TRANSLATE

Terima Kasih TNI

Jumat, 5 Mei 2017

JAGA harmoni dari 1.340 suku itu bukan tugas mudah. Plus maintain pertahanan dan kedaulatan 17 ribu pulau. Dengan budget minim, tentunya. Di tengah era reformasi bablas. Di mana banyak komunis bermantel reformis sukses dapet panggung. Bebas bernyanyi. Sebar hoax. Tuduh siapa saja sebagai anti keberagaman. Sungguh, itu tugas berat.

Itu tugas TNI. Jenderal Gatot sanggup. Tambah lagi sejak awal dia buka beban tambahan. Yaitu target swasembada pangan. Ancamannya dia dipecat.

Saya terlibat aksi reformasi sejak 97. Saya alami perubahan sikap TNI. Terasa betul, sekarang TNI lebih banyak di barak. Sampai-sampai publik ngga tau lagi siapa nama Danjen Kopassus, Pangkostrad, Pangdam Jaya. Bahkan KSAD Jenderal Mulyono pun jarang muncul di koran. Jenderal Polisi Tito jauh lebih terkenal.

Supremasi sipil terasa. TNI diam saat Panglima Gatot dicibir “lebay” oleh Charles Honoris. Fenomena ini sulit dibayangkan terjadi bila Jenderalnya masih Benny Moerdani. Tentara juga tidak benar-benar mencari bandit bernama Iwan Bopeng yang rusuh di putaran pertama pilgub DKI Jakarta.

Sekali pun demikian, TNI masih sangat dicintai rakyat. TNI adalah faktor yang bikin putaran kedua Pilgub Jakarta berjalan aman. Setelah TNI turun, 8.000 kecurangan pilkada diminimalisir. Demokrasi mulus. Rakyat benar-benar berpesta demokrasi dengan tenang dan gembira. TNI benar-benar menunjukkan profesionalismenya, netral! Seluruh rakyat Indonesia, khususnya masyarakat Jakarta mesti berterima kasih kepada TNI dan Jenderal Gatot. Tanpa mereka, bandit macam Iwan Bopeng akan mendistorsi demokrasi kita.

Sukses ini justeru dirasa sebagai kepedihan oleh komunis bermantel reformis. Presiden ditekan copot Panglima TNI dan Menteri Pertahanan. Alasannya dibuat-buat.

Tekanan sipil ini hanya terjadi di era Reformasi bablas. Reformis gadungan itu menarget Menhan Ryamizard Ryacudu dan Panglima TNI. Keduanya dinilai sebagai penyebab kemacetan reformasi pertahanan. Aneh bin ajaib. Lembaga sipil itu mungkin ngga tau bahwa di RDP dengan Komisi I DPR RI, Jenderal Gatot sempat mengeluh soal Permenhan No. 28 Tahun 2015. Yang teken ya Menhan Ryacudu.

Permenhan ini preteli kewenangan Panglima TNI. Sekjen Partai Gerindra, Ahmad Muzani sampe bilang, Permenhan ini bikin Panglima ibarat jenderal tanpa pasukan.

Tapi kok, keduanya (Panglima TNI dan Menhan) disasar oleh kaum reformis gadungan.

Bahkan Jenderal Gatot dituduh hendak kudeta oleh agen komunis asing. Kasian Jenderal Gatot. Dia berjasa mengamankan pilkada, thus berarti menjaga presiden dan keamanan masyarakat.

Saya kira, saat ini ulama dan rakyat hanya percaya kepada TNI. Di mana-mana, di level grassroot, respek terhadap TNI dan Panglima Gatot sangat tinggi. Saya ingat, sewaktu jeda komersial ILC, mayoritas undangan mengelukan Jenderal Gatot.

Lembaga sipil, reformis gadungan, pluralis palsu sebaiknya tidak terlalu jauh mengobok-obok TNI. Rakyat akan solid menyatu dengan TNI bila rongrongan semacam ini terus dilakukan. Bravo TNI.

Sumber: http://politik.rmol.co/

.

Zeng Wei Jian: Berkat TNI Demokrasi di Indonesia Berjalan Mulus

.

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Aktivis dan Tokoh Tionghoa, Zeng Wei Jian, mengungkapkan bahwa bukan tugas yang ringan bagi Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam menjaga harmonisasi dari 1.340 suku dan ditambah harus menjaga pertahanan dan kedaulatan di 17 ribu pulau yang ada di Indonesia.

Menurut Wei Jian, dengan dana yang minim dan di tengah era reformasi seperti saat ini, dimana banyak komunis bermantel reformis sukses dapat panggung dan bebas ‘bernyanyi’ menyebarkan berita hoax, menuduh siapa saja sebagai anti keberagaman, sungguh itu adalah tugas yang berat bagi TNI.

“Itu tugas TNI, Jenderal Gatot sanggup, belakangan dia buka beban tambahan yaitu target swasembada pangan, ancamannya dia dipecat,” ungkapnya seperti dikutip dari siaran resmi, Jakarta, Kamis (4/5/2017).

Pria yang akrab disapa Ken-Ken itu menyampaikan bahwa semenjak dirinya ikut aktif terlibat di dalam aksi reformasi tahun 1997 silam, ia merasa betul perubahan sikap dari TNI.

“Sekarang TNI lebih banyak di barak. Sampai-sampai publik nggak tahu lagi siapa nama Danjen Kopassus, Pangkostrad, Pangdam Jaya. Bahkan KSAD Jenderal Mulyono pun jarang muncul di media,” ujarnya.

Sekarang ini, Wei Jian menyatakan, supremasi dari pihak sipil sangat terasa. Bahkan, menurutnya, TNI diam saat Panglima Gatot dicibir ‘lebay’ oleh Politisi PDI Perjuangan Charles Honoris. Selain itu, TNI juga tidak benar-benar mencari bandit bernama Iwan Bopeng yang rusuh di putaran pertama Pilgub DKI Jakarta kemarin.

“Sekali pun demikian, TNI masih dicintai rakyat. TNI adalah faktor yang bikin putaran kedua Pilgub Jakarta berjalan aman. Setelah TNI turun, 8 ribu kecurangan pilkada diminimalisir. Demokrasi mulus. Anies-Sandi menang mutlak. Seluruh relawan ASA, kader Gerindra dan PKS mesti berterimakasih kepada TNI dan Jenderal Gatot. Tanpa mereka, bandit macam Iwan Bopeng akan mendistorsi demokrasi kita,” katanya.

Wei Jian menyebutkan, tekanan sipil tersebut hanya terjadi di era reformasi yang bablas. Para Reformis gadungan bahkan menarget Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu dan Panglima TNI, keduanya dinilai sebagai penyebab kemacetan reformasi pertahanan. Aneh bin ajaib Panglima TNI dan Menhan disasar oleh kaum reformis gadungan.

“Bahkan Jenderal Gatot dituduh hendak kudeta oleh agen komunis asing. Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mempertaruhkan dirinya dan jabatannya demi keamanan dan tetap utuhnya NKRI, tapi kok malah dituduh akan kudeta?. Saya kira, saat ini ulama dan rakyat hanya percaya kepada TNI. Dimana-mana, di level grass root, respek terhadap TNI dan Panglima Gatot sangat tinggi. Lembaga sipil, reformis gadungan, pluralis palsu sebaiknya tidak terlalu jauh mengobok-obok TNI. Rakyat akan solid menyatu dengan TNI bila rongrongan semacam ini terus dilakukan. Bravo TNI,” ungkapnya menambahkan.




Hak Cipta © Kementerian Pertahanan Republik Indonesia