TRANSLATE

Rekor, Laporan Keuangan Era Jokowi Wajar Tanpa Pengecualian

Sabtu, 20 Mei 2017

Jakarta, CNN Indonesia — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2016.

Menurut Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara, opini tersebut merupakan pertama kalinya yang diperoleh Pemerintah Pusat dalam kurun waktu 12 tahun terakhir.

Sebelumnya pemerintah telah menyampaikan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) (unaudited) Tahun 2016 kepada BPK pada tanggal 29 Maret 2017. Selanjutnya, BPK memeriksa LKPP dimaksud dalam waktu dua bulan sejak menerimanya dari Pemerintah.

Dan pada hari ini, BPK menyerahkan Laporan HasiI Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2016 kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

“Dengan demikian, kami menyatakan pendapat WTP atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2016. Opini WTP atas LKPP Tahun 2016 ini merupakan yang pertama kali diperoleh Pemerintah Pusat, setelah 12 tahun menyampaikan pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN berupa LKPP sejak Tahun 2004,” ujar Moermahadi dalam sambutan penyerahan LKPP kepada DPR RI, Jumat (19/5).

Dalam pertanggungjawaban pelaksanaan APBN tahun lalu, dalam LKPP Tahun 2015, BPK sempat memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP), karena adanya enam ketidaksesuaian terhadap Standar Akuntansi Pemerintahan.

Ketidak jelasan yang dimaksud BPK yaitu ketidak jelasan pada investasi Permanen berupa Penyertaan Modal Negara (PMN) pada PT PLN Persero) senilai Rp 848,38 triliun, terkait penerapan interpretasi Standar Akutansi Keuangan Nomor 8 tentang Perjanjian Mengandung Sewa, dalam perjanjian jual beli tenaga listrik

Selanjutnya soal harga jual eceran solar bersubsidi yang lebih tinggi dari harga dasar membebani konsumen dan menguntungkan badan usaha senilai Rp3,19 triliun. Masalah ketiga yakni Piutang Bukan Pajak senilai Rp4,8 triliu pada kementerian negara/lembaga tidak didukung dokumen sumber yang memadai.

Masalah keempat yang menjadi sorotan BPK yakni persediaan barang yang akan diserahkan kepada masyarabat senilai Rp5,82 triliun namun tidak ditatausahakan secara memadai dan tidak dapat dijelaskan status penyerahannya;

BPK juga menyoroti Saldo Anggaran Lebih (SAL) senilai Rp 6,60 triliun tidak dapat diyakini kewajarannya, karena tidak didukung dengan dokumen sumber yang memadai

Pengurangan Ekuitas senilai Rp96,53 triliun dan Transaksi Antar Entitas senilai Rp53,34 triliun, tidak dapat dijelaskan dan tidak didukung dokumen sumber yang memadai.

“BPK memberikan rekomendasi atas ke-enam permasalahan pada LKPP tahun 2015. Atas rekomendasi BPK, Pemerintah telah menindaklanjutinya, sehingga permasalahan dimaksud sudah diselesaikan,” ujar Moermahadi.

.

Setelah 12 Tahun, Akhirnya Laporan Keuangan Pemerintah Dapat WTP

Jakarta – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2016 ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Penyerahan LHP atas LKPP tahun 2016 disampaikan langsung oleh Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara dalam Rapat Paripurna DPR, di Gedung Nusantara II Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta Selatan.

Di hadapan para anggota DPR, Moermahadi mengatakan, pemerintah telah menyampaikan LKPP (unaudited) tahun 2016 kepada BPK pada 29 Maret 2017. Selanjutnya BPK memeriksa LKPP dalam dua bulan setelah menerima.

“Pemeriksaan terhadap LKPP merupakan pemeriksaan pertanggungjawaban pemerintah pusat atas pelaksaan APBN 2016,” kata Moermahadi, Jakarta, Jumat (19/5/2017).

Berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan, Moermahadi mengatakan, BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas LKPP 2016.

“Opini ini, menjadi yang pertama kali diperoleh pemerintah pusat, setelah 12 tahun menyampaikan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN berupa LKPP sejak 2014,” tambahnya.

Dari hasil pemeriksaan BPK atas LKPP tersebut didasarkan pada hasil pemeriksaan 84 Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga (LKKL) dan satu Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN).

Dari total pemeriksaan, 74 LKKL-LKBUN) atau 84% mendapat opini WTP. Opini WTP atas 74 LKKL-LKBUN tahun 2016 ini mempengaruhi secara positif kewajaran LKPP 2016. Sedangkan yang mendapat Wajar Dengan Pengecualian (WDP) sebanyak 8 LKKL atau 9%, yaitu pada Kemenhan, Kemen LHK, Kementerian Perempuan dan Perlindungan Anak, BKKBN, KPU, Badan Informasi Geopasial, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, dan LPP RRI.

