TRANSLATE

Menhan bicara ancaman terorisme di hadapan atase pertahanan negara sahabat

Rabu, 23 Januari 2019

Jakarta (ANTARA News) ­ Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu berbicara soal ancaman terorisme di hadapan puluhan atase pertahanan negara­negara sahabat saat menggelar “coffee morning”, di Kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta, Selasa. “Ancaman nyata pada saat ini yang memerlukan perhatian yang serius adalah ancaman nyata terorisme dan radikalisme,” kata Menhan dalam sambutannya. Ancaman tersebut, lanjut Ryamizard, bersifat lintas negara berskala regional maupun global sehingga memerlukan penanganan kolektif dan tindakan bersama­sama dalam menghadapinya melalui kolaborasi kapabilitas dan interaksi antar negara. Menurut dia, kekuatan ISIS yang berbasis di Filipina Selatan telah dijadikan sebagai salah satu basis teroris dan ikut memicu aksi­aksi teror di Asia Tenggara.

Kelompok itu berencana untuk membangun jaringan dengan menggabungkan antara Islamic State Phillipines, Islamic State Malaysia dan Islamic State Indonesia di bawah pimpinan Mahmud Ahmad yang merupakan bagian dari struktur ISIS Pusat di bawah Pimpinan Abu Bakr Al­Baghdadi yang berbasis di Irak. “ISIS bukanlah masalah agama, tetapi adalah buah dari konflik politik di Irak paska Saddam Husein. Hal ini harus jelas diketahui oleh semua bangsa dan negara di dunia,” ucap purnawirawan Jenderal Bintang empat ini.

Ancaman lainnya, kata dia, ancaman terhadap “mindset” atau ancaman terhadap ideologi dengan melakukan cuci otak atau “brainwash”. Seperti yang terjadi pada aksi teror bom bunuh diri yang dilakukan oleh satu keluarga di Surabaya tahun lalu. “Dalam proses ‘brainwash’, aktivitas yang terjadi antara lain mengontrol pikiran, mencuci otak, mengkonstruksi ulang pemahaman seseorang, merayu seseorang dengan agak memaksa, menginstall pikiran seseorang dengan ideologi, fakta atau data, dan penjelasan yang sangat intens,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Ryamizard mengatakan, dinamika perkembangan lingkungan strategis membawa perubahan terhadap kompleksitas ancaman yang berimplikasi pada pertahanan negara. “Guna mengatasi potensi ancaman bersama pada lingkup global dan lingkup kawasan, diperlukan mekanisme kerja sama kawasan agar kita memiliki kesamaan cara pandang di dalam mengambil langkah­langkah bersama yang konkrit dan konstruktif,” ujarnya.

Oleh karena itu, mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) ini menekankan perlunya komunitas ASEAN untuk bersatu dengan memperbesar persamaan dan memperkecil perbedaan dalam menghadapi beberapa isu faktual di kawasan, seperti misalnya isu Korea Utara, perkembangan Laut China Selatan, isu trilateral pengamaanan Laut Sulu dari potensi ancaman ISIS Asia Timur serta perkembangan krisis Rohingya.

Saat ini di kawasan ASEAN setidaknya terdapat tiga area kerja sama maritim yang menjadi sorotan dunia, yakni Patroli Terkoordinasi Selat Malaka, kerja sama maritim negara­negara di kawasan Teluk Thailand dan kerja sama Trilateral di Laut Sulu. “Kerja sama trilateral ke depan juga dapat melibatkan Singapura, Thailand, Vietnam dan negara ASEAN lainnya. Perluasan kerja sama ini sangat diperlukan untuk menciptakan konektivitas kerja sama sub­regional,” ucapnya.

.

Menhan Ryamizard: Abu Bakar Ba’asyir Harus Akui Pancasila

JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menegaskan, terpidana kasus terorisme Abu Bakar Ba’asyir harus mengakui ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yakni Pancasila, jika ingin bebas. “Iya dong (harus mengakui Pancasila). Kalau tidak numpang saja. Kalau lama bisa diusir,” kata Menhan usai acara “Coffee Morning” dengan para Atase Pertahanan (Athan) sejumlah negara sahabat di Kementerian Pertahanan, Jakarta, Selasa (22/1/2019), seperti dikutip Antara.

Menurut Ryamizard, setiap negara memiliki pandangan hidup dan dasar negara atau ideologi. Ideologi negara Indonesia adalah Pancasila.

Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) ini berharap Ba’asyir bisa menerima ideologi Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Menurut Ryamizard, tidak mungkin seorang warga negara Indonesia (WNI) seperti Ba’asyir bisa hidup di negara ini jika tidak mengakui Pancasila. “Kalau tidak akui Pancasila, namanya numpang. Kalau numpang itu sebentar saja. Jangan lama-lama. Rugi negara kalau terlalu lama,” tuturnya.

Dalam pertemuannya dengan sejumlah atase pertahanan negara sahabat, tambah Ryamizard, tidak ada protes ataupun dukungan dari para Athan terkait wacana pembebasan Ba’asyir. “Mereka hanya mendukung setiap upaya pemberantasan teroris di Indonesia,” tuturnya. Sebelumnya, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengatakan, Presiden Joko Widodo memerintahkan kepada pejabat terkait untuk segera melakukan kajian secara lebih dalam terkait pembebasan Abu Bakar Ba’asyir. Menurut Wiranto, pihak keluarga telah meminta pembebasan sejak 2017 karena usia lanjut dan kesehatan yang terus menurun. Atas dasar itu dan alasan kemanusiaan, Presiden Jokowi memahami permintaan keluarga Ba’asyir.

Meski demikian, menurut Wiranto, pembebasan Ba’asyir juga mempertimbangkan aspek-aspek lainnya, seperti kesetiaan kepada Pancasila, hukum, dan lain sebagainya. “Presiden tidak grusa-grusu, serta-merta, tapi perlu mempertimbangkan aspek lainnya.

Karena itu, Presiden memerintahkan pejabat terkait melakukan kajian mendalam dan komprehensif merespons permintaan itu,” katanya. Presiden Joko Widodo sebelumnya menyebutkan pembebasan Ba’asyir dilakukan demi dan atas dasar pertimbangan alasan kemanusiaan. “Ya yang pertama memang alasan kemanusiaan. Artinya, beliau kan sudah sepuh, ya pertimbangannya kemanusiaan,” kata Presiden setelah meninjau Rusun Pondok Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah di Desa Nglampangsari, Cilawu, Garut, Jabar, Jumat.




Hak Cipta © Kementerian Pertahanan Republik Indonesia