda di Cijantung, Pasar Rebo, Jakarta Timur, selama empat tahun.

Sabar atau Daeng Koro selama ditampung hanya mengikuti kegiatan pusat pelatihan atau training center olahraga bola voli, tidak mengikuti pelatihan personel. Sabar kemudian dipindahtugaskan menjadi anggota Brigif Linud 3/TBS Kostrad TNI pada tahun 1987. Dia ditugaskan di Kariango, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Namun, peran Sabar hanyalah sebagai anggota training center olahraga voli.

Pada tahun 1991, Sabar melakukan pelanggaran berat, yaitu tertangkap basah melakukan perbuatan zinah atau asusila. Dia kemudian menjalani hukuman kurungan di rumah tahanan militer selama tujuh bulan. Pada tahun 1992, atas kasus yang sama, kesatuan memecatnya. Pangkat terakhirnya adalah kopral dua. (Baca: Kopassus: Daeng Koro Pernah Berdinas di Komando Pasukan Sandi Yudha)

Terlibat aksi teror

Saat keluar dari militer itulah Sabar mulai mengenal kelompok radikal dan terlibat aktif di dalamnya. Berdasarkan catatan kepolisian, aksi pertama Sabar dilakukan pada tahun 2000 di Poso. Sabar punya andil dalam kerusuhan Poso dan bergabung dengan Laskar Jihad asal Jawa di Pandajaya. Rekan-rekannya mengangkat Sabar menjadi Panglima Laskar Jihad.

Tahun 2003, Sabar pindah ke Kalimantan. Dia memperlebar sayapnya dengan bergabung dengan kelompok Negara Islam Indonesia pimpinan Haji Nurdin. Dari situ, Sabar turut terlibat dalam kerusuhan di sejumlah daerah di Indonesia, termasuk penembakan polisi dan warga sipil.

Dalam periode 2004 hingga 2006, Sabar juga pernah mengadakan latihan militer bagi para anggotanya di wilayah pegunungan di Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah. Keahliannya itu didapat ketika ia sempat bergabung ke kelompok bersenjata di Filipina.

Sabar mulai bergabung ke kelompok Santoso pada 2012. Keduanya mendirikan Mujahidin Indonesia Timur (MIT), saudara Mujahidin Indonesia Barat (MIB) pimpinan Abubakar Ba’asyir yang telah berdiri sebelumnya. Sejak saat itu, keduanya memulai serangkaian aksi teror di Poso dan daerah lainnya.

Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah Brigjen (Pol) Idham Azis mengatakan, sejak mendirikan MIT, Sabar adalah pelatih dan ketua pelaksana beberapa kegiatan tadrib asyakari atau kelompok bersenjata yang dilaksanakan di sejumlah wilayah di Sulawesi.

“Dia memulai pengadaan senjata yang saat ini menjadi senjata inventaris MIT. Yang bersangkutan juga mendatangkan bahan peledak, termasuk serbuk meriam dari Ambon ke Poso,” ujar Idham.

Kedua, Sabar diduga sebagai dalang dalam pembunuhan dua personel polisi, Briptu Andi Sapa dan Brigadir Sudirman, di Pegunungan Tamanjeka, Poso.

Kedua polisi itu menghilang pada 8 Oktober 2012 lalu. Keduanya akhirnya ditemukan aparat Kompi B Batalyon Infanteri 714 Sintuwu Maroso pada 16 Oktober 2012 dalam keadaan tewas mengenaskan di wilayah antara Dusun Weralulu di Desa Tokorondo dan Dusun Tamanjeka di Desa Masani, Kecamatan Poso Pesisir.

Kedua mayat ditemukan terkubur dengan luka gorok di leher, di dalam lubang sedalam kurang dari satu meter dengan lebar seukuran badan. Keduanya dikubur dengan posisi bertumpuk satu sama lain dalam posisi kepala satu orang berada di kaki yang lain, dan hanya mengenakan pakaian dalam. Kondisi mayat sudah bengkak, dan seluruh tubuh tertutup lumpur.

Ketiga, Daeng Koro terlibat penghadangan dan penembakan yang mengakibatkan tewasnya tiga anggota Brimob di Desa Kalora, Kecamatan Poso Pesisir, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, pada 20 Desember 2012. Anggota Brimob yang tewas itu adalah Briptu Ruslan, Briptu Winarto, dan Briptu Wayan Putu Aryawan.

