TRANSLATE

Moeldoko: Jadi Sekjen KPK, Perwira TNI Minimal Berpangkat Brigjen

Selasa, 19 Mei 2015

Moeldoko: Jadi Sekjen KPK, Perwira TNI Minimal Berpangkat Brigjen

MAGELANG, KOMPAS.com — Panglima Tentara Nasional Indonesia Jenderal Moeldoko mengaku sudah melakukan seleksi perwira tinggi militer yang akan memperkuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI. Meski demikian, Moeldoko enggan membeberkan siapa kandidat sekretaris jenderal (sekjen) dan pengawas internal KPK dari perwira TNI tersebut.

“Masih belum sekarang karena sekjen KPK masih ada. Namun, tempo hari, kami sudah lakukan seleksi,” ujar Moeldoko setelah menghadiri reuni taruna Akademi Militer (Akmil) angkatan 1981 di Kompleks Akmil Kota Magelang, Senin (18/5/2015) siang.

Moeldoko menjelaskan, untuk menjadi sekjen KPK, perwira TNI minimal harus berpangkat brigadir jenderal (brigjen) atau jenderal bintang satu dan harus mengajukan pensiun sesuai dengan undang-undang yang berlaku serta harus menanggalkan jabatan militernya.

“Jadi, yang masuk ke KPK adalah mereka yang saya pilih bagus, terutama karena sekjen, jadi harus baik dalam hal manajerialnya. Setelah itu, dia ajukan pensiun sebelum duduk di sana,” imbuhnya.

Petinggi TNI asal Kediri, Jawa Timur, itu menyebutkan, dua perwira TNI yang kemungkinan besar akan mengisi jabatan di KPK itu berasal dari angkatan 1985-1986. Pasalnya, lanjut Moeldoko, rata-rata, mereka yang merupakan masuk dalam angkatan tersebut akan pensiun kurang dari lima tahun lagi.

“Rata-rata kandidatnya mau pensiun tiga sampai empat tahun lagi,” ujarnya.

.
Moeldoko: Dua Perwira Tinggi TNI Siap Bergabung ke KPK

Jakarta, CNN Indonesia — Panglima TNI Jenderal Moeldoko telah menyiapkan dua anggotanya untuk mengisi jabatan Sekretaris Jenderal dan Pengawas Internal Komisi Pemberantasan Korupsi. (Baca TNI: Kami Punya Orang untuk Semua Posisi di KPK)

Moeldoko mengatakan persoalan pengisian personel TNI untuk posisi di KPK itu harus diluruskan sesuai dengan hasil diskusi yang ia lakukan dengan Pelaksana Tugas Ketua KPK Taufiequrachman Ruki. Dalam diskusi itu, Moeldoko mengaku diminta Ruki untuk menempatkan perwira tinggi TNI menjadi Sekjen dan Pengawas Internal KPK.

“Sudah disiapkan. Satu dari TNI Angkatan Darat. Satu lagi kami usahakan dari POM (Polisi Militer),” ujar Moeldoko.

Prajurit TNI yang masuk ke KPK nantinya harus pensiun lebih dulu. “Jadi enggak boleh prajurit aktif masuk ke KPK. Dilarang. Undang-undang tak membolehkan. Dia akan ajukan pensiun sebelum duduk di KPK. Setelah ajukan pensiun, maka akan diproses alih status,” kata Moeldoko.

Ia menyatakan kedua anggotanya yang bakal bergabung dengan KPK punya kualitas di atas rata-rata. “Saya pilih yang bagus untuk masuk KPK. Karena KPK minta Sekjen, maka manajerial dan leadership-nya bagus,” kata Moeldoko tanpa mau membeber nama-nama yang sudah dia siapkan itu.

Menanggapi kekhawatiran sebagian orang terkait banyaknya TNI yang bertugas di lembaga sipil, Moeldoko menekankan bahwa di dalam jiwa seorang prajurit profesional akan selalu mengalir tanggung jawab sosial.

“Sepanjang TNI dibutuhkan negara untuk mengawal jalannya pembangunan nasional lewat kementerian, silakan. Tapi jangan coba-coba siapapun tarik TNI ke politik. Sori, tidak bakalan itu terjadi. Sepanjang untuk kepentingan sosial, silakan. Misalnya pertanian butuh pendampingan TNI, silakan. Perhubungan, silakan,” ujar Moeldoko.

Ia menyatakan kedua anggota TNI yang bakal bergabung ke KPK tidak untuk bertugas sebagai penyidik. “Kalau TNI tidak bisa jadi penyidik, masa dipaksakan?” kata Moeldoko.

UU Nomor 30/2002 tentang KPK menyebut penyidik dapat diangkat dan diberhentikan oleh KPK. Namun UU tersebut tidak menjelaskan secara detail bahwa penyidik KPK harus berasal dari unsur Kepolisian.

Sementara Pasal 47 ayat 1 UU Nomor 34/2004 tentang TNI menyebutkan seorang prajurit TNI aktif dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.

Pada ayat 2 dijelaskan pula prajurit aktif dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi Koordinator Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Negara, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotik Nasional, dan Mahkamah Agung.

Untuk diketahui, saat ini penyidik KPK berasal dari unsur Kepolisian, Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan (BPKP), dan penyidik independen.

.
Moeldoko Kantongi Nama 2 Perwira TNI yang Akan Masuk KPK

TEMPO.CO, Jakarta – Panglima Tentara Nasional Indonesia Jenderal Moeldoko mengantongi dua nama perwira yang akan berkarier di Komisi Pemberantasan Korupsi. Dua perwira ini akan memasuki masa pensiun dan hijrah ke KPK.

“Sudah ada dua nama, satu untuk menempati posisi di sekretariat jenderal dan satunya lagi menjadi pengawas internal KPK,” kata Moeldoko di Istana Negara, Jumat, 15 Mei 2015.

Satu di antaranya merupakan perwira dari TNI Angkatan Darat. “Satunya lagi dari kesatuan Polisi Militer,” ujar Moeldoko.

Moeldoko enggan menyebutkan nama dua perwira yang sebentar lagi akan pensiun itu. Moeldoko masih menunggu panggilan selanjutnya dari KPK.

Moeldoko mengatakan dua perwira TNI ini akan menunggu datangnya masa pensiun sebelum masuk ke KPK. Musababnya, dalam Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia, prajurit aktif tidak boleh merangkap jabatan.

Moeldoko juga mengklaim sudah mendapat restu dari Presiden Joko Widodo. “Pak Presiden tidak ada masalah. Karena kan mereka masuk ke KPK nanti pas sudah pensiun,” ujar Moeldoko.

Moeldoko mengatakan institusinya juga akan menahan diri dengan tidak memaksakan bekas anggotanya ditempatkan di posisi penyidik KPK. “Tidak mungkin bisalah bekas anggota kami jadi penyidik KPK,” ujar Moeldoko.




Hak Cipta © Kementerian Pertahanan Republik Indonesia