TRANSLATE

TNI AL keluhkan fasilitas perbatasan, Pemerintah diminta merespon

Kamis, 16 April 2015

TNI AL keluhkan fasilitas perbatasan, Pemerintah diminta merespon

Merdeka.com – Keluhan fasilitas dari pulau terdepan atau yang biasa disebut pulau terluar datang dari TNI Angkatan Laut yang menjaga pulau Jemur yang tidak jauh dari perairan Internasional dan perairan Malaysia. Sebab, kehidupan TNI AL sebagai penjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sangat memprihatinkan.

Bagaimana tidak, saat merdeka.com mengunjungi pulau yang berada di Kabupaten Rokan Hilir (Rohil) dan perairan selat Malaka tersebut, sangat berpotensi karena memiliki kekayaan laut berupa ikan dan lainnya.

“Pulau Jemur memiliki potensi yang luar biasa dari hasil lautnya. Namun sangat disayangkan dibiarkan begitu saja. Kita khawatir dengan Malaysia, yang pernah memenangkan perkara Pulau Sipadan dan Ligitan. Jangan sampai terjadi di Pulau Jemur,” ujar Pengamat Hukum Internasional, S Parman, saat dihubungi merdeka.com, Rabu (15/4).

Menurut Akademisi dari Universitas Islam Riau ini, Pulau Jemur sebagai pulau terdepan memerlukan alokasi dana khusus untuk pembangunan. Jika tidak, kata Parman, maka aktivitas penyelundupan narkoba dan barang-barang dari luar negeri secara ilegal tidak akan bisa dikurangi.

“Minimal di situ di tepian pantai Pulau Jemur dibentuk reklamasi, pembangunan Turap, ditempatkan aparat supaya pulau tersebut aman dari pelanggar,” ujar S Parman.

Tidak hanya itu saja, untuk mendukung program pemerintahan Presiden Joko Widodo yang menyatakan pembangunannya di sentral kelautan. “Menteri Susi harus ke Pulau Jemur, melihat kondisinya. Di sana banyak potensi laut, juga termasuk potensi akan direbut negara lain,” ketus Parman.

S Parman menyebutkan baik TNI AL, Polisi perairan maupun Badan Koordinasi keamanan Laut (Bakorkamla) dijadikan garda terdepan matra laut.

“Minimal ada suar, atau kegiatan semi militer di Pulau Jemur. Kan luasnya lebih dari 200 hektare. Di sana, ada 2 hak kapal yang melintas. Pertama, hak lintas damai dan kedua hak transit,” kata Dosen Hukum Internasional tersebut.

Menurut Parman, Pemerintah melalui aparat bersenjatanya harus mengkhawatirkan aktivitas kapal yang melakukan transit di sekitaran Pulau Jemur. Pasalnya, saat transit kapal-kapal tersebut bisa saja membawa narkoba dan barang selundupan dan bongkar muat di tengah laut.

“Itu yang perlu diawasi. Kita harus tahu apa tujuan kapal yang melakukan transit di situ. Termasuk pelabuhan tikus, khawatirnya ada barang ilegal, narkoba, ilegal fishing dan aktivitas ilegal lainnya,” terang Parman.

Selain pulau Jemur, kata Parman, yang paling rawan menjadi tempat aktivitas penyelundupan juga terletak di pulau Rupat kabupaten Bengkalis.

“Di dua pulau ini harus betul-betul diperhatikan. Poros Maritim yang digadang-gadang pemerintah harus didukung kesiapan Indonesia, dengan adanya fasilitas pendukung memadai, agar Indonesia disegani negara lain, sehingga menjadi signal tidak mudah untuk disusupi, dan diakui keamanannya oleh Internasional,” pungkas Parman.

Sebelumnya diberitakan, Pos TNI Angkatan Laut (AL) yang menjadi simbol penjaga wilayah pulau Jemur sebagai pulau terdepan negara Indonesia minim fasilitas, perlengkapan, alat keamanan serta pertahanan keamanan negara.

Bahkan, signal telekomunikasi untuk informasi keluar dan ke dalam pulau pun tidak ada. Tak ayal, hal ini membuat para personel yang jauh dari keluarga, harus ikhlas menjalani tugas negara tersebut tanpa pergaulan dengan masyarakat.

“Dengan beban tugas sebagai penjaga keamanan terdepan Indonesia dari berbagai potensi dan gangguan, ini tentunya menjadi semakin berat. Sehari-hari kami menjalani kehidupan dengan serba keterbatasan. Bahkan di sini tidak ada signal telepon,” ujar Letnan Dua Laut (P) Bagus Mondro Murti, selaku Komandan Pos Angkatan Laut (AL) yang bertugas di Pulau Jemur, Senin (13/4).