Insiden terjadi ketika petugas gabungan dari Resimen Kelapa Dua Polri dan Polda Sulteng diberondong tembakan dari arah perbukitan saat sedang melakukan patroli menggunakan sepeda motor. Personel kesulitan membalas lantaran arah tembakan berasal dari hutan.

Keempat, Daeng Koro dan rekan-rekannya juga sempat terlibat kontak senjata dengan personel Brimob di Gunung Gayatri, Desa Maranda, Poso, pada pertengahan 2012 silam.

Kelima, Daeng Koro diduga terlibat dalam aksi penembakan terhadap warga sipil di Dusun Tamanjeka, Desa Masani, Kecamatan Poso Pesisir, pada Juni 2014. Beruntung, tidak ada korban meninggal dunia dalam peristiwa ini.

Saat ini, polisi tengah mengecek DNA untuk memastikan apakah jenazah itu adalah Sabar alias Daeng Koro. Meski demikian, sang istri yang telah melihat jenazah Sabar membenarkan bahwa itu adalah suaminya.

.
Reaksi Panglima TNI atas Tewasnya Daeng Koro

VIVA.co.id – Terduga teroris Daeng Koro adalah seorang desersi Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI AD. Dia tewas dalam baku tembak dengan Densus 88 Antiteror yang diperbantukan oleh TNI, di Pegunungan Biru Poso Sulawesi Tengah beberapa waktu lalu.

Sebagai seorang desersi TNI, Panglima TNI Jenderal Moeldoko angkat bicara. Mengingat, Daeng Koro sempat mengabdi di korps baret merah itu.

“Ya kalau mantan tentara memang punya keahlian,” kata Jenderal Moeldoko, di Istana Negara Jakarta, Senin 6 April 2015.

Moeldoko mengakui, dari sekian banyak anggota TNI, instansinya tidak bisa mendeteksi setiap orang yang masuk, apakah ke depannya akan membela negara atau justru tidak, seperti yang terjadi pada Daeng Koro ini.

Moeldoko mengatakan, untuk Daeng Koro, seandainya tertangkap dia tetap akan disidang desersi terlebih dahulu. Setelah itu, akan disidang secara pidana atas perbuatannya. Begitu juga dengan desersi yang lainnya.

“Semua desertir kami buru itu, walau sudah pecat kami buru, ditangkap masukin ke penjara,” katanya.

Kepala Seksi Penerangan Media Kopassus Mayor Inf Achmad Munir dalam keterangan persnya, Senin 6 April, menjelaskan Daeng Koro yang bernama asli Sabar Subagio dulu seorang anggota TNI yang sudah dipecat pada 1995 karena kasus asusila.

Daeng Koro saat berdinas di Kopasandha pada 1982, sekarang Kopassus, berstatus sebagai Calon Komando. Pada saat menjalani seleksi Komando, Daeng Koro tidak lulus seleksi karena hasil tes jasmani tidak memenuhi syarat. Kemudian Daeng ditampung di Denma Cijantung selama 4 tahun.

“Karena tidak mempunyai kualifikasi Komando, tidak pernah mengikuti latihan-latihan yang bersifat khusus,” kata Munir, Senin 6 April 2015.

Kegiatan Daeng Koro selama ditampung di Denma, kata Munir, hanya mengikuti kegiatan training center voli, karena memang bisanya hanya bermain voli.

“Karena tidak lulus seleksi masuk Komando, pada 1985 dikirim ke Kariango untuk menjadi anggota Brigif Linud 3/Tbs Kostrad,” ujarnya.

Pada 1991, Daeng Koro melakukan pelanggaran berat yaitu tertangkap basah melakukan perbuatan zina dengan isteri prajurit, kemudian Daeng menjalani hukuman kurungan di Rumah Tahanan Militer (RTM) selama 7 bulan.

“Melalui proses hukum di sidang peradilan militer tahun 1992 Daeng Koro dipecat dari dinas Militer melalui upacara pemberhentian di Mabrig Linud 3/Tbs dengan pangkat terakhir Kopral Dua,” ujarnya.

Sebelumnya, Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia menyebut seorang pria yang ditembak mati di Poso adalah Daeng Karo. Korban sebelumnya diidentifikasi sebagai orang tak dikenal yang terlibat baku tembak dengan aparat Detasemen Khusus 88 di Desa Pangi, Kecamatan Parigi, Poso, Sulawesi Tengah.

