Menhan: Tiga WNI Tersandera Bergerak ke Pulau Lapac
Kamis, 7 Juli 2016REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu mengatakan pihaknya hingga saat ini masih terus memantau keberadaan tujuh WNI yang ditawan oleh Abu Sayyaf. Tiga dari tujuh WNI saat ini posisinya dipisahkan dari empat WNI lainnya.
Ryamizard mengatakan, semula tujuh WNI tersebut berada di Pulau Panamao di Kepulauan Zulu. Namun, pada hari ini, pagi hari tadi tiga WNI bergerak dengan setengah dari kelompok Abu Sayyaf ke arah selatan, yaitu di Pulau Lapac.
“Tangga satu ini mereka dipisah, jadi ini taktik mereka juga, pergerakan mereka. Jarak dari Panamao ke Lapac sejauh 64 kilometer,” ujar Ryamizrad di Kantor Menkopolhukam, Jumat (1/7)
Ryamizard mengatakan, hingga saat ini pemerintah masih menunggu keputusan dari pemerintah Filipina terkait apa yang akan dilakukan selanjutnya. Sebab, hingga saat ini pihak Filipina masih disibukkan dengan pergantian pemerintah.
Sedangkan, dalam hal operasi militer harus ada perjanjian yang benar benar hitam diatas putih. Ryamizard mengatakan kesepakatan itu nantinya akan bisa menentukan apakah operasi militer bisa dilakukan atau tidak.
Menhan: Keselamatan Sandera Nomor Satu, Operasi Militer jika Terpaksa
JAKARTA, KOMPAS.com – Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan, saat ini pemerintah masih mengkaji cara yang tepat untuk membebaskan tujuh warga negara Indonesia yang disandera kelompok bersenjata asal Filipina.
Ryamizard memastikan, pemerintah akan mengutamakan cara-cara diplomasi sehingga keselamatan WNI yang disandera terjamin.
“Yang penting selamat dulu lah, yang lain-lain nomor dua. Bagi kita adalah keselamatan nomor satu,” kata Ryamizard di Kementerian Pertahanan, Jakarta, Jumat (23/6/2016).
Ryamizard mengatakan, operasi militer hanya akan dilakukan jika sudah tidak ada cara lain yang bisa ditempuh. Selain membahayakan keselamatan WNI, operasi militer juga sulit dilakukan karena sandera ditahan di Filipina.
Jika memutuskan menggunakan operasi militer, pemerintah Indonesia harus meminta izin, membuat kesepakatan hingga melakukan latihan bersama dengan militer Filipina.
“Operasi militer itu kalau terpaksa, namanya operasi pasti nembak-nembak ada yang mati, kalau enggak penyandera pihak kita atau sandera pasti akan ada yang mati,” ucap Ryamizard.
Prinsipnya, lanjut Ryamizard, pemerintah akan berupaya seoptimal mungkin untuk melakukan pembebasan sandera. Komunikasi dengan berbagai pihak terkait baik di Indonesia atau pun di Filipina juga terus diintensifkan.
“Kita sedang rancang dimana,apa yang dilakukan, harus berbuat apa, harus dibebaskan tak boleh dibiarkan,” ucap Ryamizard.
Tujuh WNI yang disandera merupakan anak buah kapal (ABK) TB Charles 001 dan kapal tongkang Robi 152. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, informasi soal penyanderaan itu diterimanya pada Kamis (23/6/2016) kemarin.
Retno menyebutkan, penyanderaan tersebut terjadi di Laut Sulu. Penyanderaan, lanjut dia, terjadi dalam dua waktu berbeda, pada 20 Juni 2016.
Saat ini, menurut Retno, enam ABK yang dibebaskan tersebut masih dalam perjalanan membawa kapal TB Charles 001dan tongkang robi 152 menuju Samarinda.
Menhan Minta TNI Siapkan Pasukan Bebaskan 7 WNI yang Disandera
JAKARTA – Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu meminta TNI menyiapkan pasukan untuk membebaskan tujuh Warga Negara Indonesia (WNI) yang disandera kelompok bersenjata di Filipina.
“(Siapkan pasukan) itu otomatis, pasti. Kita siapkan kaya dulu, tapi yang melaksanakan ya Filipina. Makanya saya akan bicara setelah ini untuk koordinasi. Kalau saya diminta berangkat, saya berangkat ke sana siang atau malam ini juga,” ujarnya di Kantor Kementerian Pertahanan (Kemhan), Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Jumat (24/6/2016).
Ryamizard mengakui, hingga kini pihaknya belum mengetahui dimana posisi para sandera tersebut berada. “Belum, bisa dipastikan betul. Masih investigasi. Yang penting mereka selamat dulu lah, yang lain nomor dua. Bagi kita keselamatan nomor satu,” tegasnya.
Meski demikian, mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) mengaku, saat ini semua pihak tengah melakukan berbagai upaya untuk membebaskan para sandera. “Nah ini kita lagi dirancang, dimana (posisi sandera) dan kita berbuat apa dan mereka harus dibebaskan. Kita lakukan upaya yang terbaik. Bagaimana caranya kita lihat di lapangan,” kata Ryamizard.
Hal pertama yang akan dilakukan adalah melalui jalur diplomasi. Kemudian negosiasi dan sebagainya. “Operasi militer itu kalau terpaksa. Karena operasi itu ada tembak menembak pasti ada yang mati, apa itu tentara, penyandera atau sanderanya. Kita kan tidak ingin yang sandera itu mati, makanya kita cari yang terbaik,” ujarnya.
Ditambahkannya, dalam pertemuan trilateral antara dirinya dengan Menhan Philipina Gazmin T Voltaire dan Menhan Malaysia Dato’ Hishamuddin di Manila, Filipina pada Senin 20 Juni 2016 lalu disepakati lima poin untuk menjaga perairan perbatasan tersebut.
Kesepakatan tersebut di antaranya, membuat posko bersama, membuat jalur perlintasan dimana tentara masing-masing negara mengantar kapal-kapal tersebut sampai perbatasan. Selanjutnya, dikawal hingga tujuan.
“Inikan belum sampai dilaksanakan, masih baru. Ditetapkan dulu SOP nya, protapnya dulu, kalau ini sudah terlatih dari pihak Indonesia, Filipina-Malaysia kemungkinan besar penyanderaan tidak akan terjadi. Ini baru dua hari pulang sudah terjadi (penyanderaan),” katanya.