Saat merdeka.com menelusuri Pulau Jemur yang dulunya nyaris direbut negara tetangga Malaysia, terlihat fakta mencengangkan, Komandan Pos AL dan beberapa anggotanya harus putar otak untuk mencari kegiatan.

Disela-sela tanggung jawab memantau semua aktivitas kapal, Murti dan anggota juga berkebun dan memancing. “Hasilnya bisa kami jadikan alternatif bila stok logistik habis di pulau, lumayan untuk mengisi kekosongan,” kata dia.

Murti mengeluhkan pulau jemur tidak tersentuh alat komunikasi. Tidak ada signal telepon dan tidak ada chanel televisi. Ini membuat mereka tidak bisa menghubungi keluarga atau mendapat informasi dunia luar.

.
Jika Ingin Disegani, Indonesia Harus Perkuat Pertahanan Pulau Terdepan

PEKANBARU, GORIAU.COM – Vitalnya posisi Pulau Jemur yang berada di Kabupaten Rokan Hilir (Rohil) sebagai pulau terdepan penjaga teritori wilayah kedaulatan perairan Indonesia, harus didukung dengan ketersediaan falisitas. Namun dengan segala keterbatasan yang ada sekarang, tidak mustahil Indonesia sulit mewujudkan mimpi sebagai negara dengan poros maritim.

“Pulau jemur ini aset. Hawai saja yang jauh ditengah laut bisa jadi pusat wisata. Kita lupa bahwa potensi dan peluang perkembangan pulau Jemur sangat besar, meski lokasinya pada perbatasan terdepan,” kata S. Parman, selaku Pengamat Hukum Internasional sekaligus dosen Hukum Laut dan hukum Internasional Universitas Islam Riau (UIR).

Namun kenyataan, pulau Jemur justru seperti terbaikan. Dimana posko Angkatan Laut (AL) yang diposisikan disana, jauh dari kata memadai. Bahkan pulau dengan luas sekitar 300 hektar dan memiliki gugusan ini tidak ada pasokan listrik dan tidak memiliki signal komunikasi.

“Pembangunan pulau terdepan harusnya ada alokasi dana khusus, minimal disitu dibentuk reklamasi, turap dan ditempatkan aparat yang cukup, supaya pulau tersebut bisa memantau kegiatan perairan secara maksimal,” tegasnya saat dihubungi Goriau.com.

Dengan ketidakberdayaan ini, maka potensi penyusupan akan semakin besar. Ini berimbas dengan meningkatnya kriminalitas perairan, berupa pencurian ikan, penyusupan narkoba, imigran dan sebagainya melalui pelabuhan tikus.

“TNI AL, Dit Polair dan Bakorkamla (Badan Kordinasi Keamanan Laut) jadi garda terdepan matra laut. Mengawasi kapal transit, supaya tahu apa tujuannya, termasuk bagi kapal yang melintas. Nah kalau situasi serba terbatas, bagaimana ini bisa diwujudkan,” mirisnya.

Maka untuk menjadi Poros Maritim, sambungnya, harus didukung kesiapan Indonesia, berupa fasilitas pendukung yang memadai sehingga Indonesia akan disegani, dan menjadi signal bahwa daerah perbatasan tidak mudah disusupi dan dijamin keamanannya.

“60 persen jalur perdagangan Internasional ada di Selat Malaka. Otomatis pulau Jemur dan Rupat harus dijaga maksimal. Jika tidak, maka jalur ini menjadi pilihan penyusup untuk meraup keuntungan besar,” tutupnya.

Meski menjadi lokasi vital dalam mengamankan wilayah perairan terdepan Indonesia, Pos TNI Angkatan Laut (AL) yang didirikan di pulau Jemur Panipahan, Kecamatan Pasir Limau Kapas Kabupaten Rokan Hilir (Rohil), ternyata jauh dari standar kelayakan, mulai dari persenjataan, pertahanan hingga fasilitas bangunan.

Sehari-hari pos AL hanya mengandalkan tenaga listrik dari genset yang ada. Ini pun jam operasionalnya terbatas, yakni mulai pukul 18.00 Wib hingga 24.00 Wib. Jika siang, personil cuma mengandalkan tenaga Aki yang digunakan untuk mengaktifkan alat komunikasi

Tak cukup itu saja, di pulau Jemur tidak ada signal alat komunikasi, tidak ada hiburan, bahkan untuk air minum pun hanya mengandalkan air hujan yang ditampung didalam tandon.




Hak Cipta © Kementerian Pertahanan Republik Indonesia