.
Daeng Koro Dulu Anggota TNI AD Sekelas Kopassus

Liputan6.com, Jakarta – Sampai saat ini pihak kepolisian tengah melakukan tes DNA untuk memastikan jenazah Daeng Koro, setelah baku tembak dengan Densus 88 di Pegunungan Sakina Jaya, Desa Pangi, Kecamatan Parigi Utara, Poso, Jumat 3 April. Kuat dugaan jenazah itu adalah Daeng Koro yang tak lain adalah salah satu pentolan teroris di Poso.

Mayor Inf Achmad Munir selaku Kepala Bagian Penerangan Kopassus TNI AD mengatakan, Daeng Koro memiliki nama asli Sabar Subagio dan pernah terdaftar sebagai anggota Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopasandha) yang kini bernama Kopassus.

“Dulu seorang anggota TNI. Daeng Koro pernah berdinas di Komando Pasukan Sandi Yudha 1982 berstatus sebagai Calon Komando (Cako),” kata Munir kepada Liputan6.com, Jakarta, Senin (6/4/2015).

Munir menjelaskan, pada saat menjalani seleksi komando, Daeng Koro tidak lulus seleksi karena hasil tes jasmani tidak memenuhi syarat sebagai prajurit komando. Kemudian dia ditampung di Detasemen Markas (Denma) Cijantung selama 4 tahun.

“Kegiatan selama ditampung di Denma hanya mengikuti TC (training Center) Voli,” ujar dia.

Pada 1985, kata Munir, Daeng Koro dipindahkan ke Kariango, Maros, Sulawesi Selatan untuk menjadi anggota Brigif Linud 3/TBS Kostrad dan menjadi tim TC Voli. Sampai akhirnya Daeng Koro dipecat pada 1992.

“Daeng Koro tidak mempunyai kualifikasi sebagai prajurit komando, maka dia tidak mempunyai kemampuan khusus dan tidak pernah mengikuti latihan-latihan yang bersifat khusus,” ujar Munir.

Kasus Asusila

Pada 1991, Munir melanjutkan, Daeng Koro melakukan pelanggaran berat. Dia ketahuan menggauli istri prajurit lain. Kelakukan bejat itulah yang mengakhiri kariernya dari TNI AD.

“Yaitu tertangkap basah melakukan perbuatan zina atau asusila,” ungkap Munir.

Menurut Munir, akibat perbuatannya itu, Daeng Koro juga pernah menghuni sel tahanan militer selama 7 bulan. Setelah selesai menjalankan hukuman melalui sidang peradilan militer, dia resmi dipecat dari keangotaan TNI.

“Kemudian yang bersangkutan menjalani hukuman kurungan di Rumah Tahanan Militer (RTM) selama 7 bulan. Melalui proses hukum di sidang peradilan militer, 1992 Daeng Koro dipecat dari dinas militer dengan pangkat terakhir Kopral Dua (Kopda),” tutup Munir.

Baku tembak terduga kelompok teroris dengan Densus 88 di Pegunungan Sakina Jaya, Desa Pangi, Kecamatan Parigi Utara, Poso, Jumat 3 April mengakibatkan pimpinan teroris Poso Daeng Koro tewas. Selain Daeng Koro, seorang anggota terduga kelompok itu juga diduga tewas.

.
Mantan TNI-Polri Latih Teroris Berperang

JAKARTA – Mantan Anggota Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI, Daeng Koro alias Sabar Subagyo masuk teroris dan akhirnya ditembak tewas di Poso, Jumat 3 April 2015. Namun ternyata ia bukan satu-satunya pasukan militer yang masuk teroris. Kebanyakan di antara mereka bertugas melatih teroris untuk berperang.

“Ada sejumlah TNI dan Polisi yang bergabung jadi teroris. Mereka biasanya melatih teroris untuk menggunakan senjata, berperang,” ujar Pengamat teroris Al Chaidar kepada Okezone, Selasa (7/4/2015).

Ia menambahkan, selain melatih berperang, mantan anggota TNI dan Polri juga kerap bertugas mendidik teroris untuk membuat bom. Bahkan mereka ikut membantu memasok senjata.

“Mantan TNI dan Polri kan punya kenalan untuk memasok senjata. Itu digunakan untuk memasok senjata teroris,” ucap Al Chaidar.

Beberapa mantan polisi yang bergabung teroris, kata dia, di antaranya adalah Tatang Mulyadi dan Abdi Tunggal. Keduanya bergabung ke kelompok teroris Aceh. Mereka kedapatan memasok senjata sejak Juni 2009. Dua tahun kemudian, Pengadilan Negeri Jakarta Timur memvonis dua teroris itu 10 tahun penjara.

Sumber : http://news.okezone.com/read




Hak Cipta © Kementerian Pertahanan Republik Indonesia