Sedangkan yang Tidak Menyatakan Pendapat sebanyak 6% LKKL atau 7%, yaitu pada Kementerian KKP, Komnasham, Kemenpora, LPP TVRI, Bakala, dan Badan Ekonomi Kreatif.

Moermahadi menyebutkan, dalam melakukan pemeriksaan LKPP tahun 2016 terdapat temuan-temuan atas pengendalian intern. Pertama, sistem informasi penyusunan LKPP 2016 yang belum terintegrasi. Kedua, pelaporan saldo anggaran lebih serta pengendalian piutang pajak dan penagihan sanksi administrasi pajak berupa bunga dan/atau denda belum memadai, dan adanya inkonsistensi tarif PPh migas. Ketiga, penatausahaan persediaan, aset tetap, dan aset tak berwujud belum tertib. Keempat, pengendalian atas pengelolaan program subsidi kurang memadai.

Kelima, pertanggungjawaban kewajiban pelayanan publik kereta api belum jelas. Keenam, penganggaran DAK fisik bidang sarana prasarana penunjang dan tambahan DAK belum memadai. Ketujuh, tindakan khusus penyelesaian aset negatif dana jaminan sosial kesehatan belum jelas.

BPK juga mengungkapkan temuan-temuan pemeriksaan kepatuhan terhadap ketentuan UU, pertama pengelolaan PNBP dan piutang bukan pajak pada 46 kementerian/lembaga belum sesuai ketentuan. Lalu, pengembalian pajak tahun 2016 senilai Rp 1,15 triliun tidak memperhitungkan piutang pajaknya senilai Rp 879,02 miliar. Lalu, pengelolaan hibah langsung berupa uang/barang/jasa senilai Rp 2,85 triliun pada 16 K/L tidak sesuai ketentuan. Lalu, penganggaran pelaksanaan belanja senilai Rp 4,92 triliun belum memadai.

Meski mendapat opini WTP, kata Moermahadi, LKPP tahun 2016 tetap perlu ditindaklanjuti oleh pemerintah mengenai rekomendasi BPK atas temuan sistem pengendalian intern dan kepatuhan. Tindak lanjut rekomendasi tersebut penting bagi pemerintah sehingga penyajian pertanggungjawaban pelaksanaan APBN tahun mendatang akan baik.

“Kami juga memohon bantuan pimpinan dan anggota dewan yang terhormat untuk terus mendorong pemerintah pusat dalam rangka perbaikan tanggung jawab pelaksanaan APBN,” tukasnya.

Sumber: detik

.

Reaksi Sri Mulyani Saat Laporan Keuangan Pusat Diganjar WTP

TEMPO.CO, Jakarta -Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan kegembiraannya atas opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat 2016. Menurut dia, sejak LKPP wajib dibuat pada 2004, baru kali ini laporan itu mendapatkan opini WTP dari BPK.

“Ini pertama kali diraih setelah 12 tahun. Ini adalah hasil yang sangat baik. Seluruh jajaran Kementerian Keuangan merasa ini harus terus dijaga dan dipertahankan,” kata Sri Mulyani dalam konferensi persnya di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Jumat, 19 Mei 2017.

Sri Mulyani menuturkan, peningkatan opini LKPP tersebut diiringi dengan peningkatan opini dari Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LKKL). Pada 2015, hanya 56 LKKL yang mendapatkan opini WTP dari BPK. Tahun lalu, jumlah tersebut meningkat menjadi 74 LKKL. “Ini kenaikan yang cukup besar,” ujarnya.

Sementara itu, opini wajar dengan pengecualian (WDP) yang pada 2015 diberikan kepada 26 LKKL, tahun lalunya jumlahnya berkurang menjadi delapan LKKL. Adapun LKKL yang mendapatkan opini disclaimer, menurut Sri Mulyani, meningkat dari empat LKKL pada 2015 menjadi enam LKKL pada 2016.

Sri Mulyani berharap, dengan naiknya opini LKPP, tradisi akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara dapat terus dijaga. Menurut dia, APBN merupakan instrumen kebijakan pembangunan yang sangat penting. “Reputasi dan kredibel harus dijaga. Pelaksanaan APBN harus bisa dinikmati oleh masyarakat,” tuturnya.

Dengan opini WTP dari BPK terhadap LKPP 2016, Sri Mulyani bertekad untuk terus menjaganya agar status tersebut tidak turun di tahun-tahun yang akan datang. “Saya minta jajaran Kementerian Keuangan untuk membantu kementerian dan lembaga yang masih belum WTP. Kami akan terus menjaga konsistensi,” katanya.




Hak Cipta © Kementerian Pertahanan Republik Indonesia